-->

Mewujudkan Negeri yang Penuh Berkah

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen

Oleh: Mariyatul Qibtiyah, S.Pd


Mediaoposisi.com-Gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja. Sebuah ungkapan dalam Bahasa Jawa yang menggambarkan sebuah masyarakat yang hidup makmur dan sejahtera.

Ketentraman senantiasa meliputi kehidupan mereka. Segala kebutuhan terpenuhi. Sandang, pangan, papan, tercukupi. Kesehatan, pendidikan, dan keamanan pun terjamin. Semua fasilitas tersedia.

Pendek kata, sebuah kehidupan yang diidam-idamkan oleh semua orang. Sebuah kehidupan yang penuh berkah. Kehidupan seperti ini bisa kita peroleh. Namun, ada syarat yang harus kita penuhi.
 Allah SWT berfirman di dalam Surat al A'raaf yang artinya:

"Dan sekiranya penduduk negeri itu beriman dan bertaqwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan  (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang sudah mereka kerjakan". TQS. al A'raaf: 96).

Imam al Asfahani mengatakan bahwa berkah adalah tsubut al khayr ilaahy, yakni adanya kebaikan dari Allah SWT. Sedangkan menurut Imam Nawawi, berkah bermakna kebaikan yang berkesinambungan. 

Terkait dengan Surat al A'raaf, Imam Ibnu Katsir menafsirkan berkah dari langit berupa hujan yang menyuburkan tanah. Sedangkan berkah dari bumi berupa tanaman yang hidup subur.

Keberkahan itu akan kita peroleh jika kita mampu memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh Allah SWT, yaitu beriman dan bertaqwa. Iman adalah pembenaran yang bersifat pasti, yang sesuai dengan kenyataan, dan muncul dari dalil atau bukti.

Pembenaran yang bersifat pasti berarti menunjukkan pada tidak adanya sedikit pun keraguan. Sesuai dengan fakta, artinya bahwa hal yang diimani itu memang benar adanya, benar-benar ada faktanya. Muncul dari dalil, artinya ada dalil atau pun bukti yang memperkuat keimanan itu.

Sedangkan taqwa menurut Imam al Jurjani adalah menjaga diri dari pekerjaan yang mengakibatkan siksa baik dengan melakukan perbuatan atau meninggalkanny. Imam an Nawawi memaknai taqwa sebagai ketaatan terhadap perintah dan larangan-Nya.

Jika kita menghendaki keberkahan dilimpahkan kepada kita, maka 2 hal itulah yang harus kita lakukan. Yang pertama, kita harus beriman, dengan sebenar-benarnya iman. Kita harus meyakini di dalam hati kita dan mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Ilah yang patut kita sembah.

Maka, tidak ada sekutu bagi Allah. Tidak ada sedikit pun keyakinan terhadap selain Allah. Karenanya, segala aktivitas yang melambangkan kesyirikan harus ditinggalkan.

Baik kesyirikan dalam bentuk meyakini adanya kekuatan lain selain Allah, maupun kesyirikan dalam bentuk meyakini ideologi lain selain Islam.

Keyakinan ini sekaligus juga berarti kita meyakini bahwa Allah SWT adalah al Khaliq al Mudabbir. Yaitu, bahwa Allah adalah satu-satunya Sang Pencipta alam beserta isinya, sekaligus Dzat yang mengaturnya.

Itu berarti, hanya Allah yang berhak mengatur alam ini beserta isinya dengan syari'at yang diturunkan kepada para nabi-Nya.

Yang kedua, kita harus bertaqwa dengan sebenar-benarnya taqwa. Kita harus menjalankan seluruh perintah Allah dan meninggalkan seluruh larangan-Nya. Semua harus kita terima tanpa terkecuali.

Tidak ada yang kita tinggalkan karena ketidaksesuaian dengan adat istiadat di sekitar kita. Juga tidak ada rasa berat di hati kita. Karena kita yakin bahwa semua yang datang dari Allah SWT akan membawa kebahagiaan dan kemaslahatan bagi kita.

Sebaliknya, jika kita tinggalkan, kesengsaraan dan kesempitan hidup yang akan kita peroleh. Allah SWT berfirman yang artinya:

"Dan siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku, maka baginya kehidupan yang sempit dan Kami bangkitkan dia pada hari kiamat dalam keadaan buta." (TQS. Thaha: 124)

Jika 2 hal itu telah kita penuhi, maka keberkahan akan diturunkan oleh Allah SWT. Sebaliknya, jika 2 hal ini kita tinggalkan, Allah tak segan-segan menurunkan siksa-Nya kepada kita. Saat ini, bencana di negeri ini seperti tidak pernah berhenti menimpa.

Banjir bandang, tanah longsor, gempa, dan tsunami yang dahsyat datang bertubi-tubi. Tidak sedikit korban akibat bencana ini. Korban harta, bahkan jiwa telah banyak berjatuhan. Semua adalah peringatan dari Allah SWT.

Namun, sepertinya kita masih enggan untuk mengambil pelajaran dari semua itu. Kita masih berlaku sombong dan menganiaya diri sendiri. Berbagai kemaksiatan terus kita lakukan dengan penuh kebanggaan.

Perzinahan menjadi hal yang umum dilakukan. Kemusyrikan dijadikan daya tarik wisatawan. Ekonomi berbasis ribawi terus dikembangkan. Pelaku liwath ditoleransi atas nama hak asasi.  Korupsi menjadi-jadi. Penista agama pun dilindungi.

Marilah kita segera bertaubat dan memohon ampunan kepada Allah SWT. Kemudian bersegera menjalankan syari'at-Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya. Agar Allah mengampuni dosa-dosa kita, menyayangi kita, dan menurunkan keberkahan dalam setiap sendi kehidupan kita.[MO/gr]




Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close