-->

Jaminan Kesehatan atau “Kesulitan” Kesehatan

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen
Oleh: Mega 
(Mahasiswi FEB UHO)

Mediaoposisi.com-BPJS Kesehatan akan menetapkan skema urun biaya dengan peserta untuk tindakan medis tertentu. Tindakan medis itu yang berpotensi memiliki penyalahgunaan dikarenakan selera atau perilaku peserta.

Deputi Direksi Bidang Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan Budi Mohamad Arief mengungkapkan urun biaya yang dibebankan pada masyarakat sebesar Rp 10 ribu setiap kali kunjungan rawat jalan di rumah sakit tipe C dan D juga klinik utama,  serta Rp 20 ribu untuk rumah sakit tipe A dan B.

Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2018 tentang Pengenaan Urun Biaya dan selisih biaya dalam Program Jaminan Kesehatan. Penetapan urun biaya paling tinggi Rp 350 ribu untuk paling banyak 20 kali kunjungan dalam waktu tiga bulan.

"Urun biaya dikenakan kepada peserta yang mendapatkan pelayanan tertentu yang tergolong bisa terjadi penyalahgunaan oleh peserta dikarenakan selera maupun perilaku peserta," kata Budi dalam konferensi pers di Jakarta (18/01/2019).

Kenaikan Biaya Tak Sejalan Dengan Perbaikan Pelayanan

BPJS  memang memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam pengobatan di setiap rumah sakit karena langsung di tangani oleh dokter spesialis

Namun menurut beberapa pihak terkait hal ini akan menjadikan pasien yang sudah bisa di rujuk di rumah sakit kelas bawah atau klinik tetap memilih rumah sakit kelas atas yang penanganannya langsung ditangani oleh dokter Spesialis hal inilah yang menjadi dasar pengenaan urun biaya dan selisih biaya dalam program jaminan kesehatan.

Seperti yang telah dijelaskan bahwa ini menjadi acuan bagi Pelayanan kepada Pasien BPJS Kesehatan Urun biaya dikenakan kepada peserta yang mendapatkan pelayanan tertentu yang tergolong bisa terjadi penyalahgunaan oleh peserta dikarenakan selera maupun perilaku peserta.

Pengenaan urun biaya dan selisih biaya dalam penanganan Layanan kesehatan memang diperuntukkan bagi peserta JKN KIS diluar penerima bantuan yang iurannya dibayarkan pemerintah dan yang mengalami PHK

Permenkes No.51 Tahun 2018 ini juga bertujuan untuk mengedukasi masyarakat agar tidak terjadi penyalahgunaan layanan seperti tindakan sectio caesarea yang tidak sesuai indikasi medis dan langkah untuk  mengefisienkan BPJS Kesehatan baik dari tindakan medis.

Program pengenaan urun biaya dan pembayaran selisih biaya juga dijadikan sebagai langkah dalam mengatasi defisit keuangan BPJS Kesehatan.

Perkiraan efektifitas kebijakan tersebut masalah defisit BPJS Kesehatan berpangkal dari minimnya penerimaan iuran. Penerimaan iuran sampai saat ini tidak bisa mengimbangi besaran klaim dari rumah sakit atas pelayanan yang mereka sudah berikan ke masyarakat.

Tak heran, sejak beralih dari PT Asuransi Kesehatan (Persero) pada 2014 lalu, defisit selalu membebani keuangan BPJS Kesehatan dan terus membengkak, Yang nyatanya hingga kini terus mengalami defisit.

Kezaliman yang menjadi karakter asli rezim sekuler dipertegas dengan disahkannya Permenkes No.51 Tahun 2018 tentang pengenaan urun biaya dan selisih biaya dalam program jaminan kesehatan.

Pelayanan kesehatan yang seharusnya memberikan kemudahan, kini dibuat aturan baru yang seolah olah mempersulit hingga rakyat sakit malah dibebani biaya meski dengan alasan untuk mencegah terjadi penyalahgunaan oleh peserta BPJS Kesehatan dikarenakan selera maupun perilaku peserta.

Kualitas pelayanan kesehatan dinilai masih rendah, sehingga perlu adanya pelayanan, pengendalian dan peran serta masyarakat dalam pengelolaan di bidang kesehatan yang perlu disesuaikan dengan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat.

Namun, apapun alasannya, tindakan ini jelas tidak dapat diterima. Sebab, merupakan kewajiban negara menjamin pemenuhan pelayanan kesehatan gratis berkualitas terbaik bagi setiap individu publik, dan merupakan hak setiap individu, dan merupakan hak setiap individu masyarakat untuk mendapatkannya. Gratis tanpa pungutan sepeserpun.

Jaminan Kesehatan Dalam Islam

Dalam Islam, negara memiliki peran sentral dan sekaligus bertanggung jawab penuh atas segala urusan rakyatnya, termasuk bidang kesehatan. Rasulullah bersabda: “Pemimpin yang mengatur urusan manusia (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya.”(HR.Al Bukhari dan Muslim).

Di antara tanggung  jawab Khalifah adalah memenuhi kebutuhan primer(dasar) bagi seluruh rakyat. Yang termasuk kebutuhan dasar adalah sandang, papan dan pangan. pendidikan , kesehatan dan keamanan termasuk dalam kebutuhan dasar.

Pelayanan kesehatan yang begitu mencengangkan ini ternyata didukung oleh negara dan masyarakat. Melalu dana wakaf, banyak sekali di bangun rumah sakit beserta fasilitasnya.

Hal ini bisa dilihat pada buku profesor Raghib yang lain “Rawaa`iu al-Auqâf fî al-Hadhârah al-Islâmiyah” (2010: 90) Potensi dana wakaf yang sedemikian besar itu salah satunya dialokasikan untuk membiayai bidang kesehatan. Bahkan, pada masa Walid dan yang sesudahnya, pasien yang tak mampu, dilayani secara gratis.

Pada masa Daulah Abbasiyah, pembiayaan dana wakaf untuk kesehatan juga begitu besar. Saat itu rumah sakit menjadi salah satu prioritas untuk melayani kesehatan masyarakat. Ada banyak sekali rumah sakit dibangun di masa itu.

Bahkan, Abu Ja’far al-Manshur untuk mengembangkan pelayanan kesehatan sampai mengundang dokter ahli beragama Nashrani untuk mengajarkan ilmu kedokteran kepada calon-calon dokter di masa itu.

Pada era-era selanjutnya pun, peradaban Islam begitu perhatian terhadap masalah pelayanan kesehatan. Sampai akhirnya peradaban Islam redup dan digantikan oleh bangsa-bangsa Barat hingga saat ini.

Kalau mau ditarik kesimpulan, pelayanan kesehatan dalam peradaban Islam begitu monumental dikarenakan ada kepedulian tinggi dan sinergi yang baik antara negara, dokter, tim pelayanan kesehatan dan masyarakat. Salah satu dana terbesar yang dipakai untuk memenuhi kebutuhan ini adalah pengembangan wakaf produktif.

Kemajuan yang ditorehkan oleh peradaban Islam tentu saja bisa dijadikan pemantik kesadaran bagi umat Islam dewasa ini.

Dengan contoh yang sedemikian membanggakan di masa lalu, sudah seyogianya umat Islam membangkitkan dan mengambangkan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi masyarakat. Dan itu, tidak akan bisa berjalan tanpa dukungan masyarakat, tim pelayanan kesehatan dan negara.

Dalam Islam, Jaminan kesehatan untuk seluruh  rakyat adalah tanggung jawab negara yang wajib diberikan secara gratis alias tidak membayar sama sekali. negara tidak boleh membebani rakyatnya untuk membayar kebutuhan layanan kesehatannya.

Pengadaan layanan, sarana dan prasarana kesehatan tersebut wajib senantiasa di upayakan oleh negara bagi seluruh rakyatnya.  Layanan gratis tersebut diberikan tanpa memandang lagi strata ekonomi rakyatnya,  kaya dan miskin sama-sama berhak mendapat layanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya.[MO/ad]

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close