Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Serang meminta penyaluran bantuan sosial (bansos) dari pemerintah daerah ditunda hingga proses pilkada serentak 2018 selesai. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari modus baru politik uang yang dikemas melalui bansos.
Ketua Panwaslu Kota Serang Rudi Hartono mengatakan, bansos untuk lembaga atau untuk bantuan pembangunan yang disertai ajakan untuk memilih atau tidak pada salah satu calon termasuk politik uang. Pelaku yang terlibat dapat ditindak sesuai undang-undang yang berlaku.
Menurutnya, dana bantuan sosial masih rawan dijadikan permainan politik saat pilkada. "Tapi yang jelas, kalau memang polanya akan mengarah ke politik uang, kami minta bansos ditunda dulu, nanti dicairkannya setelah pilkada saja," kata Rudi, Kamis, 25 Januari 2018.
Menurutnya, bansos untuk memengaruhi pemilih rawan dilakukan oleh Pemerintah Kota Serang, karena ada salah satu bakal calon yang merupakan istri Wali Kota Serang Tubagus Haerul Jaman. Selain itu, pihaknya juga menyarankan kepada para bakal pasangan calon agar menahan diri untuk memberikan bantuan sosial kepada masyarakat, meskipun bantuan itu berasal dari uang pribadi. Sebab menurut Rudi, jika hal tersebut digunakan untuk mempengaruhi pilihan masyarakat, maka itu bisa dikategorikan sebagai praktik politik uang.
Dia menambahkan, pada dasaranya Panwaslu tidak melarang pemberian bansos dalam bentuk apapun, asalkan tidak dicampuri ajakan untuk memilih atau tidak memilih salah satu pasangan calon. "Kalau mau ngasih bantuan, ya, kasih saja, tidak boleh ada ucapan, bahwa nanti masyarakat harus milih calon tertentu," ujar Rudi.
Pengamat politik dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Gandung Ismanto, memprediksi modus politik uang dalam pilkada serentak 2018 di Provinsi Banten akan semakin variatif, termasuk dikemas dengan cara memberikan bantuan sosial. Hal tersebut lantaran pilkada serentak di Banten akan diikuti oleh para inkumben dan isteri wali kota.
Pergeseran model politik uang, Gangung melanjutkan, bisa disebabkan oleh pengawasan Panwaslu yang kian ketat, salah satunya dengan memberikan ancaman kurungan pidana. Sehingga, membuat pelaku politik mulai waspada, namun tidak secara otomatis membuat mereka jera. "Dari yang politik uang sifatnya retail atau eceran dengan bagi-bagi langsung ke masyarakat, sekarang berubah ke bentuk-bentuk bantuan sosial, bantuan masjid, panti asuhan atau bakti sosial," kata Gandung.
Dalam catatan Gandung, sejak pengawasan politik diperketat, praktik politik uang dengan cara memberikan uang secara langsung kepada masyarakat kian menurun. Secara persentase, saat pilkada 2015 ada sekitar 10 persen warga yang terpengaruh politik uang. Angka ini menurun menjadi 3 persen saat Pilkada 2017, namun dengan modus yang berubah, membesar menjadi 25 persen dalam bentuk bantuan-bantuan sosial.
Untuk pilkada di Kota Serang, ia juga menyarankan penyelenggara pemilu lebih memperketat pengawasan. Sebab salah satu calon yang maju merupakan istri Wali Kota Serang Haerul Jaman, yakni Vera Nurlaila Jaman.
"Vera bagaimapun istri Wali Kota Serang yang berpotensi menggunakan sumber daya negara dan pemerintah untuk kepentingan politiknya," kata Gandung. Potensi kerawanan itu, kata dia, harus dipetakan sedemikian rupa agar pilkada tidak berpotensi memiliki kerawanan yang tinggi. "Intinya harus dicegah," ujar dia.
tempo
tempo