Kupas Tuntas Naura dan Genk Juara, Film yang Menantang Umat Islam
Opini Bangsa - Film bioskop dengan segmentasi anak-anak memang masih jarang dilirik dan digarap oleh insan film Indonesia. Alasannya sederhana, boro-boro box office, bisa menutup biaya produksi alias break even saja sudah bagus.
Kekosongan akan film anak inilah yang akhirnya membuat sebuah komunitas kreatif yang didukung sebuah konsorsium media besar, mencoba menghadirkan kembali film anak-anak dengan bumbu nyanyian agar lebih bisa dicerna dengan mudah oleh anak-anak.
Tak main-main, konsorsium media ini bukanlah sembarang konsorsium ecek-ecek. Mereka sangat berpengalaman dalam bidang film, edukasi dan sekaligus musik melalui program Dendang Kencana dan Ayo Menyanyi. Ya. Film ini didukung Kelompok Kompas Gramedia, seperti yang diungkap Kang Maman Suherman melalui akun Facebooknya.
Setelah melalui diskusi panjang dan produksi yang sangat serius dan melelahkan, lahirlah Naura dan Genk Juara The Movie (NGJ) sebuah film musikal anak yang disutradarai Eugene Panji.
Sejak 16 November 2017, NGJ mulai tayang di sejumlah bioskop. Film ini dibintangi penyanyi Adyla Rafa Naura Ayu, anak penyanyi Riafinola Ifani Sari alias Nola 'B 3', sebagai tokoh utama bernama Naura.
NGJ berkisah mengenai pertemanan Naura, Okky, dan Bimo. Mereka mewakili sekolah dalam mengikuti kompetisi sains yang berlokasi di Situ Gunung, Sukabumi. Di sana, mereka bertemu Kipli, ranger cilik yang ingin mengungkap dan menggagalkan upaya sindikat Trio Licik yang ingin memperdagangkan satwa liar.
Sayangnya, saat mulai rilis, film ini mendapat sorotan negatif dan kritik keras dari publik terkait dialog dan karakter tokoh yang dinilai melecehkan Islam.
What a shame!
Seorang dokter asal Riau yang status facebooknya kini viral, Nina Asterly dengan sangat emosional menuliskan review sekaligus kritik atas film tersebut.
"Para penjahat digambarkan orang yang berjenggot, brewokan selalu mengucapkan istighfar dan mengucapkan kalimat-kalimat Alloh lainnya... lebih ekstrim lagi saat si penjahat yang diserang anak-anak lalu si penjahat lantang mengucapkan kalimat takbir berkali-kali," tulis Nina
Sementara, seorang kompasianer, Windi Ningsih, memberi gambaran lebih kompleks mengenai film ini. Mulai dari tema, kostum, sentimen agama hingga psychopathy sang penjahat.
Baik Nina maupun Windi, dan mungkin masih banyak orangtua lain di luar sana, merasa kecolongan karena sudah merogoh kocek untuk sebuah film yang pada akhirnya tidak sesuai ekspektasi.
"Islam dicitrakan sebagai penjahat berjenggot, yang meski meneriakan takbir, sering istighfar, namun berkelakuan bejat, bahkan di film dinamai trio licik!", tulis Windi dalam artikelnya di laman Kompasiana.
Bila film berdurasi hampir 100 menit ini dilihat secara menyeluruh, tampak pada bagian awal film, salah seorang di antara para penjahat tersebut memang sempat mengucap istighfar ketika berbincang dengan sesama penjahat.
Penggalan lain terkait simbol Islam, terjadi setelah film berjalan sekitar 1 jam, berupa doa saat malam hari di tengah hutan, si penjahat ketakutan karena mengira ada hantu. Salah seorang dari mereka pun berdoa. Hanya saja, yang dibaca adalah doa sebelum makan. Ia pun ditegur penjahat yang lain.
Pada bagian puncak film, saat mobil para penjahat dikerjai peserta camping, para penjahat tersebut menyerukan takbir dan meneriakkan "astaghfirullah".
Peletakkan seruan takbir, doa yang ngawur serta ungkapan astaghfirullah yang dilekatkan pada sosok antagonis berlabel penjahat inilah yang mungkin menyebabkan beberapa kalangan kecewa dan marah.
Kekecewaan dan kemarahan ini akhirnya melahirkan seruan boikot dan petisi agar film Naura dan Genk Juara The Movie ditarik dari peredaran.
Meski Lembaga Sensor Film (LSF) tidak menemukan bahwa film ini mendiakreditkan Islam dan sang sutradara, Eugene Panji yang kebetulan seorang pendukung Ahok, menyatakan ia hanya ingin memberi sajian film sehat untuk anak-anak, namun Panji pun sadar, ia tak bisa mengendalikan opini publik sudah kadung geram.
Pernyataan Panji mengenai kategori film sehat untuk anak-anak, memang debatable.
Terlepas dari berbagai anggapan mengenai adanya "agenda terselubung" para kreator film NGJ (Sutradara: Eugene Panji, Produser: Handoko Hendroyono, Pax Benedanto dan Amalia Susilowati Prabowo), kehadiran film ini semestinya telah melecut kesadaran para seniman muslim untuk memproduksi sebuah film anak-anak dengan konten islami yang proporsional.
Persoalan modal memang bukan hal sederhana, namun bukan hal yang terlalu sulit juga untuk diupayakan demi pendidikan dan hiburan generasi mendatang. [opinibangsa.info / pi]