Oleh : Qonita I.
(Mahasiswi Unair)
Mediaoposisi.com-Pelaku penyiraman air keras ke penyidik KPK, Novel Baswedan hingga saat ini masih menjadi misteri dan tanda tanya besar. Presiden Jokowi kembali memberikan tenggat waktu hingga awal desember 2019. Sebelumnya Presiden telah beberapa kali menunda tenggat waktu penyelesain kasus yang menimpa penyidik KPK Novel Baswedan sehingga terkesan ada kelonggaran kepada Kapolri.
Dan sampai Jumat, 6 Desember 2019 Presiden Jokowi saat ditemui wartawan menyampaikan bahwa belum bisa menjawab pertanyaan mengenai perkembangan kasus penyiraman Novel Baswedan dan berencana pada hari Senin akan memanggil Kapolri.
Diketahui kasus penyeriman air keras ke Novel Baswedan ini terjadi pada 11 April 2017 silam. Terjadi saat subuh dini hari di dekat kediamannya di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Hingga saat ini masih belum ditangkap pelakunya.
Menjadi tanda tanya besar, apa yang salah sehingga sampai sekarang pelaku penyiraman air keras ini belum terungkap, sedangkan kasus yang menimpa pejabat lainnya seperti kasus penusukan yang terjadi kepada Wiranto Oktober lalu, Kapolri dapat langsung mengungkapkan detail penyerangan beserta pelakunya? Dalam hitungan waktu yang sangat cepat!
Masalah kasus penyiraman air keras Novel Baswedan belum terungkap sebenarnya menjadi potret kegagalan Polri dan pemerintah dalam menangani kasus tersebut. Akan tetapi letak kesalahan bukan hanya pada aparatur, lebih tepatnya yakni kondisi sistematis saat ini.
Sistem yang aturan di dalamnya dibuat oleh manusia inilah yang menjadikan pengungkapan kasus semacam yang menimpa Novel Baswedan menjadi tidak mungkin. Bukan hanya Novel, kasus Munir, kasus Century, bahkan kasus Edy Tamsil sampai sekarang menjadi kasus misterius yang tidak terdengar kabarnya. Inilah kasus dingin politik.
Kasus dingin politik terjadi ketika bukti dan saksinya bisa jadi ada, akan tetapi tidak terungkap karena bahasa halusnya pelakunya harus dilindungi atau seharusnya bisa ditemukan pelakunya akan tetapi hingga akhir tidak diungkapakan oleh aparat karena dapat mengganggu jalannya kekuasaan suatu rezim. Dengan begitu menandakan bahwa pelakunya dilindungi di balik pemerintahan. Entah pejabat yang mana yang berlindung di balik kondisi kasus dingin Novel Baswedan ini.
Yang pasti, ketika kebenaran diungkap di hadapan publik, bahaya akan mengancam pejabat-pejabat tertentu, bahkan menyeret seluruh kroni suatu rezim dari kursi empuk kekuasaan mereka. Jubir KPK pernah menyindir dalam suatu wawancara bahwa bukan satu kali saja kasus seperti ini menimpa penyidik KPK dan tidak ada respon serius dari kepolisian.
Maka harus disadari bahwa kasus penyiraman air keras ke Novel Baswedan ini tidak akan terungkap apabila sistem yang digunakan saat ini masih menggunakan sistem batil demokrasi sekular kapitalisme. Tidak akan ada keadilan pada orang-orang yang mengancam kekuasaan penguasa.
Sebaliknya, kasus-kasus seperti ini akan terus terulang apabila ada pihak jujur berniat melawan pemerintahan kotor atau membuka keburukan orang yang ada di balik kursi pemerintahan. Jika ada orang yang ingin melakukan kebaikan diancam.
Tidak dipungkiri KPK sebagai komisi pemberantas korupsi yang di dalamnya masih ada orang baik yang ingin mengungkapkan kebusukan korupsi pemerintah pun menjadi korban. Dan tidak lupa bahwa KPK merupakan komisi atau kebijakan yang dibuat oleh manusia dengan sistem yang dibuat juga oleh manusia. Sehingga akan berakhir sama dengan yang lain.
Gagal beroperasi untuk memperbaiki karena didesain untuk gagal sejal awal. Bagaimana tidak, keberhasilan KPK berarti masa indah kekayaan masuk ke kantong pribadi para pejabat lewat korupsi dipaksa berakhir. Tentu saja mereka yang dari awal menjabat ingin membuat kekayaannya meningkat ratusan hingga ribuan kali pasti sangat benci dengan pejabat anti korupsi yang jujur. Kalau bisa tidak ada lagi KPK.
Kalaupun ada, dibikin impoten dengan memilih orang-orang yang tidak jujur. Inilah drama sistem demokrasi sekular kapitalistik di manapun dia dipercaya menjadi sistem pemerintahan negara.
Sebagai muslim seharusnya kita sadar dan berpikir. Bagaimana supaya kasus penyerangan dan kasus-kasus dingin tidak terjadi lagi? Hanya satu cara mencapai hal itu bagi umat yang beriman: dengan bertaubat, menyadari bahwa sistem saat ini salah, dan berpindah ke sistem yang mengajak kepada taubat dan kebaikan.
Kasus Novel Baswedan ini merupakan bukti nyata korban dari Sistem Demokrasi Kapitalis, sistem yang mempertahankan segala sesuatunya yang menguntungkan penguasa dan tuan kapitalis di belakangnya dan menggebuk siapa saja yang mengancam kepentingan dan keserakahan mereka. Sistem yang akan terus-menerus menyebkan kehancuran.
Sehingga kita tidak akan pernah bisa berharap keadilan itu hadir untuk dapat menyelesaikan kasus penyiraman air keras kepada Novel Baswedan dan kasus-kasus lainnya.
Hanya Sistem yang menerapkan Islam Kaffahlah yang bisa kita harapkan. Di dalam Islam pejabat korupsi tidak perlu membuat komisi khusus seperti KPK. Ada banyak cara mencegah pejabat nakal agar tidak korupsi. Di dalam Islam pejabat yang diangkat merupakan pejabat yang profesional dan dipastikan dapat dipercaya. Apabila ada celah korupsi, ditegaskan hukumnya haram menerima suap dan gratifikasi (termasuk korupsi).
Dosa besar! Ada khalifah yang langsung mengevaluasi dan bertanggung jawab atas kinerja bawahannya. Ketika bawahannya korupsi, tinggal dipecat dan diproses hukum dalam mahkamah peradilan berbasis hukum Islam. Sanksi korupsi dalam Islam berat, bisa sampai dihukum mati!
Apabila Khalifah didapati memiliki kecenderungan menutupi kebenaran korupsi salah satu pejabat ada malah bersekongkol dalam korupsi, ada Mahkamah Madzolim. Khalifah dan pejabat bisa dihukum berat dan dipecat. Mengapa dapat semudah itu menyelesaikannya?
Karena dalam Islam, yang menjadi perhatian pejabat atau siapapun yang ada pada pemerintahan bukanlah mendapatkan uang yang banyak tetapi ketaqwaan dan keinginan masuk surga. Sehingga tidak akan ada lagi Novel Baswedan yang lain. Sehingga keadilan benar-benar dapat dirasakan semua orang. Itulah rahmatan lil alamin Islam ketika diterapkan seluruhnya dalam Khilafah Islam menurut petunjuk Nabi saw.[MO\ia].