-->

Hentikan Persekusi Terhadap Eks Aktifis HTI !

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen


Oleh : M. Fathur Rahman Amin - Peneliti di el-Harokah Research Center (HRC)

Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek-Dikti), M. Nasir, akan memberikan dua pilihan kepada dosen dan pegawai perguruan tinggi yang terlibat Hizbut tahrir Indonesia (HTI). Ia berencana menyosialisasikan hal itu kepada para rektor di seluruh Indonesia pada 26 Juli 2017. “Harus mengikuti PP nomor 53 Tahun 2010 tentang disiplin pegawai yang menyatakan harus setia kepdada Pancasila dan UUD 1945,” ujar M. Nasir seusai pembukaan Konggres Pancasila IX di halaman Balairung UGM, Sabtu (22/7/2017). Ia menyebutkan, sesuai Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas dan keputusan Kemenkumham membubarkan HTI, maka pegawai dan dosen yang terlibat HTI harus keluar dari HTI atau apabila ingin bertahan di HTI, maka status pegawai negeri sipilnya dicabut (http://news.liputan 6.com/read/3032103/menristekdikti-beri-2-opsi-pada-dosen-dan-pns-terlibat-hti).

Pernyataan Menristekdikti tersebut patut disayangkan oleh semua pihak, pasalnya eks aktifis HTI itu tidak layak diperlakukan seperti “penjahat”, karena mereka bukanlah pelaku kriminal. Bahkan Perppu ormas dan pencabutan Badan Hukum Ormas HTI juga masih menimbulkan pro-kontra, dan masih ada proses hukum seperti judicial review di Mahkamah Konstitusi, dan belum juga dibahas di DPR, bahkan ada peluang ditolak oleh DPR. Seharusnya Menristekdikti bisa menahan diri dengan tidak melakukan tindakan yang “over acting” terhadap eks aktifis HTI. Karena hal itu justru menimbulkan ketidakstabilan politik di negeri ini. Alih-alih meredam suasana “panas” pasca diterbitkan Perppu Ormas, Menristekdikti justu menjadi pihak yang membuat “genting” suasana politik di negeri ini.

Perlu juga dipahami oleh semua pihak bahwa eks aktifis HTI adalah korban kebijakan dzalim penguasa negeri ini, maka sudah selayaknya semua pihak bersikap dan bertindak secara objektif terhadap eks aktifis HTI. Janganlah justru memihak penguasa dzalim, yang memperlakukan “anak bangsa” eks aktifis HTI dengan semena-mena. Kalaulah ada tuduhan-tuduhan negatif dari pemerintah terhadap eks aktifis HTI, itu hanya masih tuduhan sepihak, yang tidak ada bukti secara empiris. Sementara sejak awal HTI tidak pernah diajak diskusi dan diberi ruang untuk menjawab tudingan-tudingan miring tersebut. Sementara proses pengadilan telah ditutup rapat-rapat dengan terbitnya perppu ormas yang sangat otoriter tersebut.

Sikap Menristekdikti semacam itu patut ditentang, karena bukanlah sikap elegan, bersifat emosional, diskriminatif, dan keluar dari logika akal sehat. Yang jelas eks aktifis HTI, sebagian mereka ada yang bekerja secara profesional di bidangnya. Termasuk sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang direkrut sebagai pegawai karena kompetensinya. Sehingga mengaitkan eks aktifis HTI yang bekerja secara profesional dengan tuduhan sepihak oleh rezim, ini jelas merupakan tindakan yang diskriminatif dan tidak prifesional. Pada prinsipnya Aparatur Sipil Negara (ASN) bekerja sesuai peratutan yang ada, bukanlah “pesuruh” bagi pemerintah, tetapi mereka terikat akad kerja sesuai kompetensinya. Harusnya pemerintah dan seluruh jajarannya tidak boleh gegabah dan bertindak sewenang-wenang terhadap mereka. Jika itu terjadi, berarti rezim ini telah melanggar relulasi yang ada. Maka publik tidak bisa disalahkan jika menuduh rezim ini sebagai rezim yang telah menabrak peraturan yang telah mereka tetapkan sendiri. Dan tindakan itu bisa dikategorikan penyalahgunaan wewenang, yang bagi pelakunya bisa dikenakan sanksi. Di negeri ini tidak ada pihak yang kebal hukum, semua pihak baik pemerintah ataupun rakyat harus menaati hukum yang berlaku. Yang pada prinsipnya Indonesia memang menganut sistem negara hukum, bukan negara kekuasaan.

Seharusnya pemerintah harus bertindak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari tinjauan hukum, manakala legalitas suatu organisasi telah dicabut, berarti secara otomatis segala hal yang terkai dengan organisasi tersebut juga tidak berlaku lagi. Sehingga eks aktifis HTI harus diperlakukan sebagai individu masyarakat pada umumnya, yang mempunyai kedudukan yang sama di depan hukum dan pemerintahan. Jadi mengaitkan eks aktifis HTI dengan ormas HTI, yang secara de yure dan de facto sudah dibubarkan, itu merupakan tindakan yang melanggar hukum. Janganlah hanya bisa menyuruh kepada rakyat agar taat hukum, sementara pada saat yang sama pemerintah sendiri yang telah melanggar hukum. Maka pemimpin muslim di negeri ini, harus ingat dan bisa mengamalkan amal yang sudah digariskan oleh Allah swt dalam al-Qur’an,”Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, membuat kalian berlaku tidak adil. Berlaku adil-lah, karena sesungguhnya berlaku adil itu dekat dengan takwa”. Wallahu a’lam. [IJM]


Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close