Oleh : Nasrudin Joha
Mediaoposisi.com-Benar adagium yang berkembang era now, siapapun orang cerdas dan intelek, ketika nyebong berubah menjadi dungu.
Sebelumya, Rocky Gerung tidak sependapat dengan pernyataan Rhenald Kasali yang mengartikan hoaks itu adalah pekerjaan iblis. Bahkan, Rhenald Kasali Tantang untuk menjawab 50 Juta untuk Lombok Janji Presiden atau Iblis. Menyebut hoax iblis tapi enggan menyebut pelaku hoax sebagai iblis tentu perbuatan dungu.
Kini, anak ingusan dalam dunia literatur Islam, Burhanuddin Muhtadi berani Nyinyir kepada Prof. Din Syamsudin dan implisit menuding Prof Din tidak kredibel dalam membahas terminologi khilafah dan Khalifah yang ada dalam Al Qur'an.
Burhan sendiri, tak merujuk dalil dan argumentasi dalam melakukan nyinyiran, berdalih hanya komentar status Nadirsyah Hosen yang menuding Din bahkan MUI tak paham Khalifah dan khilafah.
Prof Din sendiri, telah mengulas makna bahasa dan perubahan kata dalam kaidah bahasa Arab, atas apa yang beliau sampaikan. Beliau, tidak ingin khilafah sebagai ajaran Islam yang Agung -betapapun semua belum atau tidak menyepakati- tidak menjadikan pihak-pihak tertentu boleh menuding secara penjoratif khilafah dan mengekploitasinya untuk kepentingan politik Pilpres.
Celakanya, Burhan tidak saja 'ASAL CAKAP' dalam diskursus khilafah. Burhan sampai menyerang secara persoanal Prof Din, dengan menuding periode Prof Din MUI dan Muhammadiyah terinfiltrasi HTI.
Lebih jauh, tanpa Tabayun dan hanya mengutip artikel opini yang tidak jelas, Burhan menuding di era Pak Din ada anggota HTI menjadi anggota bahkan pengurus Muhammadiyah.
Prof Din telah mengklarifikasi tidak ada anggota HTI yang menjadi anggota apalagi pengurus Muhammadiyah, karena AD ART Muhammadiyah ketat mengatur hal itu. Adapun, jika orang Muhammadiyah menjadi HTI itu ada dan lumrah terjadi pada ormas lainnya.
Tudingan dan serangan personal Burhanudin Muhtadi ini sangat serius, sebab selain tak memiliki basis argumentasi juga berpotensi mendeskreditkan tokoh bangsa, tokoh sekaligus ulama Muhammadiyah, tokoh sekaligus ulama umat Islam. Burhan sendiri, jatuh kredebilitasnya saat pilpres yang lalu diketahui membuat survei politik dibiayai metro TV.
Sejak saat itu, Burhan menghilang dari hingar bingar politik dan tak lagi menjadi rujukan politik karena patut diduga telah memiliki kepentingan dan afiliasi politik. Bukannya datang dengan wajah baru yang lebih segar dengan membawa segudang ilmu dan komitmen reputasi untuk hanya mengabdi kepada ilmu, Burhan justru datang dengan tudingan, fitnah dan nyinyiran.
Burhan, seperti Jokower lain pada umumnya, langsung minta maaf. Burhan, tidak mewarisi karakter pengemban ilmu, berfikir sebelum bertindak, mengamati sebelum bicara. Burhan, termakan slogan 'kerja, kerja, kerja' begitu berfikir semua pekerjaan ternyata salah.
Selain tak punya adab kepada Prof Din, mengumbar fitnah dan hanya meminta maaf via sosmed, Burhan juga lancang terhadap ajaran Islam khilafah. Burhan, ingin mendeskreditkan khilafah hanya karena kata khilafah tidak ada dalam Al Quran. Burhan, hanya taklid buta kepada Nadirsyah Hosen yang mengunci perdebatan dengan mengumbar Aksioma hanya kata Khalifah yang ada dalam Al Quran.
Mereka, menentang pendapat kaum tekstualis, tetapi begitu membahas khilafah mereka sangat tekstuslis. Mereka, memang bukan kaum tekstualis atau subtantif, mereka adalah kaum phobia dan pembenci ajaran Islam.
Saya kira, Burhan harus bertanggungjawab atas tuduhannya. Baik terhadap Prof Din maupun terhadap ajaran Islam khilafah. Rommy dan Papah Setnov masuk penjara karena selalu nyinyir terhadap khilafah, kita akan lihat apa yang akan terjadi pada Burhanudin Muhtadi. []