Oleh: Ayubi Sugeng - Analis Garda An Nashr
Dalam demokrasi kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Pemerintahan dijalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih di bawah setiap pemilihan bebas. Sebagaimana ucapan Abraham Lincoln bahwa demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Dalam setting sosio-historisnya di Barat, demokrasi lahir sebagai solusi dari dominasi gereja yang otoritarian dan absolut sepanjang Abad Pertengahan (abad V-XV M). Di satu sisi ekstrem, dominasi gereja yang berkolaborasi dengan para raja Eropa menghendaki tunduknya seluruh urusan kehidupan (politik, ekonomi, seni, sosial, dll) pada aturan-aturan gereja. Di sisi ekstrem lainnya, dominasi gereja ini ditentang oleh para filosof dan pemikir yang menolak secara mutlak peran gereja (Katolik) dalam kehidupan.
Terjadinya Reformasi Gereja, Renaissance dan Humanisme, menjadi titik tolak awal untuk meruntuhkan dominasi gereja itu. Akhirnya, pasca Revolusi Prancis tahun 1789, terwujudlah jalan tengah dari dua sisi ekstrem itu, yang terumuskan dalam paham sekularisme, yakni paham pemisahan agama dari kehidupan. Agama tidak diingkari secara total, tetapi masih diakui walaupun secara terbatas, yaitu hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan. Lalu hubungan manusia dengan manusia siapakah yang mengatur dan membuat hukumnya? Jawabannya, tentu manusia itu sendiri, bukan Tuhan atau agama. Pada titik inilah demokrasi lahir.
Sehingga demokrasi memberikan kepada manusia dua hal:
(1) Hak membuat hukum (legislasi). Inilah prinsip kedaulatan rakyat (as-siyadah li al-syar’i). Prinsip ini kebalikan dari kondisi sebelumnya, yaitu hukum dibuat oleh para tokoh-tokoh gereja atas nama Tuhan.
(2) Hak memilih penguasa. Inilah prinsip kekuasaan rakyat (as-sulthan li al-ummah). Prinsip ini kebalikan dari kondisi sebelumnya, yaitu penguasa (raja) diangkat oleh Tuhan sebagai wakil Tuhan di muka bumi dalam sistem monarki absolut. Jadi, dalam demokrasi, rakyat adalah sumber legislasi dan sumber kekuasaan (source of legislation and authority).
Demokrasi sesungguhnya adalah seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan. Demokrasi juga mencakup seperangkat praktik dan prosedur yang terbentuk melalui sejarah panjang dan sering berliku-liku. Pendeknya, demokrasi adalah pelembagaan dari kebebasan. Maka dari itu, munculah kebebasan di segala aspek kehidupan. Sistem demokrasi melahirkan beberapa poin yang akhirnya menjadi sokoguru demokrasi: (a) kedaulatan rakyat; (b) pemerintah berdasarkan persetujuan dari yang diperintah; (c) kekuasaan mayoritas; (d) hak-hak minoritas; (e) jaminan HAM; (f) pemilihan yang bebas dan jujur; (g) persamaan di depan hukum; (h) proses hukum yang wajar; (i) pembatasan pemerintahan secara konstitusional; (j) pluralisme sosial, ekonomi dan politik; (k) nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama dan mufakat.
Jelaslah, demokrasi merupakan ideologi buatan manusia. Akidahnya memisahkan agama dari kehidupan (sekular), kontradiksi dengan akidah Islam. Sistemnya juga menyalahi sistem Islam karena tidak bersandar pada wahyu Allah SWT. Demokrasi hanya bersandar pada rakyat. Keburukan yang menonjol dari demokrasi adalah suara mayoritas dalam menentukan kebenaran. Jelas sekali demokrasi bertentangan dengan Islam (Lihat: QS al-An’am [6]: 116). [IJM]