-->

Masihkan Kita Menggantung Asa Pada Lingkaran Setan?

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen

Ilustrasi

Oleh: Monicha Octaviani 
(Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Unair)

Mediaoposisi.com-Pilkada dan pemilu datang lagi, banyak partai politik dan calon pemimpin daerah yang mulai berkampanye. Media pun tak mau kalah panas dengan selalu update segala aksi para calon pemimpin. Mulai dari kisah kompetitor pilkada tahun ini, hingga kabar langkah persiapan presiden menuju  ke periode yang kedua kali di tahun depan. Komisi Pemilihan Umum pun ikut “menari”, sosialisasi di seluruh jagad Indonesia supaya seluruh rakyat berpartisipasi dalam pestanya kali ini. Pesta demokrasi.

Di momen ini rakyat berharap agar Indonesia bisa jadi lebih baik, dengan terpilihnya pemimpin yang baru dan dianggap yang terbaik, juga wakil dari rakyat yang amanah serta mumpuni. Tapi, apakah harapan tersebut akan terwujud kali ini?

Bukan bermaksud untuk pundung atau pesimis. Nyatanya, berkali-kali pesta pun, rakyat tidak juga dapat kesejahteraan yang hakiki. Kalau bukan karena muncul masalah-masalah baru lagi, masalah yang lama belum juga teratasi, bahkan banyak yang seolah “mengembangkan diri”.

Ambillah contoh  masalah kemiskinan, hingga September 2017 di BPS masih tercatat sebanyak 26,58 juta rakyat Indonesia termasuk miskin. Atau ketimpangan, LSM Oxfam di bulan Februari 2017 mencatat bahwa harta empat orang terkaya di Indonesia setara dengan jumlah harta 100 juta orang miskin. Juga korupsi, sejak tahun 2001 hingga 2015, kasus korupsi yang telah diputus MA pada tingkat kasasi maupun peninjauan kembali mencapai 2.321 kasus dengan koruptor sebanyak 3.109 dihukum. (liputan6.com 07/04/16). Fakta mengatakan, pesta demokrasi berapa kali pun, masalah tidak juga berkurang. Sebenarnya kenapa?

Hanya dengan membaca fakta, sebenarnya bisa ditarik kesimpulan bahwa ada yang tidak beres dengan sistem kehidupan bangsa Indonesia saat ini. Pergantian pemimpin dan pembuat regulasi sudah dipastikan yang paling baik. Dengan kinerja paling maksimal. Tapi kenapa masih begini? Maka analisa mengenainya, rata-rata manusia di dunia termasuk Indonesia saat ini punya mindset bahwa hidup itu sangat butuh  materi.

Makin banyak materi yang dimiliki, makin bahagia hidup ini. Sayangnya, jika ingin banyak materi, banyak modal pula yang harus dimiliki. Karena lembaga keuangan di dunia saat ini diharuskan membantu hanya yang punya prospek bagus, tentu saja dengan  modal yang bagus pula. Efeknya? Yang kaya makin kaya, biar pemimpin mau kasih santunan sebanyak apapun, yang miskin akan tetap miskin. Karena sistemnya sudah di-setting demikian adanya.

Bahkan ahli ekonomi pun pasrah dengan berkata bahwa mustahil kemiskinan dan ketimpangan itu bisa dihilangkan dari muka bumi ini. Masih bicara tentang modal, pihak yang ingin mengembangkan materinya tadi biasanya terbentur regulasi, supaya mulus jalannya yaitu dengan mendekati para pembuat regulasi. Dan kerennya, sistem politik kita memfasilitasi hal tersebut.

Demokrasi yang diharapkan akan menjadi pembangun peradaban justru dijadikan alat oleh para kapitalis tadi. Sangat sederhana, calon pemimpin dan pembuat regulasi pasti membutuhkan dana kampanye yang sangat besar sebagai ongkos dari pesta demokrasi.

Para kapitalis tadi akan menyokong mereka-mereka ini, menjadi sponsor yang memberikan dana untuk biaya kampanye yang pastinya harus ada timbal balik. Ketika calonnya terpilih, maka mereka berkewajiban untuk mengembalikan modal dan memberikan timbal balik yang seringkali berupa kelonggaran regulasi bagi investor mereka tadi.

Pemimpin terpilih yang awalnya tulus ingin mengurus rakyat malah sibuk mengakomodir kebutuhan para kapitalis tadi. Dan ini menjadi suatu lingkaran setan dalam demokrasi. Alhasil, jelas mustahil korupsi-kolusi-nepotisme bisa dihanguskan di dunia ini.

Hal ini jauh berbeda dengan Islam. Dalam Islam, pemimpin dipilih dengan kriteria tertentu yang salah satunya adalah amanah tidaknya ia serta taat tidaknya dia pada Tuhannya, paham tidaknya dia akan perannya yang wajib untuk mengurusi hidup seluruh rakyatnya tanpa dipengaruhi kepentingan apapun, bagaimana ia akan menjalankan seluruh aturan main yang Allah atur dalam kehidupan.

Bagaimana ia mencegah dan mengatasi masalah ekonomi dengan cara yang Sang Pencipta beri demi kebaikan manusia, bagamana ia menjalankan politik negerinya dengan cara yang Tuhan atur agar menyejahterakan hidup seluruh manusia di bumi ini.

Dan pemimpin seperti ini tidak akan bisa ditemukan dengan demokrasi. Tidak akan bisa karena sistem ini sangat rentan dimanipulasi. Maka kenapa tidak kita buang saja sistem yang menyengsarakan manusia ini lalu menjalankan sistem yang memang Allah beri untuk memudahkan kehidupan kita ini? Islam. Itulah pilihan logis bagi siapa saja yang kapok hidup susah dan ingin menghentikan lingkaran setan demokrasi, lalu menjalani hidup berdasar iman yang menghujam di dada.[MO]



Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close