Gambar: Ilustrasi |
Oleh : Nurniah
(Mahasiswi Komunikasi Penyiaran Islam Albir Unismuh Makassar
Mediaoposisi.com-“Valentine Day's 2018: ‘Biasanya Penjualan Kondom dan Tissue Magic Laris Di malam Valentine’” (Surabaya.tribunnews.com); “Parah! Hari Valentine Penjualan Kondom naik 25 persen” (Faktualnews.com); “Heboh, Jelang Valentine Beli Coklat Gratis Kondom” (Merdeka.com); “Valentine’s Day Has Become Teen’s National Condom Day: Parents Need Aware Of!”(Theonespy.com).Setidaknya, itulah beberapa berita yang muncul dari beragam media baca online ketika saya mengetik kata Valentine’s Day dan kondom pada kolom pencarian Google.
Setiap orang di negeri ini sepertinya sudah mafhum tentang apa yang sedang viral ketika mendekati
bulan Februari. Entahlah, kemafhuman itu disebabkan kebencian atau karena keinginan untuk
mendukungnya. Atau yang mengharapkan agar hari valentine-nya dapat dirayakan bersama orang
terkasih.
Framing ‘Hari Kasih Sayang’, seolah menjadi sebuah pelegalan terhadap dirayakannya kemaksiatan hari ini. Namun, sebenarnya banyak hal yang perlu disoroti dari viralnya perayaan Valentine’s Day.
Pertama, dari mana asal perayaan Hari Kasih Sayang? Untuk menjawab pertanyaan ini, sudah banyak bahasan yang menjelaskan tentang keharaman merayakannya. Sebab tidak ada satupun sanad yang sampai kepada Rasulullah tentang perayaan hari kasih sayang di masa Rasulullah ataupun yang
dicontohkan oleh shalafushaleh. Alih-alih tersambung sanadnya kepada Rasulullah, perayaan ini justru merupakan budaya yang diwariskan oleh orang-orang yang menyembah selain Allah.
Siapa saja yang mengikuti euforia perayaan Valentine’s Day masuk dalam kategori tasyabuh, atau
mengikuti kebiasaan suatu kaum yang merupakan bagian dari kaum tersebut. Maka, jika Valentine’s Day adalah budaya orang kafir, maka seorang muslim yang ikut merayakannya telah menjadi bagian dari orang kafir. Rasulullah shalallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang meniru atau
mengikuti suatu kaum (agama) maka dia termasuk kaum (agama) itu.” (Riwayat Abu Dawud).
Na’udzubillaah.
Kedua, Hari Kasih Sayang merupakan produk yang sengaja dipasarkan oleh musuh kaum Muslim dalam rangka merusak generasi kita. Sebab mereka menyadari, bahwa generasi sebuah bangsa ada di tangan pemudanya. Maka, mereka berusaha untuk mengimpor budaya merusak dan melalaikan. Jangan heran jika perayaan Valentine’s Day semarak dengan warna pink, acara-acara spesial di televisi, berbagai bonus untuk pasangan muda-mudi, serta propaganda ‘Hari Kasih Sayang’. Dengan sebutan ini, diharapkan generasi muda muslim yang ada di Indonesia khususnya dapat menerima Valentine’s Day sebagai perayaan yang tidak mengganggu agama.
Setidaknya, apa yang dilakukan ini, merupakan realisasi dari apa yang dikatakan oleh Willian Edwart Galdstone (Perdana Menteri Inggris periode: 1864-1874, 1880-1885, 1886-1891, dan 1892-1894): “Selagi al-Qur’an masih berada di tangan kaum Muslimin, maka Eropa (bangsa Barat) tidak akan bisa menguasai Timur (mayoritas bangsa Islam). Bahkan Eropa itu sendiri akan terancam.”
Bukankah hari ini, kita lihat generasi muda muslim banyak yang fanatik terhadap
kesenangan-kesenangan yang telah diproduksi oleh Dunia Barat?! Apakah musik, film, makanan, pakaian, bacaan! Belum lagi dengan arus Korea (Korean Wave) yang tidak dapat disanksikan telah menjalari pemuda muslim. Apabila benak hanya dipenuhi oleh keinginan untuk mendapatkan kesenangan, maka kapan mereka berpikir untuk memperbaiki diri? Memikirkan masa depan bangsanya? Agamanya? Oleh karena itu, Al Qur’an memedomani setiap muslim untuk tidak asal mengikuti apa yang sedang tren di tengah-tengah masyarakat. Melainkan, menjadikan agama Allah sebagai pegangan yang harus digenggam erat-erat.
Dalam al-Qur’an surat al-Israa’ [17] ayat 36, Allah berfirman, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya.”
Allah juga berfirman dalam al-Qur’an surat al-‘Imran [3] ayat 103, yang artinya: ”Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”
Ketiga, Valentine’s Day adalah kendaraan menuju perzinahan massal. Mengapa? Sebab, di beberapa
daerah momen valentine menjadi saat-saat dimana beberapa minimarket menyatukan coklat dengan
free condom. Bukan hanya perzinahan, namun hal ini merupakan sarana untuk menyebarnya penyakit HIV/AIDS yang sampai saat ini pasti berujung pada kematian.
Keempat, Valentine’s Day adalah produk kebebasan berperilaku ala demokrasi, anak sistem sekulerisme atau pemisahan agama dari kehidupan. Di dalam demokrasi, salah satu asasnya adalah kebebasan berperilaku. Dimana orang-orang yang hidup di dalam negara berdemokrasi boleh melakukan apa yang mereka ingin lakukan dalam rangka untuk memperoleh kepuasan jasadiah. Sebab jika kepuasan jasadiah ini telah terpenuhi, maka kebahagiaan akan didapatkan.
Apa saja yang dianggap dapat memenuhi kepuasan jasad, boleh dilakukan. Asalkan tidak merugikan
orang lain dan dilakukan atas kehendak dan kemauan diri sendiri, maka boleh-boleh saja. Jadi, seorang laki-laki boleh memadu kasih dengan sesama laki-laki jika hal ini adalah hal yang diinginkan dan dilakukan atas keinginannya sendiri. Begitu juga seorang wanita dapat menjadi istri wanita lain, jika hal ini tidaklah atas paksaan orang lain. Maka, seseorang juga dapat melakukan apa saja dengan
pasangannya (yang belum sah) jika mereka suka sama suka.
Meskipun Indonesia tidak melegalkan pernikahan sejenis, namun tidak ada satupun payung hukum di negeri ini yang memberikan sanksi terhadap perbuatan di atas. Mengapa? Sebab, mereka melakukannya dengan kehendak dan keinginan bebas dari dalam dirinya. Jika zina sudah merajalela, maka azab tidak akan segan-segan diturunkan oleh Allah. Tidak hanya itu, Indonesia yang kaya ini tidak akan mendapatkan rahmat.
Maka, pangkal dari tidak turunnya rahmat itu adalah masih melenggangnya penerapan sistem yang tidak datang dari Allah. Pemisahan agama dari kehidupan telah menghasilkan kerusakan yang tidak sedikit. Ia hanya menjanjikan kehancuran generasi dan keterbelakangan moral.
Jika saja Islam diterapkan melalui bingkai negara, maka tidak akan dibiarkan budaya yang tidak berasal dari Islam masuk dan menjadi perayaan meriah bagi kaum muslim. Negara tentu saja akan
menyelenggarakan pendidikan yang mampu melahirkan orang-orang yang mempunyai kesadaran
terhadap keberadaan Tuhan dimanapun ia berada.
Selain itu, yang paling penting akan dilakukan oleh negara adalah menerapkan payung hukum yang akan menindak setiap pelaku zina ataupun perbuatan terlaknat kaum Nabi Luth, yaitu LGBT atau Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender. Hukum itu akan diterapkan sebagai peraturan yang membuat ngeri, mencegah untuk melakukan hal serupa dan menjadi penebus di akhirat kelak. Dengan begitu, tidak akan ada produksi kondom dalam rangka menghentikan penyebaran virus HIV. Karena penyebab utamanya, yaitu seks bebas dan pintu-pintunya telah ditutup oleh pemegang otoritas tertinggi yaitu Khalifah. Wallahu ‘alam. [MO/re]