Oleh: Rafiqa Anindita
(Aktivis Muslimah dan Pemerhati Kebijakan Publik)
Pertama, infrastruktur konektivitas berupa jalan dan jembatan, kereta api, bandar udara dan pelabuhan. Kedua, infrastruktur pendukung ketahanan pangan berupa pembangunan embung dan jaringan irigasi.Ketiga, infrastruktur telekomunikasi berupa perluasan cakupan jaringan dan telekomunikasi.
Pembangunan infrastuktur memang menjadi target utama untuk memperkuat perekonomian dan daya saing Indonesia di kancah internasional. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono, dalam Malam Orasi Penerima Anugerah Hamengku Buwono IX dalam rangka Dies Natalis ke-69 UGM (19/12/2018) mengungkapkan bahwa Pembangunan infrastruktur merupakan syarat fundamental sebuah bangsa mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan (tribunjogja.com).
Keseriusan pemerintah juga bisa dilihat dari komitmen Indonesia dalam mengadopsi seluruh platform atau indikasi kesuksesan SDG's (Sustainable Development Goal's - Tujuan tujuan pembangunan yang berkelanjutan) yang dicetuskan oleh PBB. Pada tanggal 5 Oktober 2018, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meluncurkan SDG Indonesia One, sebagai platform kerjasama pendanaan yang terintegrasi untuk mendukung pembangunan infrastruktur yang berasal dari beragam sumber, seperti privat, filantropis, lembaga donor, lembaga keuangan multilateral dan bilateral, perbankan, asuransi, dan investor. Pemerintah pun mendaulat PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) untuk mengelola platform tersebut (kontan.co.id).
Pada kesempatan tersebut, dilakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dan Letter of Intent (LoI) senilai USD2,3 miliar atau Rp34,5 triliun oleh para mitra yang terdiri dari filantropis, lembaga donor, lembaga keuangan multilateral dan bilateral, perbankan, asuransi, dan investor. Fakta ini semakin menunjukkan ketergantungan Indonesia kepada lembaga lembaga keuangan dan investor asing .
Dalam kesempatan lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa platform yang berkonsep blended - financing ini telah berhasil mendanai puluhan proyek infrastruktur di Indonesia. Beberapa proyek yang didanai melalui platform ini, antara lain lima proyek transportasi perkotaan senilai US$ 6,48 miliar, empat pelabuhan senilai US$ 5,91 miliar, 72 proyek energi terbarukan sebesar US$ 2,48 miliar, dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dengan pembiayaan US$ 890 juta, serta beberapa proyek infrastruktur lainnya (kontan.co.id)
Indonesia yang menyandang status sebagai negara berkembang sangat membutuhkan infrastruktur yang memadai untuk memenuhi kebutuhan - kebutuhan dasarnya. Jumlah penduduk yang besar dan tingginya upaya pemerintah untuk mencapai target SDG's menjadikan Indonesia bagaikan "gula" bagi para investor asing. Gambaran hasil investasi yang menguntungkan mampu menggerakkan trilyunan proyek infrastruktur di Indonesia. Hal ini akibat kurangnya dana pemerintah untuk pembangunan infrastuktur.
Dampak blending finance mengerucut kepada prioritas pembangunan. Proyek prioritas yang sangat dibutuhkan oleh rakyat menjadi tidak utama. Sebaliknya proyek infrastuktur yang berorientasi bisnis menjadi lebih mudah pendanaannya. Namun sayang, penggunaan fasilitas ini berbayar mahal karena ada profit yang dipetik dari rakyat sebagai konpensasi investasi yang sudah dikeuarkan oleh para investor.
Permasalahan ini dikeluhkan oleh Ketua Asosiasi Logistik Indonesia, Zaldy Ilham Masita yang meminta PT. Jasa Marga untuk menurunkan tarif tol Trans Jawa. Pasalnya tarif tol dari Jakarta ke Surabaya bisa mencapai jutaan rupiah(detik.com). Padahal pengangkutan logistik menjadi urat nadi perpindahan barang barang kebutuhan rakyat.
Pembangunan infrastruktur yang dicapai oleh pemerintahan periode tahun 2014-2019 tidak lain program sebatas menjalankan target - target SDG's yang sejatinya membuka keran investasi asing dan hutang luar negeri untuk pembangunan infrastruktur. Pendanaannya pun tidak murni untuk kesejahteraan rakyat, tetapi untuk meraup keuntungan atas konpensasi investasi dan hutang yang telah ditanam. Apakah layak perkembangan pembangunan infrastruktur periode ini dianggap suatu kemajuan yang perlu dibanggakan?
Ajaran Islam yang semakin mencuat di area politik, menuai pertanyaan bagaimana Islam menyelesaikan permasalah infrastuktur di negeri ini. Penyelesaian ala kapitalisme yang dianut Indonesia saat ini tidak menghasilkan solusi yang berarti, bahkan menuai permasalahan baru yang semakin mencekik ibu pertiwi. Hakikat politik dalam Islam adalah mengurusi perkara - perkara umat.
Pengadaan infrastruktur merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi agar masyarakat dapat mengakses berbagai layanan publik yg disediakan oleh negara.
Kewajiban negara menyediakan pelayanan publik diikuti kewajibannya menyediakan akses agar masyarakat dapat menjangkaunya. Setelah tegak Daarul Islam di Madinah, Rasulullah Muhammad S.A.W. mengurusi seluruh kemashlahatn umat. Beliau S.A.W, selain mengemban risalah juga menjabat sebagai imam atau pemimpin negara. Di dalam kitab Ajhizah Ad Dawlah Al Khilafah, dikemukakan bahwa Rasulullah mengurusi urusan urusan mereka, serta mengarahkan mereka pada sesuatu yang menjadikan urusan mereka semakin baik.
Beliau sebagai kepala negara mengatur masalah pendidikan, penyediaan lapangan kerja beserta fasilitas – fasilitasnya, masalah jalan, pengairan. Manajemen berbagai urusan ini ditangani oleh departemen, jawatan serta unit – unit yang didirikan untuk menjalankan urusan – urusan negara dan memenuhi kepentingan -kepentingan masyarakat tersebut. Beliau yang secara langsung mengatur depatemen – departemen tersebut.
Dalam Islam fungsi pemimpin laksana perisai, tempat orang – orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya. Pemimpin yang berkuasa wajib memberikan perlindungan dan jaminan atas kesejahteraan rakyatnya. Penguasa juga akan dimintai petanggungjawabannya di hadapan penciptanya atas kepemimpinannya. Internalisasi dan pemikiran yang kuat terhadap akidah Islam dan keterikatan terhadap syari’at Islam menjadikan seorang pemimpin kuat pula rasa tanggungjawab memelihara urusan rakyat. Kebutuhan infrastruktur dan pengadaannya semata – mata hanya untuk kepentingan rakyat.
Penerapan Islam secara sempurna turut mengatur sistem perekonomian negara, dimana negara berkewajiban memenuhi kebutuhan – kebutuhan dasar masyarakat. Kepemilikan diatur menjadi tiga, yaitu kepemilikan pribadi, publik dan negara. Negara mengelola kepemilikan publik yang manfaatnya dikembalikan kepada rakyat.
Di dalam kitab Ekonomi Islam karya Syaikh Taqiyuddin An Nabhani, milik umum adalah apa saja yang termasuk ke dalam fasilitas umum. Misalnya : sumber – sumber air, kayu – kayu, padang gembalaan hewan, barang tambang yang tidak terbatas jumlahya,, masjid, sekolah milik negara, rumah sakit negara, lapangan, tempat – tempat penampungan, jalan, sungai, laut, danau, tanah – tanah umum, teluk, selat dan sebgainya.
Dengan pengaturan Islam yang sistemik, baik dari sisi menganalisa kebutuhan rakyat akan infrasturktur dan pendanaannya, maka rakyat akan terhindar dari terbengkalainya hajat – hajat mereka berupa kesejahteraan.[MO/sr]