Umatuna.com, Jakarta - Terdakwa kasus dugaan korupsi e-KTP Irman, mengaku keberatan atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang menuntut dirinya dengan hukuman 7 tahun penjara.
"Ya iyalah, nanti akan kita sampaikan di pembelaan. Dan segera kita rumuskan pembelaan baik saya dan Sugiharto yang dituangkan dalam pledoi (nota pembelaan)," ujar Irman usai menjalani sidang tuntutan di PN Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (22/6/2017).
Dia pun menganggap tuntutan yang diberikan JPU tidak sesuai dengan perbuatannya. Sebab, dia telah mengembalikan uang dari proyek e-KTP sejumlah USD 300 ribu dan Rp 50 juta kepada KPK.
"Iya enggak sesuai. Sebenarnya kan yang saya terima udah saya kembalikan semua," jelas Irman.
Selain itu, Irman selaku mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri dituntut membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara. Irman juga harus membayar uang pengganti USD 273.700 dan Rp 2 miliar serta SGD 6.000, yang sekurang-kurangnya harus dibayarkan 1 bulan.
"Jika tidak ada uang untuk membayar, maka harta bendanya akan dirampas. Jika harta bendanya tidak ada, diganti dengan hukuman 2 tahun penjara," pungkas dia.
Sementara, terdakwa Sugiharto dituntut jaksa dengan hukuman 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan penjara.
"Terdakwa Sugiharto uang pengganti Rp 500 juta diberikan waktu selama 1 bulan. Jika tidak dapat membayar, harta bendanya akan disita oleh jaksa. Jika harta bendanya belum cukup untuk membayar, maka dipidana dengan hukuman 1 tahun," imbuh Jaksa Irene Putri saat membacakan tuntutan.
Irman dan Sugiharto dinilai secara sah dan meyakinkan oleh jaksa, telah memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi dalam proyek e-KTP yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.
Atas kasus dugaan korupsi e-KTP, keduanya didakwa jaksa melanggar Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sumber: Liputan6
"Ya iyalah, nanti akan kita sampaikan di pembelaan. Dan segera kita rumuskan pembelaan baik saya dan Sugiharto yang dituangkan dalam pledoi (nota pembelaan)," ujar Irman usai menjalani sidang tuntutan di PN Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (22/6/2017).
Dia pun menganggap tuntutan yang diberikan JPU tidak sesuai dengan perbuatannya. Sebab, dia telah mengembalikan uang dari proyek e-KTP sejumlah USD 300 ribu dan Rp 50 juta kepada KPK.
"Iya enggak sesuai. Sebenarnya kan yang saya terima udah saya kembalikan semua," jelas Irman.
Selain itu, Irman selaku mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri dituntut membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara. Irman juga harus membayar uang pengganti USD 273.700 dan Rp 2 miliar serta SGD 6.000, yang sekurang-kurangnya harus dibayarkan 1 bulan.
"Jika tidak ada uang untuk membayar, maka harta bendanya akan dirampas. Jika harta bendanya tidak ada, diganti dengan hukuman 2 tahun penjara," pungkas dia.
Sementara, terdakwa Sugiharto dituntut jaksa dengan hukuman 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan penjara.
"Terdakwa Sugiharto uang pengganti Rp 500 juta diberikan waktu selama 1 bulan. Jika tidak dapat membayar, harta bendanya akan disita oleh jaksa. Jika harta bendanya belum cukup untuk membayar, maka dipidana dengan hukuman 1 tahun," imbuh Jaksa Irene Putri saat membacakan tuntutan.
Irman dan Sugiharto dinilai secara sah dan meyakinkan oleh jaksa, telah memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi dalam proyek e-KTP yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.
Atas kasus dugaan korupsi e-KTP, keduanya didakwa jaksa melanggar Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sumber: Liputan6