Kurniawan
(AJMI)
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima kunjungan kenegaraan Perdana Menteri Australia Scott Morrison untuk pertama kalinya setelah dilantik. Dalam pertemuan bilateral Jumat (30/8) di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat ini, kedua kepala pemerintahan sepakat menandatangani tiga kerja sama, yaitu kerja sama ekonomi kreatif, kerja sama keamanan siber, dan kerja sama di bidang transportasi.
Catatan
Kita perlu bertanya apakah Australia layak dijadikan mitra. Bisa jadi hanya di permukaan saja menampakkan seolah teman. Padahal sejatinya terus memposisikan diri sebagai musuh. Kita telah disajikan fakta atas bukti bahwa kedubes AS dan Australia menjadi markas intelijen. Australia adalah mitra penting AS untuk mengamankan kepentingan politik dan ekonomi AS di wilayah Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Sistem politik Australia sendiri dipengaruhi oleh kaum protagonis Islamofobia sekuler- liberal. Sebagai negara pengusung ideologi kapitalisme yang metodenya adalah penjajahan, tentu AS, Australia dan Barat pada umumnya, akan senantiasa memposisikan negeri Islam dan kaum Muslimin sebagai musuh dan sasaran penjajahannya.
Kita harus belajar dari terbongkarnya skandal masa lalu, Harian Australia, Sydney Morning Herald –SMH- (www.smh.com.au) pada Kamis (31/10), menyebutkan, kantor Kedubes Australia di Jakarta turut menjadi lokasi penyadapan sinyal elektronik. Dokumen rahasia NSA yang dimuat Der Spiegel jelas-jelas menyebut Direktorat Sinyal Pertahanan Australia (Defence Signals Directorate – DSD) mengoperasikan fasilitas program STATEROOM. Yaitu nama sandi program penyadapan sinyal radio, telekomunikasi, dan lalu lintas internet oleh AS dan para mitranya yang tergabung dalam jaringan ”FVEY” –Five Eye/Lima Mata-, yakni Inggris, Australia, Kanada, dan Selandia Baru. Disebutkan, DSD mengoperasikan program itu di fasilitas-fasilitas diplomatik Australia termasuk kantor Kedubes Australia yang ada di Jl. HR. Rasuna Said, Kuningan Jakarta.
SMH pada (31/10/13) mengutip buku harian seorang diplomat Australian Defence Signals Bureau (Biro Sinyal Pertahanan Australia), yang sekarang bernama DSD, bahwa kabel diplomatik Indonesia dibaca secara rutin oleh intelijen Australia sejak pertengahan 1950-an dan seterusnya. Disebutkan, aksi itu dilakukan bekerjasama dengan intelijen Inggris MI6, Pusat Kantor Komunikasi Pemerintahan dan secara lebih intim dengan National Security Agency (NSA) AS. Jaringan media Fairfax juga mengungkap aksi penyadapan terhadap Presiden SBY saat hadir di KTT G20 di London pada tahun 2013.
Tak hanya Australia, di Jakarta sendiri, selama ini AS telah memiliki instalasi militer yakni Navy Medical Reseach Unit 2 (Namru-2). Instalasi yang sempat ditutup oleh Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari itu beroperasi kembali ketika Menkes berikutnya Endang Sri Sedyaningsih. Instalasi Namru-2 di kompleks Kementerian Kesehatan Jl. Percetakan Negara itu dikomandoi oleh seorang kolonel AL AS dan beroperasi tanpa kendali pemerintah Indonesia.
Dubes AS untuk Indonesia Scot Marciel beberapa bulan sebelum kembali ke negaranya menyebutkan, pembangunan gedung kedubes AS itu merupakan ‘salah satu simbol komitmen Amerika kepada Kemitraan Komprehensif dengan Indonesia.’ Kompleks yang terdiri atas beberapa bangunan ini akan digunakan oleh para staf Kedutaan Besar AS dan Misi AS untuk ASEAN.
Gedung kedubes AS itu nantinya akan menjadi markas satuan pengaman laut Marine Security Guard Quarters (MSGQ) dengan embel-embel fasilitas rahasia dan personel keamanan yang diperlukan (Secret Facility and Personnel Security Clearances Required). Hal itu dinyatakan dalam salah satu paragraf dokumen salinan kontrak desain dan pembangunan gedung kedubes AS yaitu Department of State 2012 Design-Build Contract for US Embassy Jakarta, Indonesia. Dinyatakan: “1. Project Description (Secret Facility and Personnel Security Clearances Required)SAQMMA-12-R0061, Jakarta, Indonesia NEC. The project will consist of design and construction services including a New Office Building (NOB) with attached Marine Security Guard Quarters (MSGQ).” Kantor kedubes sifatnya tertutup, termasuk bagi negara di mana kedubes itu berada, kecuali ada izin. Dengan begitu, Amerika akan leluasa menempatkan peralatan canggihnya di gedung baru dan melanjutkan aksi penyadapannya, tanpa bisa dijangkau Pemerintah RI.
from Pojok Aktivis