Oleh: Ratna Munjiah
(Pemerhati Masyarakat)
Namun, karena kesalahan penerapan kebijakan penguasa, rakyat Indonesia mengalami kemiskinan dan ketimpangan hidup.
Banyak kita dapati info dari berbagai media. Kemiskinan dari tahun ketahun bukannya berkurang tetapi justru meningkat tak terkecuali Kalimantan Timur.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim mencatat, jumlah penduduk miskin di Kaltim terhitung September 2018 sebanyak 222,39 ribu (6,06 persen). Jumlah itu meningkat dibandingkan Maret 2018 sebanyak 218,90 ribu (6,03 persen). Artinya jumlah penduduk miskin secara absolut bertambah 3,49 ribu orang (naik 0,03 persen).
Kepala BPS Kaltim Atqo Mardiyanto menjelaskan, Kaltim berada pada urutan ke-6 terendah secara Nasional.”Yang paling tinggi Papua, dan terendah DKI Jakarta,” ujarnya.
Selama Maret-September 2018, garis kemiskinan (GK) naik sebesar 4,09 persen, yaitu dari Rp 574.704 per kapita perbulan pada Maret 2018 menjadi Rp 598.200 perkapita perbulan pada September 2018.
Sementara itu, jika dilihat dari penyebabnya, baik di perkotaan maupun pedesaan, komoditi makanan yang mempunyai andil terbesar dalam pembentuk garis kemiskinan pada September 2018 antara daerah perkotaan dan pedesaan terdapat kemiripan pola.
Dari lima komoditi terbesar penyumbang garis kemiskinan empat diantaranya sama yaitu beras, rokok kretek filter, daging ayam ras dan telor ayam ras (16/1/ ).
Menyedihkan tentu, karena kita ketahui bersama bahwa Kaltim merupakan provinsi kaya sumber energi namun faktanya Kaltim menduduki peringkat 6 kemiskinan.
Begitu banyak masalah yang dihadapi Kaltim dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat mulai dari listrik, bahkan kebutuhan infrastruktur pun juga tidak terpenuhi, di mana didapatkan jalan di pedalaman sampai sekarang belum tersentuh oleh pemerintah.
Melihat keadaannya seperti itu akan menjadi sebuah pertanyaan di mana peran negara dalam mengurus rakyatnya. Mengapa masalah kemiskinan tidak pernah berakhir bahkan tiap tahun semakin meningkat.
Tidak dapat dipungkiri terjadinya kenaikan angka kemiskinan di negeri kita karena sampai sekarang negara masih menerapkan sistem kapitalis. Dimana pembangunan ekonomi berdasarkan konsep pertambahan pendapatan nasional (national income) dan menjadikannya sebagai basis sistem ekonomi.
Kapitalisme menyatakan bahwa kelangkaan relative barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan adalah masalah ekonomi yang paling mendasar. Artinya barang dan jasa dianggap tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan manusia yang senantiasa muncul dan beraneka ragam.
Sistem kapitalis telah mengganti pemecahan masalah kemiskinan individual dengan pemecahan yang fokus pada kemiskinan sosial dalam masyarakat. Padahal, mustahil dalam masyarakat tidak ada orang lemah dan miskin serta orang yang berpegang pada sifat-sifat yang luhur.
Tentu mereka akan tetap menjadi orang-orang miskin selama asas sistem ekonominya adalah pertumbuhan pendapatan nasional (national income) dan yang memperolehnya hanya mereka yang memiliki kemampuan saja.
Orang kuat (semisal konglomerat) dengan kekuatannya tentu akan mendapatkan kekayaan. Sebaliknya orang lemah, dengan kelemahannya sulit untuk mendapatkan kekayaan.
Inilah yang justru semakin memperdalam jurang kemiskinan sehingga mustahil bisa diatasi. Lebih dari itu, sistem kapitalis ini menjadikan orang-orang kaya mendominasi negara, menjadikan kekuasaan ada dalam genggamannya dan memungkinkan mereka untuk mengendalikan manusia.
Berbeda halnya dalam sistem ekonomi Islam.
Di mana sistem ekonomi Islam dibangun berdasarkan konsepsi akidah Islam, yaitu keimanan kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-Nya, Hari kiamat serta qadha dan qadar, baik buruknya semata-mata dari Allah SWT.
Politik ekonomi dalam Islam adalah menjamin pemenuhan semua kebutuhan primer setiap individu maupun kebutuhan-kebutuhan sekundernya sesuai dengan kadar kemampuannya sebagai individu yang hidup dalam suatu masyarakat dengan gaya hidup tertentu.
Islam memandang setiap orang secara individual, bukan secara kolektif sebagai komunitas yang hidup dalam sebuah negara.
Pertama-tama Islam memandang setiap orang sebagai manusia yang harus dipenuhi semua kebutuhan primernya secara menyeluruh.
Kedua, Islam memandang manusia sebagai individu tertentu yang berpeluang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekundernya sesuai dengan kadar kemampuannya.
Politik ekonomi Islam tidak sekedar meningkatkan taraf hidup dalam sebuah negara semata. Karena itu politik ekonomi Islam tidak menjadikan pertumbuhan pendapatan nasional sebagai asasnya; tidak pula memperbanyak barang dan jasa demi menjamin terwujudnya kemakmuran hidup manusia.
Islam menetapkan kebutuhan atas pangan, papan, dan sandang sebagai kebutuhan pokok tiap individu.
Islam juga menetapkan keamanan, pendidikan dan kesehatan hak dasar seluruh masyarakat. Dan merupakan tanggungjawab penguasa untuk memenuhi setiap kebutuhan dasar rakyatnya. Negara juga tak boleh berlepas tangan dalam pemenuhan kebutuhan dasar setiap rakyatnya.
Dalam konteks ini, Islam telah menetapkan beban tanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat secara keseluruhan adalah tanggungjawab negara .
Nabi SAW bersabda “ Imam (khalifah) yang bertanggungjawab terhadap khalayak ramai itu adalah pengurus dan dialah satu-satunya yang bertanggungjawab terhadap rakyatnya. (HR Muslim).
Sebagai umat Islam, sudah terlalu lama rasanya kita terjebak dalam sistem kapitalis sekuler, dan semua meliputi pengaturan seluruh lini kehidupan. Dan jika sistem ini tetap dipertahankan maka tentu rakyat tidak akan pernah mendapatkan kesejahteraan, rakyat akan selalu berada dalam lingkaran kemiskinan.
Oleh karenanya sudah seharusnya negara kita, terkhusus pemimpin kita menerapkan sistem Islam, karena hanya Islam yang memiliki seperangkat aturan yang dengan aturan tersebut maka seluruh problematika kehidupan akan dapat diselesaikan dengan sebaik baiknya
Kebutuhan rakyat akan terpenuhi, karena SDA (Sumber Daya Alamnya) dikelola oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk memenuhi kebutuhan rakyat.[MO/ad]