Oleh: Nasrudin Joha
Mediaoposisi.com-Aneh, ada mantan Kiyai yang meminta umat tidak menyebut Jokowi Anti Islam hanya karena Jokowi menjadikan vigour cawapres dirinya.
Parameter anti Islam itu bukan dilihat dari siapa cawapresnya, juga bukan dilihat dari seberapa banyak unggahan foto atau video sholatnya. Ukuran untuk melihat apakah Jokowi pro atau anti Islam, itu kebijakannya.
Bahkan, jika dilihat fakta ternyata Jokowi mampu membuat seorang Kiyai menyesal membela agama Allah, menyesal memenjarakan sang penista agama, itu menunjukan betapa hebat daya rusak Jokowi. Kiyai pun bisa menjadi lebih bodoh dari awam akidahnya, setelah terkena kontaminasi Jokowi.
Lagi pula, bahasa itu rasa Kiyai. Umat tahu, mana yang serius membela umat dan mana yang bermain kata-kata. Mana yang Istiqomah mana yang benar-benar tulus berada dan bersama umat, dan mana yang hanya modus mengejar sekerat tulang dunia yang tidak mengenyangkan.
Perppu Ormas, Pembubaran Ormas Islam, kriminalisasi ulama, kriminalisasi simbol dan ajaran Islam, itu contoh sedikit bukti kebijakan Jokowi anti Islam. Sementara, represifme Jokowi dirasakan seluruh rakyat. Di zaman Jokowi ini, rakyat mengalami benturan dan penderitaan yang hebat.
Yai, Anda saja sebenarnya sudah tidak dihargai lagi. Jika bukan karena ingin meraup suara umat, Anda pasti akan di rongsokan di ruang museum sejarah. Anda tak layak jual, tapi karena 'ngiler' elektabilitas atas dukungan umat, Anda diambil dan dijadikan pajangan.
Sidahlah Yai, tidak lagi bersama umat itu sudah pilihan sulit. Jangan menambah sulit pilihan itu, dengan ikut menuding umat untuk membela rezim yang represif dan anti Islam.
Kami sendiri tak merasa berat untuk melawan Jokowi. Posisi Anda, tidak menambah berat sedikitpun -meski seberat biji zarah- yang membuat kami merasa sulit untuk mengalahkan Jokowi. Jokowi sudah dikalahkan, oleh janji palsu dan kedustaan yang diproduksinya.
Ya Yai, hoax itu baru terbukti setelah Pilpres. Kita tinggu saja, fatwa Nasrudin Joha ini hoax atau ujaran Yai yang hoax. Tempo saja, sekarang menganggap posisi Yai tak lagi 'tabu' untuk ditampilkan apa adanya.
Kami telah teguh dengan pilihan perjuangan, dengan bahasa yang memiliki rasa, untuk tetap berada disamping umat. Kami, tdk merasa kehilangan mutiara yang membatu, bahkan kami dapat pengganti dari Intan permata asli yang terus telaten mendampingi umat, menjadi mata, hati dan pikiran umat.
Kami telah mengambil pilihan, berniaga dengan Allah SWT, menyerahkan seluruh kehidupan kami sebagai harganya, dan hanya inginkan surga dan ridloNya, sebagai kompensasinya. Jika berbeda jalan, cukuplah diam dengan pilihan. Semakin bicara, Anda semakin ngelantur.
Sekali lagi, ini cuma persoalan hidup. Dan kami telah mengambil pilihan kebajikan dunia dan akherat, ketimbang menjadi budak dunia. Kami telah melihat surga tanpa tabir, sehingga kami ridlo dengan ketentuan rabb kami atas urusan dunia ini. Karena itu, istighfar Yai, karena pilihan itu masih terbuka untuk menyelamatkan Anda. [MO/ge]