Oleh: Heni Ummu Ghooziyah
(Anggota Akademi Menulis Kreatif)
Mediaoposisi.com- Sejarah perjalanan Islam di masa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam telah menunjukkan peradaban yang maju dan berkembang di semua lini kehidupan dikarenakan Islam merupakan agama yang rahmatan lil ‘alamin. Sebagai agama yang sempurna, Islam mampu membawa kebaikan bagi semua makhluk di muka bumi.
Pada masa lalu, sektor yang berkembang pada peradaban Islam memiliki banyak kelebihan yang sangat jauh dan baik daripada Barat. Perkembangan peradaban dimulai dari berkembangnya ilmu pengetahuan yang digunakan untuk membantu umat muslim dalam mengelola segala urusan kehidupannya.
Indonesia sebagai salah satu negara mayoritas Islam, di mana umat muslim mengalami keterpurukan di berbagai sektor yang mengurusi kehidupan seharusnya pada saat ini dapat menjadikan peradaban yang ada pada zaman keemasan Islam sebagai contoh.
Salah satu sektor penting dan masuk dalam pemenuhan hajat hidup orang banyak yakni sektor pertanian. Dalam hal ini, pertanian memiliki peran yang penting dan utama untuk diurusi dalam mendukung sektor kehidupan lainnya. Zaman keemasan Islam telah menunjukkan perkembangan di sektor pertanian dalam ilmu pengetahuannya yang pesat dan maju.
Dukungan Negara Pada Petani
Dalam Islam negaralah yang mempunyai tanggung jawab penuh untuk menjamin, sarana dan prasarana yang diperlukan dalam pertanian. Sistem islam tidak hanya memberikan jaminan bagi petani agar mudah dalam mengakses hal-hal terkait pertanian seperti tanah/lahan, benih unggul, pupuk, dan alat pertanian.
Namun juga memberikan pengajaran tentang sistem pengairan, cocok tanam, pengolahan dan penyimpanan hasil pertanian. Pertanian merupakan salah satu sektor yang mendapat perhatian besar dalam Islam. Terdapat beberapa faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan dalam membangun pertanian di masa kejayaannya kala itu.
Faktor tersebut di antaranya adalah faktor ruhiyah. Dimana terdapat dorongan besar untuk bertani atau berladang atau menanam pepohonan. Sebagaimana hadits Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, “Tidaklah seorang Muslim menanam sebatang pohon atau menanam pohon (berkebun) atau menanam sebutir biji (bertani), lalu sebagian hasilnya dimakan oleh burung, manusia atau binatang, melainkan baginya ada pahala sedekah” (HR al-Bukhari, Muslim, at-Tarmidzi dan Ahmad). Sehingga hadits tersebut mampu memacu kaum muslimin untuk berlomba-lomba turut serta bergerak dalam bidang pertanian.
Faktor lainnya adalah peran kebijakan negara, seperti kebijakan intensifikasi yang dilakukan untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Pada awal abad ke-9, di negeri muslim seperti Timur dekat, Afrika Utara, dan Spanyol sistem pertanian modern telah menjadi pusat kehidupan ekonomi didukung pertanian yang maju, menggunakan irigasi canggih, dan pengetahuan yang sangat memadai. Sejumlah jenis tanaman yang tak dikenal sebelumnya mampu dikembangkan dan diperkenalkan seperti jeruk "source orange" dan lemon.
Umat Islam membawa buah asli Asia ini dari India ke Arab sebelum abad ke-10 dan dikembangkan hingga akhirnya dikenal di Suriah, Asia Kecil, Palestina, Mesir, dan Spanyol. Dari Spanyol akhirnya menyebar ke seluruh Eropa Selatan yang dikenal sebagai Seville Orange.
Negara juga menerbitkan kebijakan esktensifikasi untuk menambah luas lahan dan area tanam. Yakni dengan ihya'ul mawat/menghidupkan tanah mati. Yakni barang siapa yang mau menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya. Hukum ini turut berperan dalam menjamin luas area tanam dan pendistribusian lahan pertanian.
Sehingga tidak ada lahan yang terlantar dimiliki namun tak diolah. Para Khalifah juga menyadari betul bahwa kemajuan pertanian tak bisa diraih tanpa adanya dukungan infrastruktur yang memadai dalam bidang pertanian. Salah satunya adalah irigasi yang canggih. Maka dibuatlah sistem irigasi canggih yang terkenal di seluruh penjuru Irak, yang kemudian di introduksi ke Spanyol pada masa pemerintahan Islam disana.
Pompa awal yang dikembangkan disana adalah pompa ungkit, kemudian pompa saqiya yang digerakkan menggunakan tenaga hewan. Kemudian di abad ke-3 H dikembangkan kincir air untuk mengangkat air sungai dan diintegrasikan ke penggilingan. Yang seperti ini ada ratusan di sepanjang sungai Eufrat dan Tigris. Infrastruktur lainnya yang dikembangkan sejak Khalifah Umar bin Khattab adalah jalan yang terus dibangun dan ditingkatkan kualitasnya.
Selain itu negara juga membiayai kanal besar untuk pertanian. Seluruh wilayah Mesopotamia atau Irak sekarang mendapatkan aliran air dari sungai Eufrat, sedangkan Persia mendapatkan aliran air dari sungai Tigris. Sebuah kanal besar juga dibangun untuk menghubungkan dua sungai di Baghdad. Pengeringan rawa-rawa juga dilakukan untuk lahan pertanian dipelopori oleh kekhalifahan Abbasiyah.
Yang tak kalah penting, negara juga memberikan dukungan kepada para petani. Meliputi dukungan dalam permodalan, baik dalam bentuk pemberian seperti yang dilakukan khalifah Umar bin Khattab pada rakyat Irak ataupun pinjaman tanpa bunga seperti pada kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz dengan keringanan jangka waktu pengembalian dalam kurun 2 tahun setelahnya. Salah seorang cendekiawan berkebangsaan Inggris,
Joseph McCabe mengungkapkan, di bawah kendali Muslim Arab (pada masa Khilafah), perkebunan di Andalusia jarang dikerjakan oleh budak. Perkebunan dikerjakan oleh para petani sendiri. Di saat yang sama, bangsa Eropa masih didukung oleh sistem feodal, saat tanah dikuasai oleh para tuan tanah dari kalangan bangsawan, sedangkan petaninya hanya sebagai buruh tani yang miskin. MasyaAllah, maka wajar jika semua kebijakan dalam sistem kekhilafahan yang ada mampu mencetuskan kegemilangan dalam bidang pertanian.
Nyatanya sungguh berbeda jauh dengan sistem pertanian yang ada di Indonesia saat ini, sangat jauh tertinggal. Perkembangan sistem pertanian saat ini lebih mengarah ke ranah pemenuhan hasil pangan yang instan yakni impor. Indonesia pada dasarnya telah memiliki potensi produk pangan yang tersebar luas diberbagai pelosok daerah yang begitu luar biasa menghasilkan bermacam-macam hasil pangan.
Namun sayangnya untuk saat ini para pemangku kebijakan masih salah kaprah dalam mengatur kebijakan yang menunjang berbagai potensi di sektor pertanian. Jika peradaban pertanian di Indonesia ingin benar-benar maju, selayaknya bersegera mengikuti jejak peradaban pertanian umat muslim di zaman keemasannya dahulu.
Selain itu dibutuhkan pula pengaturan berbagai macam kebijakan regulasi dari pemerintah Indonesia untuk mendukung pertanian yang pro petani kecil. Oleh sebab itu sangat penting mempelajari sirah dan mengambil hikmah darinya sehingga mampu untuk membawa umat muslim kembali ke zaman keemasannya salah satunya di sektor pertanian. Konsep-konsep Islam yang ada di dalam Alquran akan menjadi pedoman hidup bagaimana mengelola pertanian yang lebih baik.
Sedangkan bagi pemangku kekuasaan selayaknya merenungkan salah satu hadits dari Abu Hurairah ra, Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat. Barang siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat.” (HR. Muslim).[MO]
baca juga : https://www.mediaoposisi.com/2018/03/derita-petani-di-negeri-loh-jinawi-1.html
baca juga : https://www.mediaoposisi.com/2018/03/derita-petani-di-negeri-loh-jinawi-1.html