-->

Senjakala Rezim Petahana Dan Sustainable Bisnis Meikarta

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen


Oleh: Supangkat Salim
"Developer Properti Syariah dan Founder PMT"

Mediaoposisi.com-Rezim saat ini banyak memberikan ragam kejutan. Yakni berbagai menu kebijakan zalim untuk rakyatnya yang sudah menjadi hidangan sehari hari.

Namun, kejutan untuk para pendukungnya barangkali jarang kita lihat. Masih hangat dalam benak kita terapi kejut dilakukan rezim ini kepada salah satu taipan pengembang Meikarta. Setidaknya ada dua kejutan terkait dengan hal ini.

Pertama, kita dikagetkan oleh betapa sporadisnya promo proyek senilai 287 T dengan luasan sekitar 500 ha. Serta dijejali berbagai fasiltas infrastruktur yang menawan ditengah polemik proyek reklamasi laut Jakarta.

Secara kasat mata, Lippo seperti ingin menunjukkan kedigdayaannya untuk mewujudkan proyek ambisius tersebut. Walaupun banyak etika yang dilanggar disana-sini.

Mulai dari proses perijinan tata ruang yang belum beres dan ditengarai mengandung banyak aroma suap dengan para penguasa baik tingkat pusat maupun di daerah yang menimbulkan polemik.

Lalu yang kedua, yaitu keberanian penguasa “menyentuh” kapitalis selevel James Riyadi yang notabene dikenal publik sebagai taipan pendukung penguasa.

Sebagaimana ramai dikabarkan melalui kanal media massa maupun media sosial. Baru-baru ini, KPK melakukan penggeledahan rumah taipan James Riyadi yang tidak lain merupakan pengembang proyek Meikarta.

Walaupun kabar terakhir KPK tidak menemukan barang bukti adanya dugaan dirumahnya. "Tadi, saya sudah pastikan dan konfirmasi ke tim memang kami membuat berita acara.

Penggeledahan dan tidak ditemukan benda-benda yang terkait dengan perkara di rumah James Riady," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Jumat 19 Oktober 2018. (www.liputan6.com)

Beberapa hari sebelumnya, KPK menangkap salah seorang petinggi Grup Lippo dan kepala bidang tata ruang PUPR kabupaten Bekasi terkait dugaan kasus suap perizinan mega proyek Meikarta.

Meskipun kemudian KPK menitipkan keduanya di Polda Metro jaya karena alasan rutan KPK penuh. Seperti dituturkan salah seorang pejabat KPK.

"Ya karena rutan KPK sudah penuh ya. Kita memang ada sinergitas kerja sama yang baik dengan KPK," ujar Barnabas saat dikonfirmasi pada Rabu (17/10). (www.cnnindonesia.com)

Berita tadi tentunya seperti petir di siang bolong, mengingat reputasi Lippo Group dan James Riady sebagai “Untouchable Person”.

Track Recordnya tidak diragukan lagi dalam menyetir para penguasa. Sehingga dia dipercaya sebagai “bandar saweran” para taipan ketika ingin menentukan kemana mereka akan berinvestasi untuk calon penguasa yang akan memuluskan kepentingan bisnisnya.

Lazim dalam alam demokrasi, para kapitalis dan penguasa berkolaborasi demi mencapai tujuan ekonomi dan politik masing-masing untuk keuntungan pribadi. Semakin tinggi kekuasaan pemo-dalnya maka semakin besar pula kompensasi fasilitas bisnisnya.

Sudah menjadi rahasia umum, Lippo Group sebagai salah satu pilar penopang kekuasaan baik lokal maupun global.

Kita pernah mendengar Lippo mendapatkan sanksi di AS karena terlibat dana kampanye presiden Bill Clinton yang merupakan teman kuliah pemilik Lippo.

James Riady juga dikenal dekat dengan para rezim yang selama ini berkuasa.  Reputasi ini menja-dikan Lippo sebagai rujukan para Taipan ketika menyawer dana politiknya.

Ada banyak analisa yang bertebaran membedah fenomena kejutan ini. Mulai dari adanya hipotesa pengalihan isu Buku Merah Polri, OTT kasus tipikor Anggota Partai Penguasa, Temuan BPK adanya dugaan korupsi proyek infrastruktur yang melibatkan lingkaran kekuasaan, dsb.

Sah-sah saja para ahli politik ekonomi beranalisa. Bagi Lippo Group, kasus Meikarta ini adalah bagian dari pasang surut bisnisnya. Sebagai perusahaan level multinasional, tentunya sudah menyi-apkan manajemen resikonya bahkan pada tahap kondisi terburuk sekalipun.

Lippo tentu lebih memilih fokus menjaga sustainable bisnisnya daripada hanya kekuasaan presiden yang hanya 5 tahun. Sebagai pengusaha kawakan akan mudah membaca prospek bisnis termasuk prospek kemana kekuasaan akan berpindah tangan.

Pasang surut kekuasaan tidak penting, yang genting baginya penguasa mana yang akan menjaga bisnisnya tetap sustainable (berkelanjutan).

Barangkali fakta ini menggambarkan jargon bisnis “Money Follow the Winner”. Juga ungkapan tentang “Jangan Menaruh Telur pada keranjang yang sama" menjadi relevan.[MO/an]



Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close