Ilustrasi |
Oleh : Denik Dwi W
(Komunitas Muslimah As-Sakinah Sidoarjo)
Pun berbicara tentang perempuan, yang lagi-lagi menjadi objek isu yang sedang hangat dibicarakan. Perempuan dengan segala apa yang ada pada dirinya memang selalu menarik untuk dibahas. Entah itu sebagai subyek maupun objek.
Perempuan zaman now sangat bertolak belakang dengan perempuan zaman old. Stereotip perempuan zaman now banyak dibentuk dan dibesarkan oleh industri media. Stereotip ini kemudian juga diamini oleh kalangan feminis pasca-modern.
Peran Destruksi Media
Citra perempuan zaman now nan modern, dinamis, mandiri secara financial, dan memiliki karier cemerlang memang tidak lepas dari stigma yang dibentuk dari opini di tengah masyarakat. Dan media memiliki tugas dan peran penting dalam pencitraan ini. Modernisasi memberikan keterbukaan secara penuh dalam akses informasi, dan memberikan ruang bebas bagi media untuk mengambil peran.
Tidak dipungkiri, media memang memiliki peran strategis dalam membentuk opini publik . Sebut saja melalui iklan, tabloid, majalah, tayangan infotainment, sinetron, film, dan medsos, menjadikan perempuan sebagai objek visual. Status objek ini membuat perempuan mendapatkan sejumlah perlakuan seperti dilhat, dinilai, hingga diapresiasi dalam sejumlah konteks wacana media.
Visualisasi media terhadap perempuan cenderung memosisikan perempuan sebagai pelaris produk atau wanita karir yang sukses secara materi. Klimaksnya visualisasi ini hanya akan mengikuti selera pasar global. Bukan memvisualisasikan tentang jati diri perempuan seutuhnya tapi hanya mengekspos wanita secara fisik dan ekonomi, demi keuntungan corporate semata.
Opini publik akan terbentuk manakala visualisasi ini dilakukan terus menerus dan berulang ulang tanpa batas. Bahwa sosok perempuan modern bukanlah perempuan yang aktivitasnya hanya dalam kehidupan private ( dalam rumah saja), melainkan perempuan yang mampu mengaktualisasikan diri secara penuh dalam ranah publik.
Ini kemudian menjadi paradigma yang dijadikan rule mode dalam menilai prestasi seorang perempuan modern. Mereka yang berprestasi bukan perempuan yang memiliki banyak keturunan, bukan pula sosok perempuan yang 24 jam menghabiskan waktunya untuk mendampingi dan mengarahkan tumbuh kembang buah hatinya.
Juga bukan sosok istri yang dengan segenap keikhlasan hati menunaikan kewajibannya sebagai istri sekaligus sebagai ibu rumah tangga. Melainkan di stigmakan sebagai wanita yang mandiri secara fisik dan financial.
Sebaliknya stigmatisasi negative diberikan pada perempuan yang hanya berkutat di sektor domestik. Ibu rumah tangga dianggap tidak produktif karena tidak mandiri secara financial. Mereka dianggap sosok yang terpenjara dan terisolasi karena berkutat dalam tanggung jawab rumah tangga, suami dan anaknya.
Secara fakta jelas sudah, bahwasanya kehadiran media ketika tidak diimbangi dengan penyertaan aturan Alloh sebagai ruhnya maka akan menjadi media yang destruktif. Media yang dengan redaksional liberalnya merupakan kepanjangan tangan dalam mempropagandakan blue print ide-ide Kapitalis dan anak turunannya. Menghilangkan stereotip yang telah di amanahkan Alloh pada perempuan yaitu sebagai Umm wa Rabbtul Bayt.[MO]