Kematian Chairul Ridho (28), pria yang ditembak mati setelah dijemput personel Polrestabes Kota Medan terkait kasus dugaan penggelapan uang Rp6 miliar milik BRI Cabang Medan-Putri Hijau penuh kecurigaan. Hal itu disampaikan keluarga korban, Minggu (14/1/2018).
“Setelah dijemput polisi dari kantornya, kami tidak tahu dia dimana. Kami cari, tapi tidak ketemu. Kami dapat informasi dari teman di Polda, katanya dia sedang dibawa ‘jalan-jalan’. Tapi ternyata, malamnya datang polisi kasih tahu dia sudah meninggal,” kata abang kandung Ridho, Jumadin.
Ketika pihak keluarga hendak melihat jenazah Ridho di RS Bhayangkara Medan, pihak rumah sakit terkesan menghalang-halangi. Keluarga pun bersikeras dan ngotot mau melihat mayat Ridho, hingga akhirnya diperbolehkan.
“Pas kami lihat mayatnya, ada bolong di dadanya seperti bekas tembakan. Kemudian, dadanya merah seperti luka lebam dan kakinya biru kemungkinan kena pukul,” ucapnya.
Tak terima dengan kematian adiknya yang tak wajar, pihak keluarga pun sedang berupaya mencari keadilan. Mereka sudah menunjuk kuasa hukumnya.
Suryono kerabat pelaku, mengaku tidak terima dengan kematian teman dekatnya tersebut.
Diutarakannya, pada hari Jumat, sekitar jam 07.30 WIB, Ridho dicari oleh empat orang yang mengaku sebagai polisi, lalu Ridho dibawa untuk dimintai keterangan.
“Sampai Sabtu malam pukul 23.00 WIB Ridho tidak ada pulang. Yang datang hanya surat penangkapan dan berita bahwa si Ridho sudah di tembak mati,” ujar Suryono.
Menurut dia, setiap ditanya kepada Ridho tidak pernah mengaku terlibat. Akan tetapi, ada tingkat kecurigaan itu pada saat kejadian (13/10/2018) lalu, Ridho cuti kerja dengan alasan menghadiri pesta anak dari mamak angkatnya di Pekanbaru.
“Mungkin hal itu yang membuat Ridho diduga terlibat dalam kasus penggelapan uang Rp6 miliar tersebut. Tapi, kalau terlibat kenapa tersangka lain enggak ditembak mati,” ucap Suryono.
Setelah kejadian penggelapan uang, Ridho masih berkumpul dan bermain seperti biasa dengan teman yang lain dan tidak ada menampakkan gelagat mencurigakan.
“Terakhir komunikasi Kamis malam, setelah itu di WA dan telepon tidak aktif. Dengar kabar sudah meninggal,” tandas Suryono.
Seperti diketahui, Tim gabungan Satuan Reskrim Polrestabes Medan dan Jahtanras Ditreskrimum Polda Sumut dikabarkan telah meringkus oknum pegawai Kantor Kas (TKK) Bank BRI Putri Hijau yang membawa kabur uang sebanyak Rp6 miliar. Pelaku diringkus setelah hampir tiga bulan buron.
Informasi diperoleh, pelaku diringkus polisi dari kantornya PT Beringin Gigantara (vendor BRI untuk pengelola ATM) di Jalan Merak, Kelurahan Sikambing B, Kecamatan Medan Sunggal, Jumat (12/1/2018).
Kasat Reskrim AKBP Putu Yudha membenarkan perihal penangkapan penggelapan uang senilai Rp6 miliar tersebut. Namun, Putu mengaku penangkapan di Pekanbaru.
“Benar, sudah ditangkap di Pekanbaru,” kata Putu Yudha.
Pun begitu, Putu belum bersedia merinci terkait penangkapan ini. Sebab, pihaknya masih melakukan pengembangan untuk menangkap pelaku lainnya.
“Baru ditangkap satu orang. Kami bekerja sama dengan Subdit Jatanras Polda Sumut masih melakukan pengembangan untuk menangkap pelaku lainnya,” ujarnya.
Keluarga Laporkan Polisi Penangkap Tersangka Penggelapan Dana Rp6 Miliar ke Propam
keluarga korban menempuh jalur hukum dengan melaporkan polisi yang melakukan penangkapan terhadap Ridho.
“Senin kami akan mengadu ke Propam Polda (Sumut). Kami ingin mencari keadilan,” ujar kuasa hukum keluarga Ridho, Baginta Manihuruk, Minggu (14/1/2018).
Baginta menyebutkan, kliennya sempat dua kali ditangkap. Pertama dikirimkan dalam keadaan sehat dan kedua kalinya dikirimkan kembali dalam keadaan sudah tidak bernyawa.
“Ada yang membuat keluarga heran, mengapa surat penangkapan baru diterima sesudah Ridho meninggal dunia,” cetusnya.
Oleh sebab itu, kata dia, pihaknya akan menindaklanjuti secara hukum agar polisi tidak seenaknya dalam menegakkan keadilan.
“Kalau semua keadilan ditegakkan tidak dengan benar, bukan keadilan namanya,” kesalnya.
Menurut dia, banyak kejanggalan yang terjadi terhadap Ridho. Dari prosedur penangkapan sudah seperti tanda tangan yang tidak langsung ditandatangani oleh Ridho.
“Selain itu, keanehan lain terlihat dari jenazah menurut keluarga, seperti di jantung ada bekas tembakan. Kaki kanan dan kiri hancur, seperti bekas pukulan benda tumpul dan bahu kanan kiri lebam,” bebernya.
Ia melanjutkan, indikasi itu memungkinkan saja tapi butuh proses pengembangan.
“Polisi tentu ada argumen-argumen, kami juga tentu sebagai pengacara keluarga punya argumen tersendiri berdasarkan hukum bukan sembarangan,” tandasnya. (fir/pojoksumut)