-->

Perang Salib ke-II

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen

Oleh: Daniel Mohammad Rosyid

Mencemati perkembangan global mutakhir, baiklah disadari bahwa ummat Islam memasuki tahap terakhir Perang Salib II. Istilah Perang Salib terkait erat dengan perkembangan Kristen Eropa di Abad Pertengahan. Tujuan Perang Salib I seperti dinyatakan pemimpin Kristen Eropa adalah untuk merebut Jerusalem dari tangan muslim. 

Selama 100 tahun terakhir ini, sesungguhnya Perang Salib II yg didukung oleh kaum Kristen-Yahudi Eropa telah berlangsung untuk mengkonsolidasikan klaim teritorial sepihak oleh Israel -sebuah negara yg dibentuk oleh Yahudi Eropa- atas tanah Palestina. Sejak 1948, Yahudi Eropa telah menduduki wilayah Palestina,  sebagian dihadiahkan oleh Inggris, sebagian melalui perang dan sebagian lagi melalui pemukiman paksa Yahudi. Namun demikian, Jerusalem masih saja sebuah kota yg dipersengketakan. Yahudi yg didukung (diam2) oleh Kristen Eropa telah mendaku otoritas eksklusif dan penuh atas kota Jerusalem sebagai ibukota abadi Israel. 

Pada tgl 7 Desember 2017, Donald Trump telah mengumumkan pengakuan resmi Jerusalem sebagai ibukota Israel. Pengakuan ini telah mengubah esensi konflik  antara Israel-Palestina menjadi konflik besar antara Muslim dan Yahudi. Sebagian muslim yg bersedia mengakui Israel tidak bisa menerima Jerusalem seluruhnya sebagai ibukota Israel. Mayoritas negara muslim di dunia, sejak Maroko hingga Indonesia, menolak pendakuan Jerusalem oleh Israel termasuk beberapa negara lain seperti Perancis, Jerman, Italia dan Spanyol yg terlibat dalam Perang Salib I.  

Sebuah perbandingan singkat antara Perang Salib I dan Perang Salib II akan menunjukkan makna historis yg penting dan mungkin berguna untuk meramalkan masa depan konflik ini. Perkembangan mutakhir menunjukkan bahwa dunia Islam -terutama Turki dan Iran- akan melancarkan upaya keras untuk merebut kembali Jerusalem seperti yang dilakukan oleh Saladdin Al Ayubi seribu tahun silam. 

Empat tahun (636M) setelah Rasulullah SAW wafat, kaum muslim berhasil menguasai Jerusalem, sebuah kota yg terletak dalam wilayah Byzantium Kristen, disebut Palestina Prima. Sejak saat itu, kaum Kristen Eropa bertekad untuk merebut kembali Jerusalem, terutama bangsa Frank, dengan cara apapun.  Bagi mereka, Jerusalem adalah tempat suci di mana Yesus dilahirkan, disalib, dan dibangkitkan lalu akan kembali sebagai juru selamat. Pada 15 Juli 1099, 463 tahun setelah dikuasai muslim, kaum kristen berhasil merebut kembali Jerusalem dari kaum muslim semasa kekhalifahan Fathimiyah yang berpusat di Kairo, Mesir. Namun demikian, para pejuang Perang Salib I ini menolak menyerahkan Jerusalem ke Byzantium, penguasa Jerusalam pra-Islam. 

(Penting dicatat bahwa Yesus adalah Yahudi dari garis Ishaq putra Ibrahim, namun "dikristenkan"oleh Santo Petrus, Paus yang pertama). 

Peter the Hermit (1050-1115) berteori bahwa dunia kacau karena kaum muslim menguasai Jerusalem,  sehingga menguasai kembali Jerusalem akan mengembalikan perdamaian dunia. Bertindak di atas teori inilah, kaum Kristen Eropa memutuskan untuk melenyapkan semua manusia yg tidak beriman, muslim dan Yahudi dari Jerusalem bagi dominasi eksklusif Kristen. Pembunuhan kejam atas Yahudi dan Muslim yang berdiam di Palestina dibenarkan atas nama kehendak Tuhan.  

Teori Peter the Hermit melalui Perang Salib I telah mentransformasi Kristen Eropa. Teologi Perang Salib mencampakkan ajaran Kristen yg penuh kasih menjadi ajaran yg menganjurkan perang brutal "for just cause" dan mengubah Eropa menjadi mesin perang yg menjarah bumi selama beratus-ratus tahun kemudian. Pembunuhan massal Yahudi, penjajahan Timur Tengah, Afrika hingga Nusantara, dan islamophobia di mana-mana yg marak saat ini adalah sebuah  kebangkitan teori Peter the Hermit. 

Sejak keruntuhan kekhalifahan Ottoman hampir 100 tahun silam, Perang Salib II telah berlangsung terus secara asimetri melalui tata kelola dunia di bawah PBB yg tidak adil, sistem keuangan global ribawi, pemaksaan HAM ala Barat, perjanjian-perjanjian  perdagangan, dan investasi untuk penguasaan sumber-sumberdaya alam negara-negara muslim oleh korporasi asing. Nekolim ini bisa terus terjadi karena rekrutmen kepemimpinan politik ala demokrasi Barat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yang diinspirasi oleh nilai-nilai Islam. 

Apakah Erdogan akan menjadi Saladin sejarah yg akan membuktikan? [IJM]

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close