"Sungguh, rezim ini akan menjadi sangat dzalim kalau kekuasaan dijadikan alat untuk mengkriminalisasi dan mendzalimi orang lain. Lagi pula, kalau terus seperti ini, kapan kita bisa membangun negeri?” pungkasnya.Umatuna.com - Logika penegakan hukum yang kini dijalankan pemerintahan Jokowi-JK sulit dipahami. Pasalnya, secara kilat tokoh-tokoh yang terlibat dalam memenjarakan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam kasus penodaan agama dikriminalisasi.
Kriminalisasi itu mulai dari Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab yang dililit kasus chat mesum, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah yang sengaja dikaitkan dengan kasus gratifikasi oleh KPK, hingga CEO MNC Group, Hary Tanoesoedibyo yang ditersangkakan dalam kasus SMS bernada ancaman kepada jaksa.
Koordinator Forum Rakyat Lieus Sungkharisma mengaku sangat tidak bisa memahami logika penegakan hukum yang sedang dijalankan pemerintahan Jokowi-JK itu.
"Baik dalam tuduhan makar terhadap Ustadz Al Khattab, Sri Bintang, Rahmawati, kasus Habieb Rizieq, Amien Rais, dan lain-lain," urainya kepada redaksi, Sabtu (24/6).
Kasus chat mesum yang melibatkan Rizieq Shihab, kata Lieus, secara logika orang yang membuat dan mengunggah chat itu yang diproses terlebih dahulu. Tapi sampai kini justru pembuat dan pengunggah chat itu tak jelas rimbanya. Padahal Habieb Rizieq sudah dijadikan tersangka.
Demikian pula dengan kasus yang ikut menyeret nama Amien Rais. Padahal dugaan terkait kasus itu sudah bertahun-tahun lalu.
"Kenapa baru sekarang diungkit-ungit lagi oleh KPK?" tanyanya.
Kini, lanjut Leius, hal yang sama dialami Hary Tanoesoedibyo. Sebab SMS dan WA Hary Tanoe kepada Jaksa Yulianto itu sudah terjadi 1,5 tahun lalu. Tapi baru sekarang diungkit-ungkit.
Menurtnya, ini semua karena semua tokoh di atas menolak mendukung Ahok saat Pilgub DKI 2017, sehingga terus dicari-cari kesalahannya.
Menurut Lieus, dugaan seperti itu bukan tanpa alasan. Terutama karena dasar pelanggaran hukum yang disangkakan seringkali terkesan sangat sumir dan sesungguhnya bisa diselesaikan dengan cara musyawarah.
"Tak semua kasus harus dibawa ke pengadilan ‘kan? Kita inikan negara Pancasila yang berlandaskan pada musyawarah mufakat?" katanya.
"Sungguh, rezim ini akan menjadi sangat dzalim kalau kekuasaan dijadikan alat untuk mengkriminalisasi dan mendzalimi orang lain. Lagi pula, kalau terus seperti ini, kapan kita bisa membangun negeri?” pungkasnya. Sumber: Rmol