Oleh : Retno kurniawati
(Analis Muslimah Voice)
Dalam ilmu geografi, oasis atau oase adalah suatu daerah subur terpencil yang berada di tengah gurun, umumnya mengelilingi suatu mata air atau sumber air lainnya. Oasis juga dapat menjadi habitat bagi hewan dan bahkan manusia jika memiliki area yang cukup luas. (wikipedia).
Dengan kata lain sebuah tempat yang jadi dambaan penghidupan.Namun saat ini bentuk oase sudah sangat berbeda, sudah banyak yang berubah dan tidak hanya terdapat di hamparan gurun pasir. Oase modern adalah bentuk-bentuk kekuasaan, politik, ekonomi, sosial, budaya, bahkan informasi dalam bentuk media.
Kesamaan oase kuno dan oase modern adalah sama-sama di perebutkan terlebih lagi saat akan terselenggaranya pilpres 2019 sebentar lagi. Polemik demi polemik muncul. Yang lagi ramai di bahas saat ini adalah tentang jadwal debat, tema dan lembaga penyiaran depan capres dan cawapres. (aceh.tribunnews.com/2019/01/02).
Namun demikian, benarkah perhelatan pilpres ini sejatinya oase yang di dambakan umat? Atau malah hanya fatamorgana?. Sebentar lagi jelang pilpres bisakah menghasilkan pemimpin yang tidak korupsi, manipulasi, suap, mark up dana, pembukuan ganda, nama perusahaan fiktif, seperti yang sudah-sudah. Hanya bisa wait and see, seberapa out put yang dihasilkan dari metode yang bukan berasal dari islam tersebut.
Berapa dana yang di perlukan untuk menghasilkan pejabat yang ideal menurut mereka ? Tentu tidak sedikit dan itu uang rakyat, yang seharusnya untuk kesejahteraan rakyat.
Berbanding terbalik dg mekanisme pemilihan pemimpin dalam sistem Islam. Pemilihan hanya untuk khalifah dengan kriteria personal yang standar syara' yang meniadakan tersangka menjadi calon, efektif dan efisien waktu karena hanya memilih khalifah, selebihnya ditunjuk oleh khalifah dengan ketentuan syara’ bukan hawa nafsu personal khalifah.
Cara yang efisien seperti inilah yang seharusnya di beri kesempatan untuk di implementasikan demi cinta tanah air kita. Sudah jelas, tegas dan lengkap dalam Al quran dan hadits cara tersebut yang bisa di adopsi.
Namun kepentingan dalam gila jabatan yang masih membelenggu negeri ini, masih ada kepentingan siapa di balik siapa dalam pengangkatan sebuah pejabat. Penyakit gila jabatan harus segera dirubah dengan pejabat yang bermartabat dengan cara syariat islam demi bangsa tercinta ini.
Dalam islam, kepemimpinan itu adalah amanah Umat yang akan dipertanggungjawabkan di sisi Allah SWT. Oleh karena itu, Islam telah jelas menggariskan dalam al qur'an dan hadits beberapa kaedah yang berhubungan dengan kepemimpinan. Sejatinya, kepemimpinan Bersifat Tunggal.
Dalam peta politik Islam, kepemimpinan negara itu bersifat tunggal. Tidak ada pemisahan, ataupun pembagian kekuasaan di dalam Islam. Kekuasaan berada di tangan seorang Khalifah secara mutlak.
Yang terjadi saat ini, politik itu perlombaan, adu Visi, Misi dan Strategi alias kontestasi. Alangkah aneh jika politik dijadikan konfrontasi, dan ngotot mau menang. Semua yg dianggap lawan diserang pribadinya dengan berbagai cara.
Kontestasi hanya menghasilkan menang dan kalah tanpa memperhitungkan kwalitas standar syariat. Sangat berbeda dengan konsep kepemimpinan dalam islam.
Ibnu Kholdun berkata:
"Wakil Pemilik Syariah dalam menjaga agama serta mengatur urusan dunia disebut dengan Khilafah dan Imamah, yang menempati kedudukan itu adalah Kholifah atau Imam. Penamaannya dengan Imam diserupakan dengan Imam Sholat dalam hal wajibnya untuk diikuti dan dipanuti, oleh karena itu dinyatakan al-Imâmah al-Kubro (Kepemimpinan Agung). Adapun penyebutannya dengan Kholifah karena menggantikan Nabi ﷺ dalam (mengatur) urusan umatnya."
[Sumber: Ibnuldun, al-Muqoddimah, hlm. 190].
Bila ini di terapkan maka, akan terwujud sebagai oase yang sesungguhnya. Bukan fatamorgana belaka. Semoga allah memberikan jalan kemudahan dalam penerapan sitem islam, sistem yang di ridhoi Allah swt.
from Pojok Aktivis