Mediaoposisi.com-Pak modin memimpin doa, diamini tamu undangan. Nikah itu perintah agama, untuk menggapai ridho Tuhan.
Sebait pantun ini cukup untuk membantah argument banyak orang yang menjadikan pernikahan sebagai sebuah polemik yang tak kunjung selesai dibahas. Sebab menikah adalah ajaran islam.
Palangkaraya, Kalimantan Tengah(ANTARA News)- Kepala Dinas Pembedayaan Perempuan Kalimantan Tengah (Kalteng) Rian Tangkudung menilai pernikahan anak usia dini berkolerasi terhadap perceraian karena ketidakmatangan memasuki dan membina suatu keluarga. “Perceraian di kalangan keluarga menikah dini memeng tinggi”, kata rian di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Jum’at.
Sungguh aneh, tapi nyata. Sistem sekuler ini telah benar-benar membuat manusia berfikir dangkal. Sesuatu hal yang seharusnya dipermasalahkan justru di anggap lumrah, dan sebaliknya hal yang tidak bertentangan dengan ajarannya dianggap sebuah permasalahan yang harus segera dihilangkan.
Pernikahan adalah bagian dari perintah Allah bagi hambanya, sebab darinya akan melahirkan generasi penerus.
Menikah juga merupakan ibadah yang paling banyak pahala, sebab disana banyak keutamaan yang bisa dijadikan ladang pahala.
Namun sayang pemerintah nampaknya semakin kehilangan arah dalam mengurusi urusan umatnya. Dengan membuat peraturan yang membatasi usia pernikahan bagi laki-laki dan perempuan untuk mengurangi resiko perceraian bagi pasutri (pasangan suami istri) yang menikah di usia dini.
Hal ini tentu bertentangan dengan yang diajarkan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW. Islam dalam syariatnya tidak membatasi usia pada pasangan yang ingin menikah, walau tetap ada syarat-syarat yang juga harus dipenuhi.
Ketika kedua mempelai sudah memenuhi syarat pernikahan maka tidak ada halangan baginya untuk menikah.
Adapun kekhawatiran pemerintah dan masyarakat akan kasus perceraian yang kini banyak terjadi pada pasutri muda sesungguhnya hal ini bukanlah alasan yang sesungguhnya.
Tidak memahami tujuan dari pernikahan, dan minimnya bekal ilmu tentang pernikahan serta ketiadaan pondasi aqidah pada pasanganlah yang mendasari hal-hal tersebut terjadi.
Seseorang yang memahami hakikat pernikahan tidak akan dengan mudah mengambil langkah cerai, sebab meskipun hal itu tidak diharamkan namun Allah sangat membenci perbuatan tersebut.
Ketiadaan pondasi aqidah yang akhirnya memicu untuk terus terjadi pertengkaran yang terus-menerus terjadi.
Ditambah dengan gaya hidup yang hanya mengikuti nafsu, kehidupan hedonis dan hanya berfokus akan urusan dunia yang akhirnya membuat pernikahan seolah menjadi pengekang kebebasan.
Peran Negara tentu juga turut menjadi faktor terjadinya perceraian. Mengapa demikian?, tentu saja alasannya karena pemerintah seharusnya mampu meriayah rakyatnya termasuk dalam hal pernikahan dan bukan malah membatasi usia pernikahannya. Sistem kapitalis-sekuler yang diterapkan di Indonesia telah menjauhkan manusia dari sang kholiq.
Alhasil kehidupan sehari-hari kacau, sebab mereka hanya memfokuskan pada duniawi. Bahkan pernikahan bukanlah ditujukan untuk meraih keridhoan Allah.
Bagi mereka menikah adalah sebuah akhir dari kisah asmara (Pacaran) menuju singgasana bahagia. Pernikahan dijadikan sebuah ajang pertontonan. Maka tak heran jika pernikahan mereka berakhir pada perceraian.
Sesuatu yang diawali dengan landasan yang salah pasti akan menghasilkan yang salah pula. Berbeda halnya jika seseorang yang menikah karena dorongan akidah dan ketaqwaannya pada Allah.
Meskipun usia masih belasan mereka bisa melewati terjangan angin badai dalam pernikahan. Semua ini karena pondasi dalam pernikahan adalah akidah. Jadi salah besar jika menganggap usia dinilah faktor pemicu tingginya angka perceraian.
Sebagai seorang muslim kita seharusnya hanya berpedoman pada hukum-hukum Allah, bukan aturan buatan manusia.
Sebab menusia itu lemah dan terbatas, ia tak mampu menjangkau seluruh pikiran manusia. Hanya Allah yang bisa mengetahui dengan benar apa yang dibutuhkan oleh setiap hamba yang diciptakan.
Kebijakan pemerintah yang ingin menambah batas usia pernikahan sesungguhnya adalah bagian dari upaya untuk menjauhkan masyarakat dari syariat.
Hal ini juga merupakan bagian dari misi mereka untuk menyebarkan paham liberalisme pada setiap individu.
Pemerintah membuat aturan yang akhirnya menghalangi seseorang untuk menikah, tapi disisi lain perzinahan kian merajalela tanpa adanya upaya serius dari pemerintah selaku pemimpin.
Remaja dilegalkan untuk mendekati zina ( pacaran ), padahal sudah jelas larangan mendekati zina dan menganjurkan menikah. Allah berfirman :
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Isra : 32)
“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang[1] di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah)[2] dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya[3]. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”. Qs. An-Nur : 32 )
Jadi sangat jelas anjuran menikah adalah bagian dari perintah Allah, dan hal ini pula yang diajarkan agar manusia terhindar dari dosa mendekati zina atau bahkan sampai melakukan perzinahan.
Bahkan Rasulullah SAW telah berwasiat sekaligus mengajak kepada para pemuda yang telah mampu dalam hal kemapanan dan nafkah untuk menikah.
Faktor internal yang mendorong agar remaja menikah adalah supaya mereka tidak terjerumus ke perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT.
Sabda Nabi SAW: “Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian sudah mampu secara materi dan jasmani maka menikahlah karena hal itu bisa menjaga mata dan kemaluan, maka barang siapa tidak mampu hendaknya ia berpuasa karena puasa terdapat obat.” (H.R. Muttafaqun Alaih)
Jadi sudah jelas kebijakan yang dibuat pemerintah ini tidaklah tepat, karena menghalangi pernikahan padahal arang tersebut mampu menikah sama dengan membuka pintu perzinahan.
Namun hal ini bukan hal yang aneh, sebab sistem yang diterapkan saja sudah bertentangan dengan perintah Allah. Sebuah kemustahilan bila berharap sistem kapitalis-sekuler mampu membuat rakyatnya dekat dengan sang kholiq dan menjadikan islam sebagai landasan pengambilan keputusan.
Maka hanya dengan penerapan sistem islam aqidah akan terjaga, dan segala aktivitas mendapat keberkahan dari Allah.
Dengan penerapan sistem islam pula yang akan mampu menghilangkan kasus perceraian atau perzinahan. Sebab islam dengan segala aturannya memiliki ketegasan yang tak bisa ditawar oleh nafsu manusia.
Dan dengan sistem islam pemerintah bukan hanya mengurus kebutuhan jasmani saja, tapi pemerintah juga bertanggung jawab dengan periayahan ketika umatnya memenuhi ghorizah ( naluri).
Tidak aka ada lagi rakyat yang takut atau harus bersembunyi mencuri-curi umur hanya karena ingin menikah.
Bahkan rakyat tidak perlu mengkhawatirkan biaya mahal untuk menikah, sebab pemerintah akan memberi santunan bagi pasangan yang ingin menikah dan tidak memiliki biaya. Sungguh indah bukan hidup dalam naungan sistem islam.
Lalu tunggu apa lagi, bersegeralah kita mengganti sistem kufur yang mendzolimi rakyat dengan sebuah sistem islam yang akan memberi kesejahteraan sejati. Mari bersungguh-sungguh untuk menerapkan sistem islam tersebut dalam naungan Negara.