Ekky Marita, S.Pd
(Pendidik)
Mediaoposisi.com- Bicara pemasok pemasukan negara, salah satunya berasal dari BUMN yang dikelola negara. Kehadiran perusahaan ini kian hari menggemuk hingga memiliki ratusan anak cucu usaha. Namun, disayangkan hasilnya tak pernah berbanding lurus dengan kontribusinya pada negara. Sehingga menteri BUMN terpilih melakukan terobosan langkah - langkah besar untuk merevitalisasinya.
Dikutip dari CNBC Indonesia (02/12/2019) “Jakarta – Indonesia mempunyai 142 perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) di berbagai sektor. Dari jumlah itu, ternyata hanya sebagian kecil yang mampu mengontribusikan keuntungan untuk negara. “Kalau kita lihat dari pendapatan yang bisa dihasilkan BUMN kurang lebih Rp 210 triliun. Tapi 76% lebih banyak diraih dari 15 perusahaan yang lebih banyak fokus di bidang perbankan, Telkom, komunikasi, minyak dan gas.” kata Erick Thohir di sela rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI.”
Jumlah BUMN yang melimpah seharusnya mampu untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Namun perusahaan ini menjadi penyebab kerugian negara yang selalu mengalami defisit. Seperti kasus korupsi yang menjerat BUMN.
“PT Garuda Tbk (GIAA) terkena kasus dugaan penyelundupan. Tak tanggung – tanggung penyelundupan tersebut berupa onderdil moge Harley Davidson dan sepeda Brompton. Setelah diselidiki, kedua barang illegal tersebut ternyata milik Direktur utama Garuda, Ari Askhara. Akhirnya ia harus hengkang dari jabatannya”. (Jawa Pos, 07/12/2019)
Dapat dilihat kehadiran BUMN untuk negara hanya dijadikan sebagai alat untuk memperkaya segelintir elit. Bahkan pelakunya adalah direktur utama sendiri. Maka wajar negara merugi, pendapatan berkurang dan nasib rakyat terabaikan. Apa sebenarnya akar masalah dari wajah buruk pengelolaan badan usaha ini ?
Sistem Neoliberal Kuasai Harta Rakyat
BUMN adalah perusahaan yang mengelola aset negara yaitu harta milik umum untuk meningkatkan kemakmuran rakyat. Pada faktanya, perusahaan plat merah ini diperlakukan seperti lahan bisnis para korporat untuk meraup keuntungan. Pelaksanaannya mengedepankan profit – oriented semata tanpa mempertimbangkan nasib rakyat apakah penyebarannya merata hingga dirasakan seluruh rakyat atau sebaliknya.
Target pencapaian keuntungan BUMN pada negara membuat tujuan berdirinya perusahaan ini menjadi kabur. Keberadaan badan usaha ini yang idealisnya menjadi pelayan rakyat berbalik arah menjadi sumber hajatan para pemodal yang hanya mengejar target penambahan pemasukan APBN. Hal ini di dukung oleh sistem yang diterapkan negara yaitu ekonomi Neoliberal. Sistem ini mengijinkan pengelolaan hajat publik di komersialisasi bagi perusahaan yang memiliki finansial besar seperti multinasional.
Maka tak heran, ketika negara mengalami kerugian, aset – aset negara terpaksa dijual kepada swasta lokal maupun asing. Hasilnya, kekayaan negeri dinikmati para kapitalis sedangkan rakyat hanya menikmati sisanya. Ketika rakyat berusaha mencegah dan menuntut haknya, negara sudah tidak mempunyai kewenangan lagi. Dengan kata lain, negara memfasilitasi para pebisnis untuk mengeruk kekayaan rakyat. Apabila pemenuhan hajat rakyat ini hanya dijadikan lahan subur kaum elit, kehidupan rakyat ke depan akan semakin sulit. Lalu bagaimana keluar dari potret buruk manajemen BUMN ini ?
Pengaturan Hajat Publik Dalam Islam
Sistem Neoliberal yang menjadikan negara melakukan bisnis dalam mengelola hajat publik sangat bertolak belakang dengan sistem Islam. Pengaturan haraata umum dijalankan berdasarkan standar hukum syara' yaitu halal dan haram bukan mengejar keuntungan.
Islam dengan kesempurnaan aturannya mengklasifikasikan harta publik sebagai kepemilikan umum (milkiyyah amah) dan kepemilikan negara (milkiyyah daulah). Kepemilikan umum (milkiyyah amah) meliputi sektor yang memenuhi hajat hidup dan harta Sumber Daya Alam ( SDA) yang tidak terbatas seperti air, infrastruktur, jalan, energi, hutan dan tambang tidak diperbolehkan dikelola oleh individu atau perusahaan swasta melainkan harus negara sendiri yang mengelola hingga mendistribusikan dengan memprioritaskan kepentingan publik. Oleh karena itu negara tidak akan mengambil keuntungan dari harta milik rakyat ini.
Sementara itu kepemilikan negara (milkiyyah daulah) berupa pengelolaan bangunan, tanah, perkebunan dikelola oleh BUMN yang mengedepankan pemberdayaan masyarakat dan tidak berperan sebagai pebisnis ketika berhadapan dengan kemaslahatan publik. Negara harus mengambil alih SDA dan barang tambang yang dikelola swasta dan menempatkan pengaturan kekayaan rakyat dengan adil dan amanah sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Maka, berharap perbaikan dalam pengelolaan harta rakyat dalam sistem Neoliberal ini seperti pepesan kosong sebab para elit berlomba menguasai kekayaan umat sebagai ladang bisnis. Jalan keluar dari permasalahan ini adalah dengan pengurusan kepemilikan sesuai dengan syariah yaitu sistem Islam yang mampu menghentikan para kapitalis yang gemar menjual aset negara. Sehingga terwujud keadilan dan keberkahan bagi seluruh manusia.
Wallahua'lam Bisshowa'ab [MO/ra]