Oleh: Aminudin Syuhadak - Direktur LANSKAP
Poros ketiga batal di Jawa Timur. PAN merapat ke pasangan Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak. PKS dan Gerindra memilih ke Saifullah Yusuf alias Gus Ipul-Puti Guntur Soekarno. PKS secara resmi mengumumkan dukungan kepada Gus Ipul, pagi ini. Sementara, Gerindra akan mengumumkannya di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara No.4, Jakarta Selatan, malam nanti. (https://www.merdeka.com/politik/hasto-sebut-pks-dan-gerindra-hanya-beri-dukungan-di-pilgub-jatim.html)
meski reformasi sudah berjalan lebih dari lima belas tahun, fakta politik ‘pokok menang’ menunjukkan bahwa belum ada yang berubah dalam perpolitikan negeri ini. Politik tetap saja berkutat pada bagaimana meraih dan mempertahankan kekuasaan dengan mengesampingkan ideologi.
Partai-partai dan para politisinya berpolitik tanpa arah yang jelas. Nalar pragmatis tampak begitu dominan sehingga kepentingan lebih dikedepankan. Kerjasama politik lebih dilakukan dengan pola politik transaksional yang berporos pada kepentingan sehingga melahirkan kerjasama semu. Bersatu jika ada kesamaan kepentingan dan bubar jika kepentingan tidak terakomodasi. Hal itu makin menegaskan jargon politik sekuler demokrasi bahwa tidak ada musuh atau kawan yang abadi, yang pasti dan langgeng adalah kepentingan.
Akibatnya, hiruk pikuk perpolitikan tidak bersinggungan langsung dengan nasib rakyat. Bahkan rakyat lebih sering menerima getahnya sedangkan nangkanya dinikmati oleh penguasa, pejabat, para politisi dan pemodal mereka. Rakyat pun tidak kunjung menemukan jawaban-jawaban dari berbagai problem yang melilit. Para pejabat dan politisi sibuk dengan kehidupan mereka sendiri. Sementara di sisi lain, rakyat dibiarkan sendirian berjibaku menghadapi berbagai persoalan. Mereka di pisahkan jarak “opurtunisme dan pragmatisme” politik.
Sejauh ini tidak terlihat relevansi antara hiruk pikuk para elit politik itu dengan problem rakyat yang butuh solusi kongkrit. Realitas yang ada menunjukkan nalar pragmatis dan politik kekuasaan tetap begitu dominan. Isu penataan koalisi tetap begitu kental dengan upaya mengamankan kekuasaan dan berporos pada kepentingan. [IJM]