-->

Napi Overload Dan Perlunya Perubahan Paradigma Hukum

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen
Tahanan Overload



Oleh Kurdiy At Tubany 
(Aktivis di Lingkar Opini Rakyat)

Kiriman Naskah| Media Oposisi-Pada Peringatan Hari Kemerdekaan ke-72 Republik Indonesia, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menyampaikan informasi bahwa total narapidana dan tahanan di seluruh Indonesia  berjumlah 226.143 orang. Data ini akan terus bertambah dari hari ke hari seiring dengan berbagai kriminalitas dan penangkapan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Jumlah napi yang telah melampaui kapasitas Lapas ini telah menimbulkan beragam persoalan, baik persoalan social, keamanan, dan juga anggaran. 

Ditilik dari sisi anggaran, ada banyak hak napi yang harus dipenuhi oleh pemerintah. berdasar PP 32 tahun 1999 maka setiap narapidana akan mendapatkan hak diantaranya adalah ibadah, perawatan jasmani, perawatan rohani, pendidikan dan pengajaran, perawatan keshatan dan makanan, meyampaikan keluhan, menapatkan bahan bacaan dan siaran media massa, upah dan premi, kunjungan, remisi, asimilasi dan cuti, hak politik dan lain sebagainya. 

Sebagai gambaran dari sisi pemenuhan kebutuhan makan napi, Kemenkuham membutuhkan dana 2,4 Triliyun Per tahun.

(http://nasional.harianterbit.com/nasional/2016/04/12/59890/25/25/Negara-Habiskan-Rp24-Triliun-untuk-Makan-Narapidana).

Untuk diketahui bahwa nilai tersebut adalah berdasar data tahun 2016 dengan jumlah napi saat itu pada kisaran 180.000 lebih, sementara hari ini berjumlah 226.143 napi, tentu saat ini jumlah kebutuhan dana untuk napi lebih besar lagi.

Jika kondisi ini terus berlanjut tentu akan menimbulkan masalah yang serius yang bahkan bisa jadi akan juga mempengaruhi putusan hukum. Dan hal ini sepertinya telah terjadi. Hal ini tersirat pada pernyataan menhukham saat konferensi pers pemberian remisi, jelas disampaikan bahwa jika remisi tidak diberikan maka lapas akan mengalami overkapasitas, dan sebab remisi itu bisa dilakukan penghematan anggaran sampai 102 milliar.

Tentu pertimbangan ini seharusnya tidak boleh ada. Karena sama saja dengan mempersalahkan kebenaran dengan realitas. Hukuman yang adil akhirnya kalah oleh realitas over kapasitas lapas dan keterbatasan anggaran.

Lebih Pada Akibat

Dalam konteks ini, maka kita bisa kaji bahwa langkah yang diambil pemerintah lebih banyak memberikan solusi pada akibat, bukan pada sebabnya. Contoh, pembangunan lapas baru, perluasan lapas, penambahan pegawai-sipir lapas dan semacamnya. Hal yang demikian harus diberhentikan.

Penjara Di Indonesia Sudah Terlalu Penuh

Harusnya yang dilakukan oleh pemerintah adalah melakukan pendekatan pada sebab, yakni pada minimisasi kriminalitas yang masuk ke tahanan lapas. Pada konteks ini jelas terlihat ada persoalan sistem hukum, karena hampir semua persoalan di negeri ini, ujungnya adalah lapas, tanpa peduli ringan atau berat masalah hukumnya. 

Seharusnya sistem penghukuman atas pidana diubah dalam bentuk yang tak melulu berakhir penjara, selain seringkali juga tak menjerakan pelaku. Sistem itu bisa berwujud misalnya kerja social-wajib atau penghilangan bagian tubuh atau denda. Atau juga dengan membuat system tidak setiap aduan atau persoalan pidana harus direspon hingga ke gedung pengadilan yang kemudian bisa berujung penjara (pengadil yang keliling). 

Berikutnya adalah sistem preventif. Biasanya orang melakukan kejahatan adalah motif ekonomi dan moralitas, untuk itu perlu dikemas pendidikan keagamaan (aqidah) yang kuat dan produktif (bukan dogmatis), serta sistem ekonomi yang menghadirkan keadilan ekonomi dan kemerataan ekonomi.

Perubahan Paradigma Hukum

Perubahan paradigma hukum saat ini kepada syariah Islam menjadi sangat perlu dan penting. Syariah Islam memberikan pencegahan dan pemberi efek jera. Hal ini dikarenakan, hukumnya berasal dari Allah Swt, Dzat yang menciptakan manusia. Hukumnya kokoh dan tidak berubah-ubah sesuai selera.

Harus ada perubahan paradigma hukum


Penerapan konsep hukum Islam harus dibarengi dengan penerapan sistem ekonomi Islam dan pendidikan Islam. Tidak ada alasan bagi seseorang melakukan kriminal dengan alasan tidak tahu hukum dan ekonomi. Negara yang menerapkan sistem itu akan betul-betul menegakan hukum, baik untuk pelaksana maupun sistemnya.

Terkait hukum Islam bisa diambil contoh konsep qisos bagi pembunuh. Islam punya konsep qodhi hisbah (hakim keliling untuk tindak pidana ringan dan langsung saat itu dijatuhkan vonis). Islam punya konsep potong tangan bagi pencuri. Islam punya konsep dam (denda). Islam punya konsep nishob pencuri (yang mencuri tidak mencapai nishob maka tidak dilakukan potong tangan, bahkan selanjutnya bisa jadi malah disantuni) dan lain sebagainya. 

 Kini tinggal mau atau tidak untuk bermigrasi pada paradigma baru dalam mengatur sistem hukum?[Mo]





Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close