Oleh: Eka Puji Margianti
(Aktivis Dakwah Muslim)
Mediaoposisi.com- Sejak tahun 2016 RUU P-KS (Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual) sudah dibahas oleh anggota DPR komisi VIII yakni bidang agama. RUU P-KS ini muncul karena didasari banyaknya kekerasan seksual di kalangan perempuan. Di dalam Negeri kita memang tidak pernah terlepas dari kekerasan seksual, masalah ini terus berulang.Kekerasan seksual bukan hanya masalah dalam negeri namun menjadi masalah dunia. Yang menjadi pertanyaan besar "Apakah adanya RUU P-KS akan mengakhiri kekerasan seksual yang terjadi? RUU PKS muncul didasari tingginya angka kekerasan seksual di Indonesia. Pada catatan tahunan 2017 Komnas Perempuan, tercatat 348.446 kasus kekerasan yang dilaporkan selama tahun 2017. Angka tersebut naik 74 persen dari tahun 2016 sebanyak 259.150" (www.komnasperempuan.go.id).
Draft RUU PKS memantik kontroversi. Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama sejumlah lembaga di ruang rapat Fraksi PKS menyatakan bahwa RUU Penghapusan Kekerasan Seksual harus diwaspadai karena dinilai sarat dengan konsep Barat yang liberal (Hidayatullah.com, 31/5/2016 )
RUU P-KS bukanlah satu-satunya hukum yang disodorkan untuk menyelesaikan permasalahan negeri. Faktanya solusi yang disodorkan malah menambah daftar permasalahan yang terjadi. Adanya RUU P-KS yang berpendapat pengontrol tubuh perempuan adalah perempuan itu sendiri,Mengakibatkan banyaknya kontroversil.Adanya RUU P-KS yang bertujuan melindungi perempuan, alih-alihnya memberikan kebebasan dalam berekspresi. Ini bukti hasil hukum dalam sistem saat ini,tidak adanya tujuan yang berarti.
Banyaknya kontra di dalam negeri menambah beban tersendiri. Norma agama dan asusila masih digaungkan untuk menyelamatkan diri. Tetapi tidak akan berarti jika masyarakat diam tak menentang adanya hukum ini. Hukum yang bermantelkan untuk keselamatan bagaikan membawa sebuah belati yang jelas itu hasil dari sistem saat ini. Dengan bersembunyi dibalik RUU padahal jelas menambah kebebasan akan semakin menambah konflik negeri.
RUU P-KS adalah hukum yang harus mampu kita lawan sejak dini, karena ini bukan solusi .hukum yang tumpul hanya sekedar sebagai wacana yang tak terbukti. Menurut Rena, dalam rancangan UU PKS versi pemerintah justru belum mengangkat tentang perlindungan untuk korban dan tidak mengatur secara komprehensif bentuk-bentuk kekerasan seksual. "Sebenarnya belum sesuai prinsip CEDAW dan belum jelas kewajiban negaranya untuk memberikan perlindungan itu apa," kata dia.(Tempo.com)
Sementara itu, Koordinator Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan (JKP3) Ratna Bantara Munti mengatakan Indonesia jelas membutuhkan regulasi khusus untuk pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual. Sebab, peraturan yang ada, seperti Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau KUHP masih lemah secara implementasi dan substansi. Sehingga, aturan itu tidak menyasar pada akar permasalahan kasus kekerasan seksual dan minim perlindungan pada korban.(Tempo.com)
Semua ini menunjukkan adanya ruang yang dibentuk, saat adanya perubahan akan bebasnya untuk merubah hukum. RUU P-KS juga menciptakan aroma kebebasan seksual, pada pasal 5 ayat (2) huruf B menunjukkan yang dikategorikan kekerasan adalah mendorong orang untuk bebas memilih aktivitas tanpa adanya kontrol orang lain. Pihak yang mengintrol seksual orang lain inilah akan akan terjerat hukum dan dapat di pidana. Seperti, orang tua tidak boleh melarang anaknya berpacaran dan melakukan hubungan seksual bebas, karena bisa dikatakan kontrol seksual.
Bukti lainnya pada pasal 7 ayat (1) yaitu adanya hak mengambil keputusan yang terbaik atas diri, tubuh dan seksualitas seseorang agar melakukan atau berbuat atau tidak berbuat. Ini berarti adanya kebebasan seksual yang wajib dilindungi. Seperti, LGBT, Kumpul Kebo, Zina dll.
Lebih jauh lagi, pada pasal 7 ayat (2) dinyatakan bahwa Kontrol Seksual sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi: a. Pemaksaan menggunakan atau tidak menggunakan busana tertentu, Maka orang tua tidak berhak memaksa anaknya untuk menutup aurat. Karena termasuk kontrol seksual
Semua adalah bukti real dimana hukum dalam Sistem saat ini hanyalah hukum karet yang dapat berubah sesuai kehendaknya. Dengan beralasan menjaga rakyat, hukum ini memberikan kebebasan yang tidak sesuai dengan agama ataupun norma asusila. RUU P-KS ini menunjukkan hukum yang nyata tidak berkiblat dengan islam tetapi berkonsep Barat yang Liberal. Wajar jika saat ini hukum yang katanya untuk sebuah solusi menjadi permasalahan yang tak berhenti. Karena penegak hukum saat ini hanya mengikuti hawa nafsu semata tanpa melihat standar hukum yang pasti.
Penyebab utama adanya kekerasan seksual karena tidak adanya syariat islam yang dijalankan, syariat islam hanya dijadikan hiasan hati tanpa dijalankan untuk negeri. Kebebasan Berpakaian yang mempertontonkan aurat mereka, pornografi yang dipertontonkan dengan bebas, anak-anak yang sejak dini disuguhi dengan adegan yang tak seharusnya, mampu menjadi awal adanya kekerasan seksual.
Aturan pornografi dan pornoaksi sangatlah lemah, akibatnya muncul penyakit seks bebas dikalangan masyarakat. Sehingga, muncul aksi zina dan protistusi yang pada akhirnya akan berkelanjutan terjadi aborsi. Semua bagaikan terulang tak berbayang, semua terjadi karena kehendak mereka tanpa memikirkan hukum islam. Islam yang menjadi agama mereka, keyakinan mereka hanya dijadikan rutinitas ibadah semata. Upaya menghentikan kekerasan seksual dengan sistem sekarang hanyalah seperti mengaduk tepung didalam lumpur, mustahil hasilnya.
Sistem saat ini berlandaskan kebebasan, semakin kian banyak permasalahan akan tercipta hukum Undang-Undang yang menambah aroma kebebasan. Aroma yang terjadi bukan karena untuk penyelesaian tetapi menambah daftar permasalahan.
Kekerasan seksual hanya mampu teratasi dengan syariat islam, dengan aturan yang jelas sesuai fitrah dan akal manusia. Bukan adanya keterpakasaan atau pun adanya kebebasan tanpa standar kebenaran. Di dalam islam laki-laki dan perempuan diperintahkan untuk menutup aurat, menjaga kemaluannya, dan juga menundukkan pandangan(QS. An-Nur : 30 dan 31),dan (QS. Al-Azhab:59).
Surah An nur ayat 30:
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”
Surah An nur ayat 31:`
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. “
Surat al-ahzab ayat 59:
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Islam juga mengatur interaksi laki-laki dan perempuan, mengharamkan Khalwat (Berdua- duan dengan lawan jenis) dan mengharamkan ikhtilat (Campur baur dengan lawan jenis). Islam juga akan memberantas pelaku LGBT dengan saksi berat. Syariat islam akan mampu menyelesaikan permasalahan kekerasan seksual beserta saksinya. Islam akan menimbulkan efek jera bukan malah mengusung kebebasan semata.[MO/sr]