Penulis: Damia Saffiyah
(Pemerhati Sosial dan Lingkungan)
Penelitian mengenai negara paling santai ini disimpulkan oleh agen perjalanan asal Inggris, Lastminute.com yang menyebutkan 15 destinasi teratas dengan Indonesia berada di urutan pertama
( 25/01/).
Indonesia memang termasuk sebagai salah satu negeri dengan keindahan alam yang memukau. Dikutip dari beritagar.id (23/01/2019), keunggulan Indonesia adalah karena memiliki garis pantai yang panjangnya lebih dari 88 ribu kilometer dan memiliki lebih dari 186 ruang hijau, dengan suhu rata-rata 25 derajat Celsius, tidak terlampau dingin, juga tak terlalu panas sehingga membuat Indonesia menjadi tempat tinggal yang nyaman dan tempat yang sangat pas untuk relaksasi dan menikmati suasana pantai.
Tampaknya, Indonesia digadang-gadang agar menggencarkan sektor pariwisatanya. Selain dipilih sebagai destinasi terbaik untuk wisata, Indonesia juga telah mendapatkan suntikan dana dari Bank Dunia agar Indonesia mengembangkan pembangunan pariwisatanya.
Indonesia sendiri mengharapkan dampak positif dari sektor pariwisata ini berupa feedback keuntungan dari kedatangan turis-turis yang datang berlibur ke Indonesia, namun Indonesia sungguh harus mewaspadai bahaya besar yang tersembunyi dibalik jargon pariwisata.
Saat ini, Indonesia telah menjadi negeri yang potensial sebagai pelopor kebangkitan muslim di seluruh dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, karena Indonesia memiliki jumlah penduduk mayoritas muslim dengan persentase di atas 80% dan termasuk terbesar di dunia.
Melimpahnya cadangan sumber daya alam Indonesia ditambah dengan posisi Indonesia yang cukup strategis secara geografis internasional menjadi modal besar dalam membangun peradaban dan membangkitkan kembali kejayaan Islam.
Potensi umat Islam yang mengarah pada kebangkitan ini tentunya menjadi momok menakutkan bagi pihak pembenci kebangkitan Islam.
Tak ayal sering kita mendengar sejumlah labelisasi buruk berupa kata radikal, intoleran, ekstrimis dan lainnya diarahkan kepada kaum muslim yang ikhlas memperjuangkan kemuliaan Islam hanya untuk melemahkan semangat perjuangan mereka.
Pemahaman-pemahaman merusak akan terus ditembakkan ke dalam benak umat Islam agar tergelincir dari pemahaman yang benar dan semakin jauh dari arah kebangkitan.
Bahaya besar yang tersembunyi dibalik perkembangan pariwisata di antaranya adalah memandulkan potensi umat Islam dengan memperlebar jalan masuk liberalisasi sosial budaya dan sekulerisasi.
Nilai-nilai yang bertentangan dengan Islam akan semakin mudah diperkenalkan kepada umat Islam di Indonesia dengan menyediakan interaksi yang seluas-luasnya melalui interaksi penduduk lokal dengan turis asing yang berdatangan ke Indonesia.
Bahaya ini akan semakin mudah kita pahami dengan memperhatikan masyarakat yang tinggal di kawasan wisata, pemahaman agama mereka perlahan-lahan terkikis dan semakin ‘ramah’ terhadap pemahaman liberal.
Mereka semakin toleran terhadap gaya hidup, cara berpakaian dan perilaku wisatawan yang sudah jelas-jelas bertentangan dengan pemahaman agama mereka.
Umat Islam harus waspada bahwa ada skenario global yang tujuannya untuk memandulkan potensi kebangkitan umat Islam di Indonesia dengan mempropagandakan Indonesia sebagai negara destinasi pariwisata terbaik.
Kita semua harus tetap kritis dan senantiasa berupaya membangun kesadaran ideologis atas agenda penjajahan negara barat, atas negara yang hanya mementingkan keuntungan tanpa menghiraukan perlindungan bagi rakyatnya, atas bias ideologi negara yang terbuka pada sosialisme-komunisme dan condong pada kapitalisme-demokrasi.
Sesungguhnya banyak bahaya besar yang terdapat dibalik pengembangan sektor pariwisata Indonesia saat ini, selain bahaya transfer nilai liberal, bahaya lingkungan dan bahaya ekonomi dari utang pembangunan pariwisata dan keuntungan yang hanya berpihak pada pemilik modal juga telah mengintai Indonesia.
Sudah seharusnya kita tetap berjalan pada perjuangan untuk mengembalikan kejayaan Islam dengan kembali kepada sistem Islam.
Negara yang menerapkan sistem Islam tidak akan kebingungan untuk mendapatkan sumber devisa negara, karena sudah jelas sumber utama devisa negara diambil dari pengelolaan kekayaan alam bukan dari sektor pariwisata.
Sektor pariwisata justru ditujukan sebagai sarana dakwah dan di’ayah (propaganda, sebagai upaya untuk meyakinkan siapapun tentang bukti-bukti keagungan dan kemuliaan peradaban Islam).[MO/ad]