Oleh: Siti Subaidah
(Pemerhati Lingkungan dan Generasi)
Mediaoposisi.com-Pertumbuhan jumlah penduduk setiap tahunnya bukan menjadi sesuatu yang baru. Bahkan wajar, mengingat alamiahnya makhluk hidup adalah tumbuh dan berkembang. Fenomena ini pun turut dialami oleh negara kepulauan kita, Indonesia. Indonesia yang memiliki luas 5.193.250 km (mencakup daratan dan lautan) pada tahun 2018 berpenduduk 270 juta jiwa dan merupakan negara berpenduduk keempat terbesar di dunia. Bahkan diprediksi akan mengalami peningkatan ditahun-tahun berikutnya.
Menurut Deputi Lalitbang BKKBN Pusat, Muhammad Rizal Martua Damanik mengatakan, Indonesia telah memasuki fenomena kependudukan yang disebut bonus demografi. Di mana penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih banyak dari pada usia non-produktif. “Diprediksi pada 2020-2030, 100 orang produktif menanggung 44 orang non-produktif,” tuturnya. (PROKAL.CO, BALIKPAPAN, 13/12/2018)
Bonus demografi adalah istilah kependudukan untuk menggambarkan tersedianya jumlah angkatan kerja atau penduduk produktif sangat tinggi di satu negara. Bonus demografi ini tentunya memberikan peluang besar bagi Indonesia jika dimanfaatkan dengan baik. Besarnya usia produktif jika dioptimalkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan bangsa.
Maka berbagai strategi pun coba dilakukan oleh pemerintah. Pertama, mengembangkan potensi ekonomi. Kedua, memperkuat konektivitas nasional yang terintegrasi secara local dan terhubung secara global. Ketiga, memperkuat kemampuan sumber daya manusia (SDM) dan IPTEK nasional untuk mendukung pengembangan program utama di setiap koridor ekonomi.
Tidak dipungkiri bahwa kaum muda dengan segala potensinya dapat membawa perubahan dan kebangkitan. Namun perlu dilihat dari kacamata mana kita memandang. Indonesia dengan ideologi yang diembannya saat ini yaitu sistem kapitalis, nyata tidak memberikan dampak perubahan dan kebangkitan bagi bangsa. Banyaknya usia produktif tak banyak menyumbang bagi pertumbuhan ekonomi. Malah menjadi beban manakala kita dihadapkan pada fakta-fakta yang menimpa generasi muda kita.
Laporan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, setiap menit ada empat anak yang putus sekolah. Bahkan pada tahun 2010 usia sekolah yakni 7-15 tahun yang terancam putus sekolah sebanyak 1,3 juta. Ditambah dengan ide kebebasan berperilaku, buah hasil sistem kapitalis yang telah merasuki pemikiran para pemuda. Gaya ‘membebek’ mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari demi sebuah predikat ‘anak gaul’. Bahkan saat ini semakin tampak perilaku seksual remaja yang kebablasan, baik itu KTD (Kehamilan Tak Diinginkan), aborsi, pelacuran usia remaja, dan lain-lain. Pertanyaannya, dengan fakta ini mampukah Indonesia dengan sistem kapitalisnya memanfaatkan bonus demografi?
Sistem kapitalisme hanya memandang peluang ini dari sisi ekonomi dan kesejahteraan. Maka dengan fakta yang ada jelas perubahan yang terjadi hanyalah semu, bahkan cenderung hanya sebuah mimpi. Tengok saja negara Amerika dan Eropa yang dipandang sebagai negara maju, nyatanya telah sering mengalami kegagalan ekonomi. Krisis tahun 2008 adalah yang terparah bahkan berdampak hingga saat ini.
Bonus demografi merupakan peluang yang memerlukan penanganan tepat dan tentu dengan sistem yang tepat pula. Islam sebagai agama dan ideologi mampu menjawab tantangan ini. Dengan sistem yang ia miliki yaitu syariah atau aturan islam, pemuda dapat menjadi sosok yang membangkitkan. Pembentukan syaksiyah islamiyah atau kepribadian islam pada diri seseorang merupakan kunci utama untuk menggerakkan bahkan memberikan kontribusi perubahan dalam lini individu, masyarakat dan negara. Pemuda yang telah tersentuh ideologi islam akan bergerak ikhlas semata-mata demi mencapai ridho Allah.
Dengan penerapan sistem islam secara keseluruhan, para pemuda akan senantiasa menuntut ilmu, mengembangkan inovasi, dan berkarya dengan cara-cara yang Allah halalkan. Tak kan ada pemuda yang sibuk dengan aktivitas yang sia-sia karena mereka paham waktu dan segala sesuatunya akan dimintai pertanggung jawaban. Maka dari sinilah pemuda penggerak perubahan akan menghasilkan sebuah peradaban.[MO/sr]