-->

Drama Pilpres Never End

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen
Gambar: Ilustrasi

Oleh: Nurhayati
(Aktivis Dakwah Kampus)

Mediaoposisi.com-Banyak yang tidak puas dengan hasil debat sesi pertama capres dan cawapres. Banyak kalangan menilai bahwa debat kali ini menjadi kurang menarik karena KPU memberikan
kisi-kisi kepada kedua pasangan calon. Karena kisi-ksi yang diberikan, satu pasangan
menjawab bermodalkan ‘contekan’ diatas meja, satu pasangan lagi bertele-tele sehingga
terkesan berpidato di forum debat. Akibatnya pro-kontra, lontaran ketidakpuasan, aksi protes,
mewarnai debat capres-cawapres 2019.

Pasca debat tersebut, KPU memutuskan untuk tidak lagi memberi kisi-kisi pertanyaan
pada jadwal debat capres-cawapres sesi berikutnya. KPU beralasan sangat menghargai
aspirasi rakyat dan akan mengabulkan permintaan rakyat demi terciptanya tujuan debat. Hal
ini tentu saja agar rakyat dapat menilai langsung kemampuan masing-masing calon presiden
yang akan memimpin Indonesia dalam lima tahun kedepan.

Drama pemilihan presiden ala sistem demokrasi mengandung bumbu sandiwara
sehingga membuat rakyat gegana (gelisah, galau, merana). Namun dalam sistem demokrasi,
dramanya tak seindah sinetron pertelevisian yang berakhir happy ending. Konflik dimulai
sejak pemilihan hingga menjabat sebagai presiden yang berujung rasa kekecewaan di pihak
rakyat. Dimulai dari kisah kebohongan diakhiri dengan ending penipuan. Lagi-lagi rakyat
menjadi korban.

Allah telah mengingatkan manusia dalam firmanNya: “Apakah hukum jahiliyah yang 
mereka cari? Dan siapakah yang lebih baik hukumnya daripada [hukum] Allah bagi 
orang-orang yang yakin.” (QS. Al-Maidah: 50).

Sehingga bagi manusia, dalam menerapkan suatu hukum hanya diberikan dua pilihan: hukum
Allah atau hukum jahiliyah. Hukum Allah hanya yang tertuang dalam syariat Islam, selainnya
adalah hukum jahiliyah.

Seremonial pemilihan pemimpin ala sistem demokrasi, tentu bathil sebab bukan
berasal dari syariat Islam atau berhukum dengan hukum jahiliyah. Bagi orang-orang yang
yakin, memiliki keimanan yang menancap dalam dada, seharusnya tidak demikian bagi
seorang pemimpin untuk dipilih memimpin sebuah negara.

Memilih pemimpin di sistem demokrasi persis drama. Penuh sandiwara dan hanya
menjadi ajang mengemis simpati rakyat. Ibarat ajang pemilihan idola, kandidat
dipertontonkan untuk dipilih mana yang lebih disukai. Kemudian para kandidat bersaing
merebut hati rakyat, menjejalkan intelektualitas agar mendulang suara, dan merebut jabatan
penguasa.

Drama tanpa ending ini terjadi sebab manusia masih percaya pada sistem demokrasi.
Mereka lebih rela menerapkan sistem kufur dan berhukum jahil ketimbang mengambil Islam
sebagai aturan yang syar’i. Lebih rela menempuh mekanisme karut marut, pemimpin
pencitraan, ketimbang memilih pemimpin ala sistem Islam dengan mekanisme yang jauh
lebih sederhana namun mampu memegang komitmennya sebagai pelayan umat.

Pemimpin (khalifah) tidak dipilih berdasarkan citranya semata, pemimpin ini terpilih
dengan syarat sederhana: muslim, laki-laki, merdeka, baligh, berakal, adil, dan mampu
memikul beban dan tugas negara. Tambahan, harus mensejahterakan rakyat tanpa memalak
apalagi mengambil harta rakyat (misal: sumber daya alam). Motivasi menjadi pemimpin pun
bukan karena hal keduniawian semata, namun karena menunaikan amanah yang Allah
bebankan padanya.

Sehingga, kualitas pemimpin dalam Islam tidak perlu diragukan lagi. Tidak perlu diuji
dengan berbagai acara debat, kampanye visi-misi yang disaksikan oleh jutaan rakyat. Sebab
sebelum ia membuktikan pada rakyat, ia harus membuktikan pada Allah bahwa ia layak dan
mampu memikul amanah negara. Rakyat tidak pelu takut akan ditipu sebab Allah langsung
yang akan mengawasinya.

Alhasil, semoga drama kelam nan melankolis pemilihan pemimpin ala demokrasi
membuka mata kita semua. Betapapun gigihnya kita gencar memilih pemimpin, yakinnya
kita bahwa pemimpin yang adil dan pro-rakyat akan terpilih lewat sistem jahiliyah ini, tidak
akan pernah menjadikan Allah dan RasulNya sebagai acuan. Mustahil menerapkan hukum
Islam dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai acuan.

Drama never ending ala demokrasi, hanya akan berakhir jika kita telah
mencampakkan sistem ini dan membuang segenap kepercayaan yang pernah kita taruh pada

apa-apa yang datangnya selain dari Allah SWT. Allahu Akbar. [MO/re]



Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close