(Aktivis Sosial dan media)
Mediaoposisi.com-Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) sedang diperbincangkan lagi yang sebelumnya belum disahkan. Hal ini pun menjadikan pro dan kontra ditengah-tengah masyaratkat.
Lahirnya RUU PKS karena didasari tingginya angka kekerasan seksual di Indonesia. Pada catatan tahunan 2017 Komnas Perempuan, tercatat 348.446 kasus kekerasan yang dilaporkan selama tahun 2017. Angka tersebut naik 74 persen dari tahun 2016 sebanyak 259.150
Kekerasan seksual tak hanya marak di Indonesia, namun menjadi masalah dunia. Data dari PBB menyebutkan 35 persen perempuan di dunia pernah mengalami kekerasan secara fisik dan seksual. 120 juta perempuan di dunia pernah dipaksa untuk melakukan hubungan seksual dan tindakan seksual lainnya.
Hal ini pun menjadi perhatian para aktivis perempuan dan feminis untuk segera diselesaikan. Terasa memang manis hadirnya RUU PKS ini, sebagai bentuk penyelesaian kasus seksualitas terutama kekerasan pada perempuan.
Namun, harus diwaspadai karena beberapa pasal yang ada didalam RUU PKS ini mengandung aroma kebebasan. Bisa kita lihat pada pasal 5 ayat (2) huruf b yang dikategorikan kekerasan seksual artinya mendorong setiap orang untuk bebas memilih aktivitas seksual tanpa ada kontrol dari pihak lain. Pihak yang melakukan kontrol seksual justru bisa dipidanakan.
Orang tua tidak boleh melarang anak lajangnya melakukan hubungan seks bebas karena bisa terkategori kontrol sosial. Pun juga kabar gembira bagi para penikmat seks sesama (LGBT) yang memberikan kebebasan aktivitas kepada mereka.
Hal ini terlihat pada pasal 7 ayat (1) yaitu adanya hak mengambil keputusan yang terbaik atas diri, tubuh dan seksualitas seseorang agar melakukan atau berbuat atau tidak berbuat. Artinya kebebasan seksual harus dilindungi.
Termasuk ketika memilih seks bebas, kumpul kebo, zina dan seks menyimpang semisal LGBT. Tidak hanya itu, kebebasan dalam bebusana juga diatur dalam RUU PKS ini. Orang lain tidak punya hak untuk menentukan apa dan bagaimana ia berbusana.
Hal ini bisa terlihat dalam pasal pasal 7 (2) dinyatakan bahwa Kontrol Seksual sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi: a. Pemaksaan menggunakan atau tidak menggunakan busana tertentu.
Maka orang tua tidak boleh mendisiplinkan anaknya berhijab untuk menutup aurat. Karena termasuk kontrol seksual dalam hal busana. Dan dalam kasus ini pun orang tua bisa ditindak pidana.
Bau-bau kebebasan semakin terlihat, tentu ini kabar tidak baik bagi para generasi dan umat. Tentu RUU PKS ini wajib ditolak karena semakin melegalkan aktivitas LGBT dan perzinaan pun juga memperbolehkan aborsi.
Hal ini tentu akan semakin menjauhkan umat dan generasi dari Islam. Bahkan orang tua yang wajib memberikan edukasi pergaulan dalam Islam tidak diperbolehkan. Lalu bagaimana kondisi generasi bangsa ini kedepannya.
Tentu hal ini tidak bisa dibiarkan, butuh solusi yang mengakar untuk menyelesaikan masalah ini. Karena jelas RUU PKS ini adalah program para kapitalis dan sekuler untuk menghancurkan generasi.
Butuh perubahan yang haqiqi yaitu hanya dengan penerapan Islam secara Kaffah yang mempunyai pengaturan pergaulan yang menjadikan manusia mulia dan untuk membentuk masa depan negeri-negeri Muslim hanya pada penerapan Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan.
قُلْ أَتُعَلِّمُونَ اللٌّهَ بِدِينِكُمْ وَاللٌّهُ يَعْلَمُ مٌا فِي السَّمٌوٌاتِ وَمٌا فِي الأَرْضِ وَاللٌّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Katakanlah (Hai Muhammad): “Apakah kamu akan memberitahukan kepada Allah tentang agamamu, padahal Allah mengetahui apa yang di langit dan apa yang di bumi dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu? (QS. Al-Hujuraat: 16)[MO/ad]