Oleh: Salamuddin Daeng
FAKTA
1. Pada dasarnya pemurnian dan smelterisasi telah disepakati dalam KK. Namun sejak tahun 1967 sampai dengan saat ini pengolahan dan pemurnian di dalam negeri hanya sebagian kecil dilaksanakan.
2. UU No 4 tahun 2009 mengatur kembali kewajiban perusahaan pertambangan termasuk PT FI untuk melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Kewajiban perusahaan tambang melakukan pemunian termaktub dalam Pasal 102 yang menyatakan Pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral dan batubara.
Pasal 103 ayat (1) Pemegang IUP dan IUPK Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri. Ayat (2) Pemegang IUP dan IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengolah dan memurnikan hasil penambangan dari pemegang IUP dan IUPK lainnya. Ayat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan nilai tambah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 102 serta pengolahan dan pemurnian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Selanjutnya batas waktu pengolahan dan pemurnian diatur dalam Pasal 170 yang menentukan pemegang KK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1) selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Dengan demikian Freeport seharusnya telah selesai membangun smelter atau melakukan pemurnian sejak 2014 lalu. kewajiban tersebut tidak dapat ditawar tawar lagi karena merupakan mandate dari UU Minerba. kecuali kalau UU minerba diubah.
CURANG
1. Pemerintahan Jokowi menerbitkan PP No 1 Tahun 2017 yang memberikan tenggang waktu atau toleransi lebih lama kepada PT. Freeport untuk menjalankan kewajibanya membangun smelter.
2. Pasal 112C ayat (1) Pemegang KK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara wajib melakukan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri. Ayat (2) Pemegang IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 angka 4 huruf a Peraturan Pemerintah ini wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri.
3. Pemerintah telah menerbitkan Permen ESDM No. 5 Th 2017 tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam Negeri sebagaimana telah diubah Permen No. 28 Th 2017 dan Permen No. 6 Th 2017 tentang Tatacara dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Pemurnian untuk melaksanakan PP No. 1 Th 2017.
4. Munculnya permasalahan disebabkan pemerintah melalui berbagai peraturan perundangan di atas secara tidak langsung mengisaratkan kepada seluruh pemegang KK termasuk PT FI bersedia mengubah KK menjadi IUP dan IUPK agar tetap mendapatkan ijin export konsentrat, namun PT FI menganggap bahwa regulasi tersebut menimbulkan ketidak pastian. Perubahan menjadi IUPK inilah yang menjadi dasar toleransi kepada Freeport terkait pembangunan smelter hingga lima tahun ke depan.
5. Terbitnya PP Nomor 1 Tahun 2017, Permen ESDM Nomor 5 Tahun 2017 dan Permen Nomor 6 Tahun 2017 yang justru memberikan kelonggaran eksport konsentrat dan tenggang waktu pembangunan smelter. Karena ketentuan penerbitan IUPK Sementara dalam Revisi Permen ESDM tersebut makin tumpang tindih dan bertentangan dengan UU Minerba.
PENGKHINATAN
1. Tidak hanya pelonggaran tetang waktu pembangunan smelter yang diberikan kepada Freeport. Pemerintah Jokowi juga memberikan ijin ekspor bahan mentah yang seharusnya telah dilarang berdasarkan UU Minerba.
2. Tidak sampai disitu, pemerintahan Jokowi juga memberikan kelonggaran nilai bea keluar atas eksport Freeport. PT FI dari yang seharusnya 7,5 persen menjadi hanya 5 persen. Kebijakan ini melanggar peraturan Menteri Keuangan. Pemberian kelonggaran ini didasarkan pertimbangan adanya kemajuan fisik kemajuan smelter, padahal tidak ada sama sekali kemajuan dalam pembangunan smelter.
3. Kebijakan tersebut jelas bertentangan dengan UU Minerba. Terlihat bahwa PT FI mendapatkan keistimewaan yang luar biasa dari Pemerintah Indonesia. Seharusnya pemerintah konsisten untuk menegakkan UU Minerba sebagai dasar dalam negoisasi dengan PT FI (KK/keberlanjutan operasi, kewajiban divestasi saham, dan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian/smelter dan kewajiban pajak Freeport.
Di depan media massa Pemrintah Jokowi dan menteri ESDM Ignatius Jonan memperlihatkan wajah nasionalis, sok keras dan sok tegas kepada Freeport. Namun faktanya pemerintah justru memberikan toleransi kepada Freeport untuk tidak menjalankan kewajiban kepada Negara Indonesia sebagaimana UU yang berlaku. Lebih menjijikkan lagi sudah mendiskon berbagai kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan tambang tersebut, eh malah Freeport menolak tindakan murahan pemerintah. Malu kan? [IJM]