-->

Maskapai Asing Masuk Indonesia, Bukti Negara Malas Pusing!

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen

Oleh: Nurhayati, S.ST

Mediaoposisi.com-Masalah transportasi jalur udara di Indonesia baru-baru ini mendapat perhatian besar bagi rakyat. Bagaimana tidak harga kenaikan yang drastis membuat rakyat yang biasa menggunakan jalur udara untuk bepergian masih berpikir berkali-kali untuk menggunakannya. Pasalnya kenaikan tiket pesawat ini kenaikannya sudah menyentuh 85-100 persen dari tarif biasanya.

Hal ini dikatan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) (liputan6.com, 13/1/19).
Ditengah kondisi maskapai tanah air yang sedang “bersusah payah” untuk menstabilkan kondisinya kini solusi Pemerintah seolah memberi pukulan mematikan dengan “mengizinkan” maskapai asing untuk turut berkompetisi dengan maskapai dalam negeri.

Hal ini dinyatakan oleh Menko Kemaritiman, Luhut yang mengatakan maskapai asing bisa saja masuk ke Indonesia guna mendorong harga tiket pesawat yang lebih kompetitif (merdeka.com, 13/1/19).

Jika menelisik dari pernyataan Menteri Luhut untuk maskapai tanah air agar lebih kompetitif lagi tidak bisa dijadikan alasan untuk mendatangkan maskapai asing. Karena hal tersebut hanya akan mematikan industri penerbangan dalam negeri.

Seperti biasanya dalam  menghadapi masalah pelik seperti ini kabinet yang terkenal dengan jargon “kerja… kerja…kerja..” ini seolah tidak mengeluarkan solusi komprehensif atas masalah yang sedang terjadi. Bahkan cenderung saling menyalahkan antar bidangnya.

Seperti inikah potret penguasa yang katanya merakyat ini? Sepertinya tidak, karena solusinya seringkali bertolak belakang dengan rakyatnya dan cenderung menjadikan asing sebagai “sandaran” dalam mengambil keputusan.

Akar Masalah Transportasi Dalam Negeri

Jokowi saat  meresmikan Jalan Tol Pandaan-Malang (13/1/2019) lalu ditanyakan perihal tiket pesawat mahal berujar “Nanti tanyakan ke menteri perhubungan (Budi Karya Sumadi)” (cnbcindonesia.com, 13/1/2019).

Alasannya adalah hal itu sudah terlampau teknis untuk diurus seorang kepala negara. Sungguh pernyataan yang lucu keluar dari penguasa.

Sebab tanggung jawab mereka memang sudah seharusnya seperti itu. Harus tahu masalah beserta solusinya untuk rakyat seperti itu.

“Jangan jadi pemimpin jika tidak mampu”. Itulah ungkapan yang akan saya berikan saat ini sebab pemimpin bukan hanya menang dalam kompetisi Pemilu per lima tahun saja tapi dia harus mampu dari segi fisik maupun kapabilitasnya dalam menakhodai negeri yang dipimpinnya.

Pemerintah nampak lepas tangan dalam penyelesaian kisruh mahalnya harga tiket pesawat bahkan terkesan membiarkan situasi ini untuk membuka celah masuknya korporasi asing dalam pengelolaan sektor layanan publik.

Dominasi asing bukan isapan jempol belaka di Indonesia, sebab hampir di setiap aspek kehidupan Pemerintah begitu bergantung pada asing dalam menyelesaikan masalahnya.

Dimulai dari pengelolaan SDA, ketenagakerjaan, tenaga pengajar dan yang terbaru adalah mengizinkan maskapai asing untuk ikut main dalam jasa penyedia transportasi. Pemerintah terlihat tidak mandiri dalam perannya.

Tingginya harga tiket pesawat dan mengizinkan maskapai asing menunjukkan jika pemerintah abai. Padahal transportasi merupakan satu dari sekian banyak kebutuhan masyarakat yang harus dijamin negara.

Masalah bak benang kusut yang terjadi di dunia transportasi saat ini adalah imbas dari kesalahan paradigma yang bersumber dari paham kapitalisme-sekulerisme.

Paham ini menihilkan aturan agama dalam kehidupan yang melahirkan sistem hidup kapitalisme yang memandang dunia transportasi dan segala infrastruktur didalamnya diserahkan kepada para pemilik modal besar/kapital.

Akibatnya perusahaan ataupun swasta yang mengelola masalah ini akan memandangnya dari sisi materi, bukan sebagai penyedia jasa layanan publik.

Paradigma neolib kapitalistik menjadi biang kerok buruknya pengelolaan layanan publik. Negara difungsikan sebagai regulator bahkan bertindak sebagai  perusahaan yang menjadikan sektor ini sebagai industrialisasi bisnis semata.

Wajarlah jika rakyat harus rela membayar mahal untuk jasa layanan publik ini. Padahal di dalam Islam, pelayanan publik beserta infrastrukturnya merupakan tanggung jawab pemerintah.

Itu artinya kebutuhan rakyat akan transportasi harus dijamin serta dipermudah. Bukan malah dipermainkan oleh kebijakan kapitalis yang dirasa menyulitkan.

Islam dalam Memenuhi Layanan Publik 

Dalam Islam, pemerintah berkewajiban dalam pemenuhan kebutuhan trasnportasi termasuk jalur udara yang baik dan aman, serta terjangkau bagi rakyat. Dalam hal ini ransportasi merupakan kebutuhan publik, pemenuhannya harus disediaan oleh negara.

Penerapan sistem ekonomi berbasis syariah akan mampu menghasilkan keberkahan, adil serta meminimalisir kesenjangan sosial.

Pos-pos pendapatan berasal dari kekayaan alam serta pemasukan lainnya, kemudian dikumpulkan dalam baitul mal. Pemasukan tersebut digunakan untuk memenuhi hajat orang banyak.

Termasuk didalamnya yang berkaitan dengan penunjang fasilitas-fasilitas aktivitas manusia.

Dalam Islam, penguasa begitu mendapat perhatian oleh Rasulullah, beliau bersabda, , “Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.” (HR. Ibnu Majah dan Abu Nuaim). Dalam riwayat lain, Rasulullah juga bersabda, “Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR. Bukhari).

Menyadari betul sabda Rasulullah ini, membuat Khalifah Umar bin Khattab ra. berhati-hati dalam menjalani amanah kepemimpinan saat itu.

Pernah suatu hari ia berkata, “Seandainya seekor keledai terperosok di kota Baghdad karena jalanan rusak, aku sangat khawatir karena pasti akan ditanya oleh Allah SWT.”

Apa yang dilakukan Khalifah Umar adalah suatu bentuk kekhawatirannya terhadap tanggung jawab besar yang sedang diemban. Bukan hanya manusia yang difikirkan, hewan juga tidak luput dari perhatian sang Khalifah.

Sejarah Islam mencatat fakta betapa Khilafah adalah pelayan rakyat terbaik sepanjang sejarahnya. Contoh kecil, selama masa Khilafah Umayah dan Abbasiyah, di sepanjang rute para pelancong dari Irak dan negeri-negeri Syam (sekarang Suriah, Yordania, Libanon dan Palestina) ke Hijaz (kawasan Makkah) telah dibangun banyak pondokan gratis yang dilengkapi dengan persediaan air, makanan dan tempat tinggal sehari-hari untuk mempermudah perjalanan bagi mereka. Sisa-sisa fasilitas ini dapat dilihat pada hari ini di negeri-negeri Syam.

Rasulullah SAW., bersabda, “Sesungguhnya manusia yang paling dicintai oleh Allah pada hari kiamat dan paling dekat kedudukannya di sisi Allah adalah seorang pemimpin yang adil. Sedangkan orang yang paling dibenci oleh Allah dan paling jauh kedudukannya dari Allah adalah seorang pemimpin yang zalim.” (HR. Tirmidzi)

Begitulah gambaran pemimpin dalam Islam, mereka tidak sibuk memikirkan kepentingan dan urusan mereka sendiri. Sebab pertanggungjawabannya disisi Allah begitu besar.

Jika amanah maka berbalas pahala  disisi Allah  namun jika abai dan kebijakannya selalu menzalimi rakyatnya bisa mendapatkan azab yang pedih dari Allah swt. Naudzubillahi min dzalik.[MO/ad]

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close