Oleh: Reni Rosmawati
Member Akademi Menulis Kreatif
Regional Bandung
Mediaoposisi.com- "Wanita bukanlah pakaian yang bisa kamu pakai dan kamu lepas semaumu. Mereka terhormat dan memiliki haknya".
Kalimat di atas adalah ungkapan Khalifah Umar bin Khattab, sekaligus merupakan sahabat Rasulullah SAW yang menggambarkan betapa mulia dan terhormatnya seorang perempuan. Namun tak dinyana, saat ini justru berbanding terbalik. Dimana kehormatan perempuan masih menjadi sebuah pertanyaan besar.
Perempuan zaman sekarang begitu mudahnya diperalat oleh harta dunia dan rela menanggalkan jati dirinya sebagai wanita terhormat. Entah apa yang ada di benak mereka, kenapa begitu mudahnya dibujuk rayu untuk dinikahi lelaki asing yang tak jelas bagaimana kepribadian dan agamanya? Hanya dengan iming-iming harta yang ditawarkan mereka rela menyerahkan dirinya ke pangkuan lelaki yang belum mereka kenal. Hal ini sungguh tak sepadan dengan kemuliaan mereka sebagai perempuan.
Dilansir dari Voa.Indonesia, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), baru-baru ini mencatat ada 29 perempuan jadi korban pengantin pesanan di China selama 2016-2019. Para perempuan ini dibawa ke China, dinikahkan dengan lelaki di negara tersebut, dengan iming-iming diberikan nafkah besar.
Namun pada kenyataannya para perempuan ini malah dieksploitasi dengan bekerja di pabrik tanpa upah. Para perempuan ini berasal dari Jawa Barat 16 orang dan dari Kalimantan Barat 13 orang. Mereka diperkenalkan dengan lelaki China lewat mak comblang atau pencari jodoh.
Menanggapi hal ini, Sekjen SBMI, Bobi Anwar Ma'arif mengatakan, bahwa pihaknya menemukan para perempuan ini dipesan dengan harga 400 juta rupiah. Dari angka itu, 20 juta diberikan kepada keluarga pengantin perempuan, sementara sisanya kepada para perekrut di lapangan.
Selain itu SBMI juga menduga pernikahan ini sebetulnya adalah praktik perdagangan manusia atau Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Karena ada proses yang mengarah ke perdagangan yang terencana, seperti adanya proses pendaftaran, perekrutan, penampungan dan pemberangkatan ke luar negeri. Ditambah cara-caranya itu ada yang berupa penipuan informasi juga pemalsuan dokumen. Bobi pun mengatakan, sejauh ini sudah 3 korban dipulangkan ke Indonesia dan 26 korban lainnya masih di China.
Tanggapan senada juga disampaikan pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Oky Wiratama. Oky menduga, terdapat modus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Ia mengatakan penipuan terjadi karena adanya keterlibatan para perekrut di lapangan untuk mencari dan memperkenalkan perempuan kepada laki-laki asal Tiongkok untuk dinikahi dan kemudian dibawa ke Tiongkok.
Ia pun menjelaskan, menurut informasi, perkawinan antar orang Tiongkok berbiaya mahal yakni membutuhkan mahar sekitar Rp 2 miliar. Sehingga para lelaki asal Tiongkok mencari perempuan asal Indonesia karena maharnya sekitar Rp 400 juta.
Sementara itu, Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal (Bareskrim), Markas Besar Polisi Republik Indonesia (Mabes Polri) mengungkap empat jaringan internasional Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan korban mencapai sekitar 1.500. Polisi menangkap delapan orang tersangka dari keempat jaringan itu.
Mereka adalah jaringan Maroko, Turki, Suriah dan Arab Saudi. Modus pelaku dengan mengiming-imingi menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) dengan gaji 7 juta perbulan. Namun sesampainya di tempat, korban mendapat perlakuan buruk dan tidak digaji. (Beritagar.id).
Menilik fakta diatas, perdagangan manusia atau Human Trafficking sejatinya adalah sebuah kejahatan besar dan sangat sulit untuk diberantas. Pasalnya kejahatan semacam ini terus menerus terjadi dan berkembang secara nasional maupun internasional. Dengan adanya perkembangan dan kemajuan teknologi, informasi dan komunikasi, maka semakin berkembang pula modus kejahatan perdagangan orang ini, yang dalam beroperasinya sering dilakukan secara tertutup dan sembunyi-sembunyi di luar hukum.
Pelaku perdagangan orang (Trafficker) pun cepat berkembang menjadi sindikat lintas negara dengan cara kerja yang mematikan rendahnya tingkat ekonomi, pendidikan dan situasi psikologis. Inilah yang menjadi salah satu penyebab yang tidak disadari menjadi peluang munculnya Human Trafficking/perdagangan manusia.
Perdagangan orang dapat mengambil korban siapapun. Namun yang lebih rentan adalah anak-anak dan perempuan. Modus yang digunakan pun sangat beragam. Biasanya yang menjadi faktor penyebab perdagangan orang ini adalah himpitan hidup/kemiskinan.
Mirisnya, kejahatan terhadap orang, khususnya perempuan belum mendapat perhatian yang maksimal dari pemerintah. Sampai kini pemerintah belum memberikan tindakan tegas bagi masalah Human Trafficking. Sejauh ini, solusi yang diberikan pemerintah untuk menghapuskan Tindak Perdagangan Orang (TPO) ini adalah dengan mewujudkan kesetaraan gender.
Namun sayang, solusi ini tidak bisa menjadi solusi yang solutif karena pada kenyataannya TPO dari tahun ketahun bukannya berkurang malah bertambah. Alih-alih menyelesaikan masalah, kesetaraan gender justru menimbulkan masalah baru karena hanya dipandang sebagai objek dan komoditas saja.
Maka tidaklah mengherankan jika korban perdagangan orang/human Trafficking ini terus berjatuhan, bahkan rentetan korban demi korban masih terus bertambah. Kasus kejahatan Human Trafficking ini, bagai fenomena gunung es. Dimana kasus kejahatannya terus berulang dan yang saat ini santer terdengar hanyalah beberapa dari jutaan kasus kejahatan Human Trafficking yang nampak ke permukaan.
Maraknya perdagangan orang ini juga menunjukan kepada kita, akan gagalnya pemerintah dalam melindungi rakyatnya. Rakyat yang semestinya mendapat perlindungan dari pemerintah dan negara, kini hanyalah cerita belaka. Seharusnya negara bisa melindungi darah dan kehormatan rakyatnya, tapi lihatlah kini, pemerintah seolah tak perduli dengan nasib rakyatnya, terlunta-lunta tak jelas nasibnya.
Faktor kemiskinan yang diduga kuat sebagai pemicu kaum perempuan tergoda dinikahi laki-laki asing menambah bukti bahwa pemerintah telah gagal mensejahterakan rakyat dan mengentaskan kemiskinan. Semua ini terjadi karena sistem dan paham yang dianut di negeri ini notabene bukan Islam maupun paham Islam. Alhasil, yang terjadi adalah kesengsaraan demi kesengsaraanlah yang datang silih berganti.
Tindak Perdagangan Orang (TPO) akan terus terjadi dan bahayanya akan terus mengancam remaja putri kita, bila kapitalisme masih menjadi pijakan dalam menentukan kebijakan dan aturan. Karena landasan dari kapitalisme adalah meraih keuntungan semata, bukan halal dan haram. Maka adalah hal yang utopis kapitalisme dapat mengakhiri diskriminasi terhadap perempuan. Meski kesetaraan gender terwujud, pada faktanya tidak akan benar-benar memberikan pengaruh apapun pada masalah Tindak Perdagangan Orang ini.
Selain itu, kesetaraan gender yang mensejajarkan laki-laki dan perempuan sangatlah bertentangan dengan Islam. Karena kesetaraan gender adalah produk pemikiran barat yang menghendaki hancurnya batas-batas pembeda antara laki-laki dan perempuan dalam status sosial dan peran di masyarakat. Kesetaraan gender yang saat ini dijajakan oleh para aktivis feminisme tak lebih dari agenda barat untuk menghancurkan pemikiran umat muslim agar jauh dari hakekat dan kodrat diri mereka sebenarnya.
Kesetaraan gender yang tak lain adalah anak turunan dari Ideologi kebebasan (kapitalisme) tanpa disadari telah merasuk kebenak umat muslim dan menggiring mereka hidup bebas tanpa batas. Hal ini karena lemahnya keyakinan dan dangkalnya keagamaan di sisi umat muslim. Sungguh ironis, hal ini sangatlah jauh dengan Islam.
Secara umum, Islam memandang laki-laki dan perempuan memiliki posisi yang sama tanpa perbedaan. Masing-masing adalah ciptaan Allah SWT yang dibebani tanggungjawab beribadah kepada-Nya, melaksana kan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Hampir seluruh syariat Islam dan hukum-hukumnya berlaku untuk laki-laki dan perempuan, begitu pula dengan pahala dan siksa tidak dibedakan satu dengan yang lainnya.
Meskipun demikian, bukan berarti kaum laki-laki dan perempuan menjadi sama dan setara dalam segala hal. Seperti menyetarakan keduanya dalam semua peran kedudukan status sosial, pekerjaan, jenis kewajiban dan hak sama dengan melanggar kodrat. Karena kenyataannya tidak dapat dipungkiri bahwa laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan mendasar. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT;
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan). Dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka." (TQS. An-Nisa [4]:34)
Ayat diatas telah menjelaskan kepada kita bahwa antara laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan, laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan. Posisi strategi ini Allah berikan kepada laki-laki karena ia sesuai dengan tabiat dan kodrat penciptaannya. Sebagaimana dalam rumah tangga, laki-laki adalah pemimpin yang bertanggungjawab menjaga dan memelihara orang-orang yang berada dibawahnya yakni anak dan istri. Termasuk menjamin pakaian, makanan, rumah hingga urusan agama mereka.
Hubungan laki-laki dan perempuan seharusnya adalah hubungan saling melengkapi bukan hubungan persaingan sebagaimana yang diinginkan oleh konsep sekuler. Maka semestinya kita selaku umat muslim mengimani dan menerima perbedaan antara laki-laki dan perempuan baik secara fisik, psikis, atau hukum syar'i.
Serta hendaknya merasa ridho dengan kodrat yang telah Allah tetapkan. Baik laki-laki maupun perempuan tidak layak menginginkan sesuatu yang telah Allah SWT khususkan bagi salah satunya, terlebih mengingkari dan menentang syariat antara laki-laki dan perempuan dengan cara mempropagandakan kesetaraan gender. Karena hal ini sama saja dengan bentuk penentangan terhadap kehendak Allah. Inilah yang menyebabkan kesetaraan gender haram dalam Islam bahkan pelakunya dapat dikategorikan kufur.
Larangan kesetaraan gender ini tiada lain karena Islam begitu memuliakan perempuan. Perempuan yang dulu sebelum datang Islam dipandang hina, dijadikan budak seks, bahkan orang-orang Arab dulu biasa mengubur anak perempuan mereka hidup-hidup tanpa dosa dan kesalahan.
Namun semenjak Islam datang dengan risalah yang dibawa oleh Rasulullah SAW, kaum perempuan pun dimuliakan, di hormati, serta mendapat hak dan perlakuan yang sama dengan laki-laki. Kaum perempuan yang dulu dianggap musibah, setelah Islam datang dianggap sebagai anugerah dan karunia dari Allah SWT yang mesti di jaga dan dilindungi dengan sebaik-baiknya.
Dari sini, kita bisa menyimpulkan bahwa hanya Islamlah satu-satunya yang mampu melindungi, menghormati dan memuliakan perempuan. Maka sudah sepatutnya bagi kita untuk kembali kepada Islam beserta aturannya dengan menerapkannya secara kaffah dalam bingkai Khilafah ala minhaj An-Nubuwwah. Maka niscaya kasus perdagangan perempuan tidak akan ada lagi.
Wallahu a' lam bi ash-shawab. [MO.IP]