Wajah Kemiskinan di Indonesia |
Fauzi Ihsan Jabir (Analis MAin Bidang Sosial Budaya)
Media Oposisi-Badan Pusat Statistik (BPS) merilis jumlah masyarakat miskin di Indonesia mencapai 27,77 juta orang pada Maret 2017. Jumlah tersebut bertambah sekitar 10.000 orang dibanding kondisi September 2016 yang mencapai 27,76 juta orang. Selama periode September 2016–Maret 2017, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 188,19 ribu orang dari 10,49 juta orang pada September 2016 menjadi 10,67 juta orang pada Maret 2017.(www.bps.go.id/17/07/2017)
Kebijakan ekonomi neo liberal yang selama ini dianut pemerintah gagal dalam menciptakan kesejahtereaan dan keadilan bagi rakyat secara menyeluruh. Terbukti dari tahun ke tahun kemiskinan terus meningkat. Program sosial yang selama ini ada jg menuai problem pada tataran akar rumput. Baik penerima salah sasaran hingga tidak tersalurkannya program yang merata ke setiap penjuru negeri. Sudah dari dulu problematika ini ada namun tak kunjung usai, membuktikan program tak tak serius dan nampak tak mampu mengentaskan masalah sosial yang ada.
Hal ini tidak terlepas dari tingkat ketimpangan (Gini Ratio) yang tidak bergeser signifikan. Rasio Gini Maret 2017 adalah sebesar 0,393. Angka ini menurun sebesar 0,001 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio September 2016 yang sebesar 0,394. Tetapi, pemerintah perlu mewaspadai Gini Ratio di daerah perdesaan pada Maret 2017 sebesar 0,320, naik dibanding Gini Ratio September 2016 yang sebesar 0,316. Angka Gini Ratio masih terbilang tinggi dan berbanding lurus dengan tingkat kemiskinan.
Pertumbuhan kemiskinan, konflik sosial, dan ketunaaksaraan, secara intrinsik terkait dengan budaya ketergantungan ekonomi yang berhasil ditanamkan oleh Barat ke dalam pemerintahan negeri-negeri Muslim dan Dunia Ketiga. Hal ini dilakukan dengan sejumlah langkah, seperti manipulasi mata uang, pemanfaatan pinjaman negara, dan legalisasi perusahaan multinasional yang menidakstabilkan dan menghancurkan aktivitas perekonomian Dunia Ketiga.
Apalagi jika melihat utang negara yang mencapai 3.600 Triliun sungguh sadis, bahkan pemerintah berhutang untuk membayar hutang. Kondisi ini menyebabkan kesenjangan sosial dan dampak sosial negatif bagi kesejahteraan rakyat. Semenjak umat Islam tak memiliki payung yang mampu memikirkan dengan serius ksejahteraan masyarakatnya maka mereka akan terus dihisap dan diperas oleh kapitalisme global.