Oleh: Ayu Fitria Hasanah
Mahasiswa Universitas Jember
Mediaoposisi.com- kembali menjadi perbincangan yang mencuat di tengah masyarakat Indonesia. Dilatarbelakangi oleh kasus tertangkapnya artis Vanessa Angel dan model majalah dewasa Avriellia Shaqqila di Surabaya akhir pekan silam karena terlibat prostitusi. Dugaan menerima bayaran 80 juta dalam aktivitas prostitusinya cukup menggeparkan masyarakat. Berbagai pendapat pun bermunculan, mulai dari yang menghina, juga membela. Tak tanggung setelah diselidiki lebih mendalam ternyata banyak artis yang terlibat prostitusi, seperti keterangan dari Polda Jawa Timur menemukan ratusan artis dan model terlibat kasus prostitusi online (www.cnnindonesia.com). Temuan itu diketahui usai polisi membongkar prostitusi online yang melibatkan dua artis tersebut.
Kegiatan prostitusi atau pelacuran merupakan penyimpangan sosial juga penyimpangan seksual. Pelacuran adalah kejahatan, sehingga semua yang terlibat di dalamnya harus dikenai hukuman, baik bagi mucikari atau pun pelaku prostitusi. Sebab hal itu adalah perzinahan. Laki-laki dan perempuan yang tidak terikat dengan hubungan pernikahan, sebetulnya tidak punya hak untuk melakukan hubungan seksual. Maka bila ada laki-laki dan perempuan yang tidak terikat hubungan pernikahan melakakukan hubungan seksual, maka itu adalah seks bebas alias penyimpangan seksual. Lebih-lebih untuk yang memperdagangkan seksual, hal ini jelas kriminal dan aktivitas yang tidak bermartabat.
Mengapa mau menjadi pelaku prostitusi?
Setiap individu yang terlibat prostitusi tidak terlepas dari pengaruh sosial atau lingkungan yang melingkupinya. Kondisi kehidupan saat ini yang sekuler alias memisahkan agama dari kehidupan menjadi pemicu terjadinya berbagai penyimpangan sosial. Sistem hidup yang sekuler memiliki paham yakni mengagungkan materi. Kemuliaan seseorang diukur dari materi yang dimilikinya. Standar prestisius seseorang diukur dari kemampuan orang itu dalam memenuhi segala kebutuhannya dengan barang-barang yang mewah. Tidak dapat dipungkiri bahwa hari ini berkembang gaya hidup hedonisme sebagai buah dari sistem sekuler. Inilah yang menyebabkan seseorang terdorong menggadaikan kehormatannya demi meraih standar prestisius tersebut.
Sistem hidup yang sekuler juga menumbuhsuburkan paham-paham kebebasan, salah satunya kebebasan berekpresi. Bukankah seks bebas bila didasari atas suka sama suka serta tidak ada orang yang dirugikan tergolong bukan suatu kriminal yang perlu mendapatkan hukuman? Padahal itu adalah perzinahan yang jelas dampak buruknya. Prostitusi dan perzinahan yang cukup banyak terjadi merupakan masalah besar yang harus diselesaikan. Penyelesaian masalah ini tentunya perlu keterlibatan berbagai pihak, yakni setiap individu, masyarakat, dan negara atau pemerintah. Karena itu bagi individu harus kembali kepada keyakinan ajaran agamanya, dalam Islam kemuliaan seseorang diukur dari ketaqwaannya, kemuliaan wanita salah satunya diukur dari kemampuan menjaga kehormatannya. Selain individu yang bertaqwa juga membutuhkan masyarakat yang bertaqwa, yang selalu siap mengkontrol individu-individu serta pemerintah yang melakukan penyimpangan. Pilar paling penting yaitu adanya negara atau pemerintah yang bertaqwa, yang menegakkan aturan-aturan Allah dalam kehidupan, salah satunya masalah perzinahan. Hal ini jelas di atur dalam Al-quran seperti dalam firman Allah :
Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk (sumber: Al-Qur’an, QS Al-israa’ ayat 32)
Dan untuk orang yg berzina, Allah berfirman “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin,” (an-Nuur: 2-3).
Islam sebetulnya memiliki seperangkat konsep pengaturan kehidupan beserta pelaksaannya yang mampu mengatur segala urusan rakyat. Termasuk masalah pergaulan juga sanksi, tak hanya itu Islam punya aturan yang mampu mencegah rakyat melakukan berbagai kejahatan. Aturan ini bersumber dari Al-quran dan sunnah, bukan bersumber dari manusia seperti sistem hari ini. Sementara pelaksananya adalah dengan sistem pemerintahan Islam yang akan menyerahkan kedaulatan tertinggi pada hukum syara’ bukan manusia seperti pada demokrasi. Aturan Islam pada dimensi sosial ini sangat relevan digunakan oleh semua umat manusia, artinya bukan hanya umat Islam tapi juga semua non muslim. Oleh sebab itu, kembali kepada aturan Pencipta manusia mutlak harus dilakukan untuk menutup pintu merajalelanya kejahatan dan penyimpangan dan mengembalikan manusia kepada posisi terhormat.[MO/dr]