-->

Bakar Bendera Tauhid, Sama Dengan Menista Iman

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen


Oleh : Hana Annisa Afriliani,S.S
"writer"

Mediaoposisi.com-Saat ini kita sedang dihebohkan oleh kasus pembakaran bendera berwarna hitam bertuliskan kalimat tauhid. Laa ilahaa ilallah Muhammadur Rasulullah. 

Kejadiannya di Garut, tepat pada momentum peringatan Hari Santri Nasional kemarin. Dan yang membuat miris, pelakunya adalah seorang muslim, yakni beberapa orang berpakaian loreng yang dikenal dengan sebutan Banser.

Video pembakaran bendera menyebar di dunia maya. Sebelumnya beredar pula video saat seseorang berlari ke arah orang yang mengibarkan bendera tauhid lalu merebutnya dan membawanya, sebelum akhirnya membakarnya. 

Kejadian tersebut tentu sangat memprihatikan. Bendera tauhid yang semestinya diagungkan, kini malah dihinakan. Dengan dalih,  itu adalah bendera HTI, maka dianggap boleh dinistakan. 

Padahal hakikatnya, bendera bertuliskan kalimat tauhid tersebut bukanlah milik ormas tertentu, melainkan milik seluruh umat Islam.

Liwa dan Rayyah Bendera Umat Islam

Jika kita memahami sejarah Islam, maka sesungguhnya kita akan mengetahui bahwa panji Rasulullah saw berwarna hitam bertuliskan kalimat tauhid dengan tinta putih. Di sebut dengan nama Ar-Rayyah. sedangkan bendera daulah Islam berwarna putih bertuliskan kalimat tauhid bertinta hitam. 

Disebut dengan nama Al-liwa, Rasulullah saw bersabda:

“Panjinya (râyah) Rasulullah –shallaLlâhu ’alayhi wa sallam – berwarna hitam, dan benderanya (liwâ’) berwarna putih, tertulis di dalamnya: “lâ ilâha illaLlâh Muhammad RasûluLlâh”.” (HR. Al-Thabrani)

Jadi jelaslah bahwa bendera yang dibakar dan dinistakan oleh beberapa oknum merupakan panji Rasulullah saw. Keagungan terpancar darinya seiring dengan fungsinya sebagai tonggak kedigdayaan daulah Islam. Pemegang Arrayah dalam peperangan merupakan simbol komandan perang.

«لأُعْطِيَنَّ الرَّايَةَ غَدًا رَجُلاً يُفْتَحُ عَلَى يَدَيْهِ، يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ، وَيُحِبُّهُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ»

”Sungguh aku akan memberikan al-râyah kepada seseorang, ditaklukkan (benteng) melalui kedua tangannya, ia mencintai Allah dan Rasul-Nya, Allah dan Rasul-Nya pun mencintainya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim dan lainnya)

Betapa Rasulullah saw dan para sahabat sangat menghargai keberadaan Arrayah dan Alliwa sebagai simbol kenegaraan daulah Islam. Maka setiap komandan perang yang memegang Arrayah akan berupaya mempertahankannga agar tidak jatuh. Sebagaimana yang terjadi dalam perang Uhud ketika para sahabat mempertahankan Arrayah di tangannya dengan segala daya upaya, meski nyawa yang menjadi taruhannya.

«أَخَذَ الرَّايَةَ زَيْدٌ فَأُصِيْبَ، ثُمَّ أَخَذَ جَعْفَرٌ فَأُصِيْبَ، ثُمَّ أَخَذَ اِبْنُ رَوَاحَةٍ فَأُصِيْبَ»

“Zaid mengambil al-Râyah lalu ia gugur, kemudian Ja’far mengambil (al-Râyah) lalu ia gugur, kemudian Ibn Rawahah mengambil (al-Râyah) lalu ia gugur.” (HR. Al-Bukhari & Ahmad)

Menista Agama

Dengan demikian, membakary bendera tauhid merupakan bentuk penistaan terhadap agama. Terlebih esensi dalam kalimat yang tertulis pada bendera sangatlah penting. Ia menentukan kafir atau imannya seseorang. 

Makna Laa ilahaa ilallah Muhammadur Rasulullah sungguh merupakan pembeda antara muslim dan kafir. Di dalamnya terkandung sebuah keyakinan dan penghambaan pada Sang Maha Pencipta.

Setiap orang yang beriman tentu ingin hidup dengan kalimat tersebut. Pun mati dengannya. Karena kalimat tersebut akan menjadi penyelamat dunia akhirat bagi setiap manusia.

 Dari Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda,

مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan mengetahui bahwa sesungguhnya tiada sembahan yang berhak disembah kecuali Allah." (HR.Muslim)

Rasulullah saw bersabda:

“Benar, laa ilaaha illallah adalah kunci surga. Namun bukankah setiap kunci harus punya gigi. Jika kamu membawa kunci yang ada giginya, dibukakan surga untukmu, jika tidak ada giginya, tidak dibukakan surga untukmu.” (HR. Bukhari secara Muallaq sebelum hadis no. 1237 dan disebutkan Abu Nuaim secara Maushul dalam al-Hilyah 4/66).

Dengan demikian, setiap muslim semestinya berbangga mengusung bendera tauhid dan memperjuangkannya agar berkibar di seluruh negeri.[MO/an]



Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close