-->

Khilafah Perspektif Hukum Ketatanegaraan

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen

Oleh : Nasrudin Joha

Mediaoposisi.com-Akhirhya diskursus khilafah kembali mengemuka, terlebih pada momentum jelang Pilpres ini. Ramainya diskursus khilafah ini semakin meneguhkan posisi khIlafah sebagai isu politik penting yang menyedot banyak perhatian publik, dengan berbagai varian perspektif.

Bagi rezim, menggaungkan kembali diskursus khilafah dengan narasi jahat, memonsterisasi khilafah agar publik menjauh darinya, adalah cara untuk menakut-nakuti umat sekaligus menyembunyikan aib rezim yang korup dan khianat. Lantas, rezim menuding khilafah sebagai ancaman yang saat ini akan semakin berkembang pesat jika kubu petahana kalah dalam ajang Pilpres.

Selain memonsterisasi khilafah, rezim juga memframing secara politik kekuatan kubu penantang didukung pengusung khilafah. Secara sederhana, rezim ingin menakut-menakuti benak publik agar jangan memilih kubu penantang karena kubu penantang didukung pejuang khilafah atau setidaknya barisan penantang satu pandangan politik dengan para pengemban dakwah pengusung khilafah, yang digambarkan jahat dan membahayakan.

Namun, ada juga publik yang netral dalam persoalan ini, baik berdiri di kubu petahana maupun dikubu penantang ingin tahu lebih detail sistem politik khilafah yang sedang diperbincangkan. Hanya saja, barisan kubu penantang jauh lebih banyak tertarik untuk mengetahui khilafah ketimbang kubu petahana yang sejak awal telah memposisikan 'khilafah' sebagai musuh.

Agar pemahaman yang berkembang objektif, penulis akan mencoba membahas diskursus khilafah dalam tataran normatif perspektif hukum ketatanegaraan. Agar diskursus Khilafah tidak disalah tafsirkan, keluar dari makna dan konteksnya.

Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin didunia untuk menerapkan syariat Islam secara kaffah dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru alam. Khilafah bukan ideologi, tetapi khilafah adalah ajaran Islam dalam konsepsi bernegara.

Khilafah dipimpin oleh seorang Khalifah, yang memenuhi syarat : Islam, lelaki, berakal, baligh, merdeka, adil dan memiliki kemampuan untuk menjajakan tugas kekuasaan, melayani segenap kaum muslimin. Khalifah dibaiat untuk menerapkan kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya.

Seorang Khalifah, setelah sah dibaiat secara akad dilanjutkan dibaiat taat. Seluruh kaum muslimin wajib mentaati Khalifah, baik zahir maupun batinnya. Seluruh ketetapan dan keputusan Khalifah menyatukan pendapat kaum muslimin.

Khalifah bukan pekerja rakyat yang digaji dengan kontrak untuk periode tertentu. Karena itu, setelah dibaiat Khalifah sah menduduki jabatan kekhilafahan sampai meninggal, kecuali nampak pada diri Khalifah kekufuran yang nyata, maka pengadilan Mahkamah Madzalim mengadili dakwaan atas adanya kekufuran pada diri Khalifah, kemudian memutuskannya. Jika terbukti, Khalifah dima'zulkan dan segera dibaiat Khalifah yang lain. Jika tidak terbukti Khalifah terus menduduki jabatan Kekhakifahan hingga meninggal.

Demikianlah, apa yang terjadi pada Abu Bakar, Umat, Usman, Ali dan para Khalifah terdahulu. Mereka dibaiat, menjadi Khalifah hingga akhir hayatnya.

Jabatan Khalifah tidak seperti Presiden, yang dikontrak rakyat untuk periode tertentu. Empat atau lima tahun, kemudian Presiden melakukan akad/transaksi kekuasaan ulang dengan rakyat melalui pemilu, jika rakyat berkehendak maka rakyat menambah masa jabatan Presiden untuk empat atau lima tahun berikutnya. Jika rakyat tidak berkehendak, maka rakyat dapat memilih Presiden yang lain.

Dalam khilafah konstitusi dan perundangan diistimbath dari Alquran dan As Sunnah serta apa yang ditunjuk oleh keduanya berupa ijma' sahabat dan Qiyas Syar'i. Khalifah tidak menjadikan rakyat baik langsung maupun melalui wakilnya, sebagai sumber hukum. Rakyat adalah objek penerapan hukum. Sementara hukum diambil dari wahyu, dari kalamullloh, yang telah diturunkan Allah SWT kepada baginda Rasulullah SAW.

Kekuasaan Khalifah tunggal, tidak terpisah dan tidak berbagi. Khalifah memiliki wewenang legislasi, eksekusi sekaligus yudikasi.

Dalam khilafah, tidak ada pemisahan kekuasaan (soaration of power) dan pembagian kekuasaan (division of power) sebagaimana dikenal dalam sistem politik demokrasi, ajaran Montesque.

Khalifah adalah pembentuk UU dengan menggali hukum dari dalil, baik Alquran dan As Sunnah atau apa yang ditunjuk oleh keduanya berupa ijma' sahabat dan Qiyas Syar'i. Khalifah juga kepala negara sekaligus kepala pemerintahan yang menjalankan fungsi eksekutif. Khalifah yang mengadili penguasa dan segenap rakyat yang melanggar syariat Islam.

Dalam menjalankan kekuasaan tersebut, Khalifah dapat mendekegasikan kewenangan. Kewenangan eksekutif, Khalifah mendelegasikan sebagiannya muawin tafwidz. Kekuasaan kehakiman dan peradilan, Khalifah delegasikan kepada lembaga peradilan (Al Qadla), sementara kekuasaan legislasi Khalifah dibantu para ulama yang terdiri dari para mujtahid, yang akan membantu Khalifah mengadopsi hukum dan perundangan dari Alquran dan As Sunnah atau apa yang ditunjuk oleh keduanya berupa ijma' sahabat dan Qiyas Syar'i, untuk memecahkan seluruh problematika yang dihadapi negara.

Meskipun Khalifah power full, tetapi kekuadaan itu dibatasi. Khalifah dibatasi oleh syariat Islam. Jadi, kekuasaan Khalifah tidak boleh dijalankan dengan melanggar syariat Islam meskipun satu inchi.

Rakyat dapat terlibat dalam kekuasaan Khalifah, baik dengan memberikan saran atau pendapat, juga mengajukan kritik dan muhasabah. Setiap individu rakyat, berhak sekaligus berkewajiban meluruskan Khalifah, jika kebijakan Khalifah bertentangan dengan syariat Islam.

Rakyat juga bisa menunjuk wakilnya, untuk menjalankan fungsi kontrol dan muhasabah yang akan menjadi mitra Khalifah menjalankan kekuasaan. Wakil rakyat yang duduk di lembaga Majelis Umat, akan menjadi mitra penting Khalifah untuk membahas dan mengambil keputusan penting dalam menjalankan roda pemerintahan. Hanya saja, saran dan pendapat yang diajukan majelis umat tidak mengikat bagi Khalifah.

Khilafah berbentuk kesatuan, bukan Serikat atau federasi. Wilayah khilafah bisa meluas, seiring dakwah yang diemban oleh negara. Khilafah tidak mengenal batasan wilayah teritorial yang fixd. Khilafah, dapat melakukan futuhat dan menghimpun seluruh negeri-negari muslim menjadi satu kesatuan wilayah Daulah khilafah.

Saya kok merasa capek, jari telunjuk saya mulai pegel. Sudah dulu ya gaes, dalam edisi yang lain InsyaAllah kita sambung. Jazakumullah khairon. []

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close