![]() |
illustrasi |
Oleh: Masyithoh Zahrodien S.S
Mediaoposisi.com-Era teknologi seperti saat ini berkali kali menghenyakkan kita dengan berbagai fakta miris bukti latahnya masyarakat dengan sosial media. Kasus penemuan grup WA berisi video dan konten prono siswa siswi kelas IX SMP di cikarang. Siswa siswi yang beranggotakan 24 orang ini saling mengajak berhubungan seksual, chat chat mesum dan saling berbagi video porno. Rupaya mereka sudah terbiasa untuk melakukan hubungan seksual dengan temannya dan bahkan bergantian.
Data dari BKKBN 2014 bahwa 49 % remaja berusia 15-19 tahun sudah pernah melakukan hubungan seksual . Kondisi ini menunjukkan bahwa perilaku seksual bukanlah hal yang tabu di kalangan remaja yang berpacaran. Naudzubillah. Ada apa dengan remaja saat ini? Era kemudahan teknologi justru menjerumuskan mereka pada kebobrokan generasi. Kita tidak bisa menutup mata dari fakta bahwa ternyata media sosial sangat ampuh untuk menyebarkan pornografi dan mengajak pada pornoaksi, jutaan situs porno bertebaran tanpa ada batas untuk dinikmati, konten porno dalam bentuk
game, film, iklan sudah sangat membanjiri dunia maya. Ternyata pengguna intenet di Indonesia pun paling banyak diduduki oleh remaja, hal ini dibuktikan dengan studi yang dilakukan UNICEF dengan kominfo ,The Berkman Center of Internet and Society, dari Havard University menghasilkan setidaknya terdapat 30 juta remaja di Indonesia mengakses internet secara regular (komenkominfo, 2014)
Media sosial yang tentu saja digandrungi, terus tumbuh dengan berbagai jenis fitur dan kemudahan, disisi lain ternyata membanjiri pikiran anak muda dengan kenikmatan duniawi dan berujung kepada kemaksiatan. Facebook, Line, WA, IG,twitter, Youtube dan kawan kawannya sangat mudah diakses oleh siapapun dan bebas untuk melakukan apapun. Namun masalahnya remaja yang masih labil ini tidak memiliki filter ketika berhadapan dengan dunia maya yang serba bebas. Mereka pun akhirnya penasaran dan terjun ke lembah kemaksiatan yang memang secara teristem diaruskan oleh sosial media. Dr. Rebecca Guy mengatakan bahwa remaja yang dikabarkan sering mengunjungi situs situs porno di internet,lebih berkecenderungan berhubungan intim dengan lebih dari satu pasangan, terlibat dalam keragaman yang lebih luas dari praktik seksual, serta menggunakan alcohol atau obat obatan yang berkaitan dengan hubungan seksual. Banyak juga remaja yang dengan loyal nya memberikan keperawanan kepada seorang yang baru dikenal di sosial media.
Sosial media saat ini bukan hanya alat komunikasi yang cepat dan canggih, namun membentuk sebuah kecenderungan penggunanya untuk berlomba menjadi orang yang terkenal dan eksis. Mereka akan menyediakan berbagai hal yang membuat like, subcribe, follower terus bertambah, berlomba menjadi selebgram dan bangga dengan hal itu. Mindset bebas dan sekuler menjelma menjadi bentuk keragaman aplikasi seperti tik tok, challange challange yang unfaedah, konten porno yang semakin mewarnai kehidupan remaja saat ini. Dunia maya begitu menggerus generasi dengan sekulerisme informasi, paham ingin bebas dan berekspresi supaya mendapat pengakuan dari yang lain. Sejatinya mereka bukan menjadi pengendali sosial media tapi justru dikendalikan oleh sosial media. Menjadi generasi menunduk, individualis, kepribadiannya lemah, pragmatis dan kecanduan dengan gadet.
Hal ini tentu tidak bisa diselamatkan dengan proyek ‘internet aman’ seperti yang digagas oleh Kementrian Kominfo. Bagaimana cara membatasi sosial media? Meskipun sudah banyak konten porno yang berusaha diblokir, namun kamuflasenya terus tumbuh dan dengan mudah mereka bisa mengaksesnya. Bahkan mereka tidak mencari konten porno pun sudah akan lewat dengan sendirinya iklan yang berbau pornografi sehingga akan mengundang mereka untuk menjelajahi dunia maya. Mengapa demikian ? Karena kecanggihan era kini bernafaskan sekulerisme dan kebebasan, hal tertinggi yang ingin dicapai manusia adalah kepuasan materi atau jasmani, seperti eksistensi, berhubungan seksual dan makanan yang enak, jalan jalan, yang intinya adalah kebahagiaan materialistis.
Jadi jelas sekali, masalah utamanya bukan kecanggihan media sosial yang sebenarnya juga kita butuhkan. Namun media sosial yang bersinergi dengan sekulerisme dan kebebasan, menunjukkan gaya hidup hedon, konten konten kenikmatan duniawi seperti pamer makanan, jalan jalan, keeksisan, produk produk ol-shop yang membuat mereka terus mengikuti tren, bahkan sampai ke pornografi dan pornoaksi. Sehingga jika mengambil soslusi harus pada problem inti yaitu arus sekulerisasi yang menjelma dalam berbagai bentuk dan harus dicabut dari media sosial.
Sosial media haruslah berisi informasi yang bermanfaat bagi penggunanya. Berisi konten yang mendidik, berisi hal hal yang bisa meningkatkan ketakwaan dan memberikan gambaran kepada masyarakat bagaimana kehidupan bernegara yang baik dan lain sebagainya. Maka langkah awal yang harus diambil adalah dengan mencabut sistem sekuler yang merasuk dalam tubuh sosial media. Tanpa mencabut sekulerisme maka solusi yang ada hanya pada ranah praktis dan tidak memberikan efek yang signifikan dan lebih jauhnya tidak akan mensolusikan.
Sehingga butuh peran negara untuk mengkondisikan berbagai aspek dalam kehidupan. Pertama adalah negara mengendalikan arus informasi dan menjaga media sosial dari penyalahgunaan penggunaan. Menfilter film, game, dan konten-konten yang akan merusak masyarakat dengan unsur sensualitas, seksualitas dan kebebasan berekspresi. Kedua peran negara wajib memberikan pendidikan yang mengarahkan remaja khususnya atau masyarakat pada umumnya untuk menjadi orang orang yang berkepribadian mulia. Pendidikan bukan berbasis materi dan hanya mengejar ijazah, mengejar pekerjaan semata, sukses duniawi semata tapi minus keimanan dan ketaqwaan, tapi orang yang berilmu dan berkepribadian Islam.
Ketiga peran negara untuk mengatur sistem sosial dengan aturan yang sempurna. Pengaturan antara interaksi laki-laki dan wanita yang sekarang bebas dan gaya hidup foya-foya menjadi sumber utama mengapa remaja ingin mencicipi seks bebas. Pengaturan berpakaian dan bertingkah laku yang sesuai dengan aturan pencipta manusia. Bukan bebas tanpa batas dengan standar masing masing individu. Dan masih banyak lagi peran besar dari negara menkondusfikan sistem ekonomi, karena banyak remaja atau wanita yang menjual diri karena masalah ekonomi. belum lagi intergrasi penting dari aspek politik, kesehatan, keamanan dll. Memang mereka akan saling berkesinambungan membentuk sistem kehidupan. Maka yang kita butuhkan adalah penerapan sistem sempurna dari yang menciptakan manusia yang memahami bagaimana harusnya pengaturan untuk manusia. Dialah Allah SWT. Maka Tidak aneh jika yang kita butuhkan adalah penerapan sistem sempurna yaitu sistem islam dalam bingkai khilafah islmiyyah. Khilafah akan menerapkan sistem islam dimana seluruh aspek dalam kehidupan mulai dari ekonomi,sosial, budaya, politik, keamanan akan diatur menggunakan aturan sempurn dari Allah swt.
Islam datang untuk memberikan rahmat pada manusia, memberikan keberkahan dalam kehidupan dan mensejahterakan umat manusia, dan sebaliknya jika kita abaikan islam, maka implikasi yang pasti adalah bahwa kita tidak akan mendapat keberkahan dalam kehidupan. Lebih jauh lagi karena mengabaikan islam sama dengan bermaksiat kepada Allah swt maka pasti akan menghancurkan umat manusia. Sudah terbukti kapitalisme-sekuler telah gagal membentuk kehidupan bahkan mengantarkan pada kerusakan generasi. Sekali lagi yang kita butuhkan adalah penerapan islam dalam kehidupan.
“ Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jaan yang benar ”. (Q.S Ar Ruum 41)
Maka tugas kita bersama untuk berkontribusi memberikan solusi pada masalah generasi, masyarakat wajib berkontribusi, orang tua harus peduli pada anak anak mereka, individu wajib menjaga diri dan yang terbesar adalah negara wajib menjalankan peran besarnya untuk menyelamatkan generasi dengan mengambil islam sebagai solusi satu satunya dalam kehidupan. Allahu a’alam.[MO/dr]