Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuwono tak menampik partainya memiliki persyaratan pencalonan berupa kemampuan finansial bagi kandidat yang akan maju di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Meski begitu, uang itu hanya digunakan bagi kepentingan pribadi kandidat sebagai upaya pemenangannya di Pilkada. Arief menyampaikan hal tersebut untuk menanggapi pernyataan Ketua DPP Garda 212 Ansufri Idrus Sambo yang mengungkap tiga syarat dari Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bagi setiap orang yang ingin mencalonkan diri pada Pilkada serentak 2018. Tiga syarat itu meliputi dana, elektabilitas, dan kesanggupan mendukung Prabowo dalam pemilihan presiden 2019 mendatang.
"Uang yang diminta itu bukan untuk partai atau bukan untuk Pak Prabowo. Uang yang diminta itu untuk dirinya sendiri (kandidat) buat pemenangan dia sendiri," ujar Arief saat dihubungi CNNIndonesia.com pada Minggu (14/1).
Arief merinci bahwa modal finansial kandidat berguna untuk membiayai biaya saksi yang tersebar mulai dari tingkat terendah di TPS hingga saksi di tingkat KPUD. Sebagai contoh, Ia menyebutkan bahwa dana yang dibutuhkan untuk saksi di Pilgub Jawa Timur mencapai total Rp141 miliar. "Terutama buat membayar saksi ya, jadi partai harus tau, ia punya dana atau tidak buat membayar saksi itu," kata Arief. "Kunci pemenangan kandidat itu ada di saksi, buat kami melatih saksi, buat nanti dana saksi di TPS, di PPS, PPK sampai tingkat KPUD itu saksi butuh dana yang tak sedikit," tambahnya. Tak hanya untuk operasional dana saksi semata, dana yang dimiliki kandidat juga dibutuhkan untuk mengumpulkan massa saat kampanye berlangsung. "Bisa juga buat ngumpulin orang saat kampanye tuh, emang mereka gak bayar kopi, gak bayar makan? Emangnya hantu yang suruh nyoblos," ungkapnya.
Arief menekankan, kandidat yang telah resmi mendapat dukungan Gerindra tak serta merta harus menanggung sendiri seluruh biaya pemenangan. Ia menyebut modal keuangan pemenangan kandidat bisa ditanggung bersama oleh seluruh kader Gerindra secara gotong royong. Dana itu bisa dikumpulkan dari seluruh kader Gerindra, baik yang duduk di posisi legislatif maupun eksekutif tingkat pusat maupun daerah. "Jadi kandidat itu tidak jadi single fighter sendiri nyiapin dana, tapi juga ada kolaborasi dan bantuan dari pak Prabowo atau kader partai lainnya kalau mereka kekurangan," ungkapnya.
Arief lantas bercerita bahwa pencalonan Anies-Sandi saat Pilkada DKI Jakarta tahun lalu mengalami kekurangan finansial untuk menghadapi putaran kedua Pilgub. Melihat kondisi itu, Gerindra lantas meminta dukungan finansial kepada para kader yang menjabat di tiap Kabupaten/kota sama-sama menyumbang dana untuk kemenangan Anies-Sandi di DKI Jakarta. "Anies-Sandi dulu di putaran kedua udah abis duitnya, gak punya duit lagi, akhirnya kekurangannya ditanggung kader lainnya, satu DPRD saja ya di seluruh kabupaten/kota waktu Anies-Sandi itu suruh nyumbang Rp20 juta," ungkapnya. Oleh karena itu, Arief menekankan bahwa faktor keuangan kandidat yang maju di Pilkada merupakan keniscayaan, karena sistem kontestasi Pilkada saat ini membutuhkan uang untuk kemenangan kandidat. "Kalau mau nyalonin modal kolor doang mah gak usah maju, realistis saja sekarang, wong maju jadi kepala desa saja bisa habis Rp4-5 miliar," Arief.
Arief juga tak menampik pernyataan Sambo soal kandidat yang diusung Gerindra harus sanggup mendukung Prabowo dalam pemilihan presiden 2019 mendatang. Hal itu merupakan salah satu bagian dari pakta integritas yang telah di persyaratkan kepada kandidat saat menerima surat rekomendasi pencalonan dari Gerindra. "Ya itu memang benar, itu bagian pakta integritas kok," ujarnya.
Ia mengatakan bahwa tiap kandidat yang resmi dicalonkan oleh Gerindra harus berkomitmen memenangkan Prabowo sebagai presiden 2019 di tiap wilayah yang dipimpinnya jika berhasil memenangkan Pilkada. Arief juga meminta para kandidat yang diusung Gerindra tak memiliki sifat seperti mantan gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja purnama atau Ahok yang justru mendukung rival Prabowo saat Pilpres 2014 lalu. "Untuk apa kita nyalonin kalo dia nyalonin atau dukung (Capres) yang lain kaya si Ahok, dia bukan malah dukung Prabowo waktu pilpres 2014 lalu," pungkasnya. (CNNIndo)