-->

Emas Alat Tukar Teraman

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen

Oleh: Susi Maryam Mulyasari., S. Pd. I
Ibu Rumah Tangga

Mediaoposisi.com-Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN sampai dengan September 2018 sebesar Rp 200,2 triliun.

Postur APBN seperti ini menandakan pertumbuhan ekonomi negara ini sedang mengalami penurunan, karena pendapatan domestik bruto jauh lebih rendah dibandingkan dengan pengeluaran atau belanja negara.

 Kondisi seperti ini diperparah dengan semangat anjloknya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama dolar Amerika.

Pelemahan mata uang garuda bersinggungan langsung kepada faktor eksternal seperti perang dagang dan kembalinya aliran modal ke Amerika Serikat yang memasuki periode moneter ketat  setahun terakhir.

Kondisi defisit anggaran, melemahnya kurs di sebuah negara "jajahan" negara Kapitalis pastilah terjadi, karena kondisi seperti ini merupakan salah satu instrumen untuk mendikte dan mengendalikan ekonomi negara lain terutama negara berkembang seperti  Indonesia.

Kalau kita lihat lebih jauh lagi, Indonesia termasuk negara terkaya akan sumber dayanya, selayaknya Indonesia dengan potensi sumber daya yang melimpah ruah menjadi negara adidaya mengalahkan negara Kapitalis seperti Amerika.

Namun faktanya jauh dari harapan, kita telah dijajah secara ekonomi, sumberdaya alam Indonesia di jarah dengan alesan penanaman modal untuk investasi.

Instrumen penjajahan yang merupakan alat jitu untuk mengendalikan sebuah negara yang dilakukan oleh negara Kapitalis seperti Amerika adalah dengan menjadikan dolar menjadi standar mata uang dunia.

Dengan menjadikan dolar sebagai standar uang dunia, secara tidak langsung mendikte seluruh kebijakan perdagangan internasional sebuah negara.

Sebagai contoh baru-baru ini melalui menteri keuangan Sri Mulyani telah menetapkan kurs rupiah terhadap dolar adalah 15.000 untuk tahun depan, sebagai dampak dari kebijakan internasional Amerika.

Bahkan sebuah negara termasuk di dalamnya Indonesia harus menetapkan kebijakan devaluasi (penurunan nilai rupiah terhadap mata uang asing),  untuk menekan impor dan melejitkan ekspor.

Yang jadi masalah adalah jenis barang yang ditransaksikan, karena komoditi ekspor yang menjadi primadona Indonesia adalah barang material (bahan baku dari sebuah produk) dari pada barang jadi.

Ketergantungan sebuah negara akan dolar menyebabkan sumber daya alam yang melimpah ruah menjadi tergadaikan, sebagai ilustrasi sederhana "kalau sebuah negara ingin eksis di kancah perdagangan dunia,

maka  harus memiliki cadangan Dollar Amerika, kalau tidak memiliki cadangan Dollar maka mau tidak mau harus berhutang ke negara Kapitalis yang memiliki cadangan Dollar yang banyak dengan menjadikan sumberdaya alam menjadi tumbalnya.

Selain itu dampak yang akan terjadi. Inilah dampak dari penggunaan money fiat sebagai standar mata uang untuk transaksi perdagangan.

Berbeda dengan sistem moneter kapitalisme yang telah menjadikan money fiat sebagai mata uang yang sah, Islam memliki standar mata uang yang unik yang tidak akan tergantung kepada negara lain yaitu standar dinar dan dirham.

Seandainya ini berlaku di sebuah negeri, maka keberadaan negeri ini tidak akan tergantung negara lain dan akan menjadi negeri yang berdaulat secara ekonomi.

Sistem mata uang Dinar dan dirham memiliki nilai yang sama baik intrinsik dan nominalnya ini penyebab kenapa Dinar dan dirham tidak rentan terhadap bencana krisis ekonomi.

Ditambah lagi dengan penggunaan standar dinar dan dirham tidak akan ada negara yang mampu mendikte negara tersebut. Oleh karena itu sudah saatnya kembali ke standar dinar dan dirham di bawah naungan khilafah Rasyidah. Wallahu’alam Bi shawwab.[MO/gr]

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close