Pojok-Aktivis - Ketika ada bbrp ekonom baik yang duduk dalam pemerintahan maupun yg diluar (tetapi dikenal sbg pendukung kekuasaan) mengatakan bahwa DAYA BELI TIDAK TURUN TETAPI RAKYAT MENUNDA KONSUMSINYA, saya amat miris karena ekonom2 ini sudah berakrobat keluar dari disiplin ilmunya sendiri, tentunya demi agenda2 pribadinya.
Sebagai ekonom seharusnya mereka tahu bahwa konsumen tidak mudah (RIGID) untuk mengubah pola atau behaviour konsumsinya, antara lain diuraikan oleh ekonom pemenang Nobel Prof.Milton Friedman dari Chicago University. Begitu rigidnya dalam pola berkonsumsi sampai sampai ketika pendapatannya turun, konsumen tetap mencoba bertahan dengan level konsumsinya dengan cara mengambil tabungannya. Ketika tabungannya habis, untuk mempertahankan pola atau kebiasaan konsumsinya atau gaya hidupnya, konsumen mulai menjual aset asetnya dan setelah asetnya yg bisa dijual habis, kadang di lanjutkan dengan berutang (bila masih ada yang percaya). Karena itu kurang logis bila dikatakan konsumen tiba tiba menunda konsumsinya, kecuali jika terjadi krisis politik atau keamanan. Tapi tidak dalam keadaan normal.
Alhamdullihnya debat kusir soal penurunan daya beli sudah terjawab dengan publikasi BPS yg menyimpulkan bahwa memang ada penurunan daya beli. Sebelum pengumuman BPS itu saya sudah mengingatkan kpd para ekonom akrobat yg bersilat lidah bhw daya beli tidak turun tetapi masyarakat cuma menunda konsumsinya, dengan sindiran. Sindiran itu agar para ekonom akrobat (utk tidak menyebutnya penjilat) itu nekad meneruskan akrobat konyolnya dengan menambahkan pernyataan2 kocaknya bahwa rakyat tidak ada yg miskin cuma menunda jadi kaya; dan rakyat tidak ada yg menganggur cuma menunda bekerja, dst. Kata orang dulu, ngono yo ngono ning ojo ngono, atau kata guru agama saya, innalillahi wainnailaihi rojiun.
Jkt. 12 Nop 2017.
Fuad Bawazier, ekonom "dulu".
from Pojok Aktivis