Oleh : Cut Zhiya Kelana, S.Kom
Mediaoposisi.com- Viva- dua orang terduga teroris ditembak petugas Densus 88 Anti Teror Mabes Polri di dekat bengkel Asep Hendro Racing Sport (AHRS), jl. Tole Iskandar, Sukmajaya, Kota Depok. Jawa barat. Berdasarkan informasi yang dihimpun VIVA di lokasi, sabtu 23 Juni 2018, penyergapan terhadap 2 orang terduga teroris berlangsung sekitar pukul 08.00 wib.
Lagi-lagi isu basi berupa tertangkapnya 2 orang teroris menjadi salah satu perhatian media khususnya MetroTv. Yang dimana kita tahu bahwa isu itu diangkat bertepatan akan di gelarnya Pilkada serentak di Nusantara.
Anehnya lagi-lagi motifnya sama, yaitu orang yang baru tinggal dan jarang bergaul dengan masyarakat setempat. Sudah bisa dipastikan stigma negatif yang bermunculan dalam masyarakat.
Kenapa pemerintah tidak membuka tabir kebenaran siapa teroris sebenarnya. Mereka yang pro kepada asing dan menyerang umat islam dari belakang. Bebas berekspresi mengibarkan bendera yahudi yang dianggap tradisi, dan selalu menzalimi umat islam. Dengan mudah menuduh 2 pemuda biasa sebagai anggota teroris, dan bukti yang di tampilkan terlalu mengada2-ada.
"MM ini adalah mantan deportan. Ia bergabung dalam kelompok JAD Bogor. MM memiliki niat & motivasi untuk memberikan hadiah Pilkada Jabar dengan menunjukkan pergerakan yang intensif ke arah persiapan amaliah bersama kelompok lainnya" kata Iqbal
Saat MM diamankan Tim Densus 88 kata Iqbal turut pula disita barang bukti dari rumah kontrakannya yakni 1 sepeda motor Honda Vario dan 1 HP (tribunnews.depok.com)
Isu terorisme masih dianggap efektif membungkam gerak politik
Menurut Global Terorisme Database (GTD) mengakui sejak awal pemerintah dan peneliti mendefinisikan terorisme dalam pengertian beragam.
Oleh karena itu, dataset yang dikumpulkan oleh GTD memuat sejumlah insiden yang didefinisikan sebagai penggunaan kekerasan yang bersifat mengancam dan dilakukan untuk mencapai tujuan politik, ekonomi, agama atau sosial melalui ketakutan, paksaan atau intimidasi.
Jadi dari GTD ini kita tahu, bahwa isu ini diangkat karena punya kepentingan yang lain yakni sasarannya politik dan islam. Dengan cara seperti ini mereka berharap mendapat empati dari umat.
Dan mencoba menyakini umat bahwa Indonesia sedang menanti helat akbar yang fokus mereka tetap pada tujuan meraih suara umat ditahun depan. Maka dilahirkan secara paksa super hero pembasmi terorisme yang bertopeng Densus 88.
Umat harus meningkatkan kesadaran politik
Islam dan politik adalah 2 hal yang tak terpisah kan, dimana keduanya saling berkaitan erat. Politik dalam islam adalah mengurusi umat. Nah apakah selama itu sudah terjadi dalam sistem ini?
Kita tau bahwa politik yang ada saat ini adalah azas manfaat demi mencapai suatu kepentingan golongan tertentu. Untuk meraih semua itu mereka melakukan banyak hal, lalu setelah itu di ingkari semua janji kampanye sudah basi. Toh politik dalam kapitalis memang tak pernah pro rakyat.
Rasulullah saw bersabda "tidak sempurna iman salah seorang dari kalian, sampai hawa nafsunya tunduk kepada apa yang aku bawa (islam)"
Saat inilah umat perlu melek media, melihat kebenaran akan islam. Sehingga tidak akan mudah terpengaruh media yang senantiasa lebih pro kepada kapitalis.
Umat harus sadar Indonesia telah digadai oleh rezim ini, demi kekuasaan mereka menjual negeri ini. Lalu disudutkan isu teroris untuk menyalahkan islam yang menjadi pemicu lahirnya para mujahid. Padahal islam tak pernah mengajarkan teror (mengancam/menakuti) siapapun. [MO/sr]