Antam Cs Tak Lagi BUMN, Asing Bakal Berkuasa?
Opini Bangsa - Rencana untuk menjadikan tiga perusahaan tambang PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (Antam), PT Bukit Asam (Persero) Tbk, dan PT Timah (Persero) Tbk menjadi perusahaan nonpersero akan dibahas pada Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) 29 November 2017.
Nantinya, saham kepemilikan langsung negara sebesar 65% dialihkan ke PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum). Pelepasan status tiga BUMN tersebut untuk memuluskan rencana pembentukan holding BUMN tambang pada tahun ini yang akan dipimpin Inalum.
Namun, pelepasan status ini menimbulkan banyak pandangan, salah satunya potensi besar bagi swasta untuk masuk ke perusahaan tersebut. Bahkan, dikhawatirkan pihak asing menguasai saham mereka layaknya PT Indosat Tbk (ISAT).
Direktur Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan, rencana perubahan tiga perusahaan tambang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini harus ditolak.
“Wah, kalau sampai terjadi ini harus ditolak,” tegas Marwan kepada Okezone, Rabu (15/11/2017).
Marwan menambahkan, apabila rencana ini benar-benar dijalankan, masyarakat harus meminta DPR untuk mencegah penjualan aset negara ini.
“Hal ini membuat Indonesia seakan-akan menjadi bangsa terbelakang hanya karena alasan untuk memperoleh uang,” jelas Marwan.
Menurutnya, kini swasta mulai mendominasi. Mulai dari bandara hingga pelabuhan, hampir seluruhnya dikerjakan oleh swasta. Pemerintah seharusnya memperbesar dan memperbaiki aset yang dimiliki bukan malah menjual aset negara.
Marwan juga mengatakan privatisasi tiga perusahaan tambang ini bisa terjadi seperti penjualan PT Indosat Tbk.
Perlu diketahui, saat ini komposisi kepemilikan saham di Antam oleh pemerintah sebesar 65% atau sebanyak 15,6 miliar lembar saham. Lalu sebanyak 35% dimiliki oleh publik atau sebanyak 8,4 miliar lembar saham, lalu sebanyak 134.785 dimiliki oleh Hari Widjajanto, 30.000 oleh Tatang Hendra, dan Dimas Wikan sebanyak 7.500.
Sementara kepemilikan saham PT Timah dikomposisi oleh pemerintah sebanyak 65% atau setara dengan 4,8 miliar lembar saham. Sementara publik memiliki sisanya 35% atau setara dengan 2,6 miliar saham.
Sedangkan saham PT Bukit Asam dimiliki oleh pemerintah sebanyak 65,02% atau setara dengan 1,4 miliar saham. Sementara sisanya dipegang oleh publik sebanyak 34,98% atau setara dengan 806 juta saham dan Muhammad Said sebanyak 27.000 saham. [opinibangsa.info / okz]