-->

Awas! Pemuda Jangan Jadi Budak Demokrasi!

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen
Ilustrasi
Oleh : Aisyah Qusnul Khotimah
 (Aktivis Mahasiswa Jember)

Mediaoposisi.com- “Anak muda memang minim pengalaman, karena itu ia tak tawarkan masa lalu. Anak muda menawarkan masa depan”, kutipan kata bijak Pak Anies Baswedan. Begitu banyak tokoh-tokoh yang menyandarkan pundak kepada pemuda untuk merubah dunia. Bahkan Rasulullah saw mencintai para pemuda dengan segala potensi yang dimilikinya untuk perubahan masa depan dunia. Memang benar, pada faktanya usia muda memanglah usia yang produktif, penuh dengan cita-cita yang tinggi, memiliki ambisi besar untuk masa depan, serta fisik yang lebih kuat dari pada anak-anak dan orang tua.

Badan Pusat Statistika (BPS) memaparkan bahwa Indonesia akan mengalami bonus demografi pada tahun 2020 hingga 2030, artinya beberapa tahun terakhir ini akan jauh lebih banyak usia produktif di Indonesia. Proporsi penduduk Indonesia pada tahun 2020 – 2030 diperkirakan 70% nya merupakan penduduk usia produktif, sedangkan 30% sisanya. Hal ini menjadi potensi yang besar bagi sebuah ideologi menguasai pemikiran pemuda karena merekalah penduduk terbanyak dan aset terbesar sebuah negara.

Tahun 2018 ini Indonesia berada dalam tahun politik. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) akan digelar secara serentak di 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten. Hari ini atmosfir kampanye dan aroma pertarungan mulai hangat dibicarakan, berbagai spekulasi dan obrolan masyarakat, termasuk intelektual mulai bermunculan mengenai siapa yang akan menjadi pemimpin dan menentukan nasib mereka selanjutnya, beberapa sudut jalan pun sudah ramai dan marak di isi baliho dengan foto rapi pasangan calon pemimpin yang jumlahnya meningkat fantastis di musim Pilkada. Sebagian masyarakat pun masih mengharapkan dengan pergantian kepemimpinan, berganti pula peradaban dan berakhirlah kesengsaraan.

Dalam hal ini, kampus dirasa memiliki potensi besar dalam perubahan peradaban. Kampus menjadi dapur pemikiran, basis pencetak tokoh-tokoh di tengah masyarakat, basis rekrutmen dan dukungan massa, dan basis penggerak opini publik. Jumlah perguruan tinggi di Indonesia yaitu 4.504 perguruan tinggi yang terdiri dari perguruan tinggi negeri maupun swasta.

Setiap tahun jumlah mahasiswa disetiap perguruan tinggi selalu mengalami kenaikan, namun partisipasi dalam pesta demokrasi tidak linier dengan naiknya jumlah mahasiswa atau orang yang terdidik. Maka KPU bersama pemerintah tidak tinggal diam melihat kondisi ini. Komisi Pemilihan Umum (KPU) beberapa waktu lalu telah meluncurkan tagline ‘Pemilih Berdaulat Negara Kuat’.

Tagline ini diluncurkan untuk menggencarkan kesadaran masyarakat akan pentingnya berkontribusi dalam pemilu dengan dalih kekuasaan dan kedaulatan di tangan rakyat.

Menurut mereka, mahasiswa tidak hanya berpotensi menjadi pemilih, tetapi juga kader politik masa depan. Suara mahasiswa diharapkan bisa berkontribusi dalam menentukan arah bangsa. Bahkan pemerintah melalui Bawaslu tengah merencanakan untuk mengkoordinir pemilihan umum bagi mahasiswa rantau agar tak luput berpartisipasi dalam pesta demokrasi.


Berbagai kegiatan sosialisasi, seminar, diskusi tengah dilakukan untuk mendorong minat mahasiswa dan pemuda dalam berkiprah dalam politik demokrasi. Tak hanya menjadi pemilih aktif, harapannya pemuda juga berkiprah dan terjun langsung menjadi calon legislatif.

Beberapa partai politik pun menggandeng pemuda sebagai tunas-tunas parpolnya. Selain itu, pemuda usia minimal 17 tahun saat ini sudah bisa menjadi KPU. Hal ini tercantum dalam Peraturan KPU No.3 tahun 2018.

Fitrah pemuda memanglah sosok yang visioner dan revolusioner. Wajar ketika melihat problematika yang begitu pelik di negeri ini, pemuda mencoba untuk menyolusi. Masalah korupsi, kemiskinan, krisis identitas, kriminalitas, pendidikan tak layak, dan berbagai permasalahan yang lain mendorong pemuda untuk melakukan suatu gebrakan.

Permasalahannya adalah bagaimana pemuda memandang semua fakta yang terjadi dan menganalisa akar masalah semua problema ini.

Berbagai krisis multi dimensi di negeri ini terjadi karena bercokolnya Kapitalisme dengan asas kebebasannya. Kebebasan itulah yang menyebabkan semua orang yang berkepentingan akan melakukan perilaku sesuai dengan kehendaknya atas nama kebebasan dan hak asasi.

Sehingga wajar para koruptor semakin liar, penyimpangan sosial makin tak terhitung jumlahnya, kriminalitas terjadi dimana-mana, hingga para pemuda kehilangan jati dirinya.

Faktanya pun terjun dalam perjuangan politik demokrasi bukan malah menyolusi. Data Transparency International menunjukkan, pada survei tahun 2003, partai politik tercatat sebagai lembaga terkorup setelah lembaga peradilan.

Pertahanan dan perjuangan dalam demokrasi pun membutuhkan mahar besar. Tak mungkin partai politik berdiri di atas kaki sendiri untuk bisa memenangkan pertarungan dalam sistem ini. Artinya, di dalam demokrasi tak mampu menjadi individu yang independen, justru kebijakan yang lahir pasti akan berpihak pada korporat dan pemilik modal di belakangnya bukan malah menyolusi problematika di masyarakat.

Demokrasi yang berpondasikan kebebasan dipoles rapi dan dibungkus atas nama kemerdekaan sejatinya akan melanggengkan investasi di bidang ekonomi, berbagai kebijakan berpijak pada pemilik modal, dan mendukung budaya-budaya Barat.

Kebebasan berpendapat, berperilaku, memiliki, dan berakidah yang menjadi asas demokrasi justru akan mengokohkan kerusakan yang terjadi di negeri ini. Maka, dengan semakin besarnya peran pemuda dalam politik praktis demokrasi akan semakin mudah Kapitalisme menguatkan hegemoninya di negeri ini.

Sesungguhnya demokrasi tidak akan pernah membawa manusia ke arah perubahan yang hakiki. Demokrasi adalah sistem yang rusak karena pilar utamanya adalah kebebasan dan dari kebebasan inilah berbagai kerusakan bermunculan dalam segala bidang.

Di sisi lain demokrasi adalah sistem kufur yang bertentangan dengan Islam karena demokrasi menempatkan kedaulatan di tangan rakyat sedangkan Islam mengajarkan kedaulatan ada di tangan Allah SWT. Hal ini menjadi bukti kongkrit bahwa demokrasi haram diadopsi sebagai jalan pejuangan.


Maka memang satu-satunya solusinya adalah mencampakkan sistem demokrasi-kapitalisme yang kufur kemudian menggantinya dengan sistem Islam dalam naungan daulah Khilafah. Terlebih secara historis khilafah telah terbukti mampu menjadikan ummat Islam menjadi ummat terbaik dan mendudukannya di puncak peradaban.

Belum lagi secara mendasar khilafah adalah janji Allah SWT yang pasti kebenarannya dan kewajiban yang harus terlaksana di tengah-tengah ummat, seperti firman Allah:

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa,...” (TSQ.An-Nur:55)

Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain bagi para pemuda selain mengambil Khilafah sebagai jalan perjuangan dan mencampakkan demokrasi-kapitalisme yang kufur, rusak dan merusak. Karena sesungguhnya hanya khilafahlah yang mampu membawa manusia ke arah perubahan yang sempurna dan paripurna sehingga mampu mengantarkan umat kepada kesejahteraan dan keberkahan melalui penerapan hukum-hukum Islam secara meyeluruh. Oleh karena itu, kini  saatnya pemuda berdiri di garda terdepan dalam perjuangan sesungguhnya yaitu perjuangan menegakkan syariat Islam dalam naungan Khilafah Rasyidah. [MO]




Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close