Oleh: Hafshah Damayanti, S.Pd.
(Forum Muslimah Pantura)
Bahkan kian populer sejak dideklarasikan pada muktamar NU yang ke-33 di Jombang pada tahun 2015 mengusung tema: "Meneguhkan Islam Nusantara Untuk Peradaban Indonesia dan Dunia".
Sejurus dengan ini, Ketua Umum PBNU pun menegaskan dalam pembukaan acara Istighotsah menyambut Ramadhan dan pembukaan munas alim ulama NU, Minggu (14/06) di Masjid Istiqlal, Jakarta, babwa NU akan terus memperjuangkan dan mengawal model Islam Nusantara. Meski opini Islam Nusantara sempat mereda sejenak, kini kembali menjadi topik yang hangat dibicarakan.
Pro kontra pun menyeruak di jagat maya maupun nyata. Kegaduhan yang muncul manambah kebingungan masyarakat ditengah beragam persoalan hidup yang kian berat. Meski niat awal konsep Islam Nusantara digagas untuk peradaban Indonesia yang damai dan toleran dengan menampilkan wajah Islam Nusantara yang ramah. Tapi fakta berbicara lain.
Kehidupan masyarakat kian resah, umat terpecah belah jadi ancaman nyata. Apalagi rezim Demokrasi yang berkuasa menyatakan dukungan terhadap kampanye Islam Nusantara yang gencar dilakukan oleh Ormas Islam terbesar di negeri ini.
Apa yang dinyatakan oleh Presiden Joko Widodo saat berpidato dalam membuka Munas alim ulama NU di Masjid Istiqlal, Minggu (14/06), "Islam kita adalah Islam Nusantara, Islam yang penuh sopan santun, Islam yang penuh tata krama, itulah Islam Nusantara, Islam yang penuh toleransi,"
Bukti nyata dukungannya secara terbuka atas model Islam Nusantara.
Walhasil siapa saja yang tak sepakat dengan model Islam Nusantara ini dianggap berseberangan dengan rezim, merongrong NKRI.
Pasca aksi 212 Bela Islam yang fenomenal hingga mampu menjungkirbalikkan prediksi dan peta perpolitikan di Indonesia. Kekuatan umat Islam tak lagi sepele dimata rezim Demokrasi. Semangat keberislaman kaffah umat telah menjadi ancaman yang mengerikan bagi singgasana rezim. Dengan Islam Nusantara, mereka berharap mampu meredam gelora kecintaan umat kepada Islam.
Dengan Islam Nusantara umat digiring untuk sepakat pada budaya dan kearifan lokal meski tak selaras dengan Islam yang dibawa Rasulullah SAW. Dengan Islam Nusantara, umat dipaksa tetap santun dan ramah meski Rezim semena-mena. Rezim tak boleh dicela atas kesewenangan berkedok pembangunan. Karena Islam Nusantara menjadikan tunduk pada rezim adalah harga mati.
Saat Rezim Demokrasi ini tak lagi menarik hati umat. Karena sepak terjangnya menorehkan penderitaan panjang. Umat pun menemukan jatidirinya sebagai umat terbaik dengan Islam saja. Bukan Demokrasi. Sebagaimana Umat mayoritas negeri ini ingin bangkit dari keterpurukan dengan Islam semata, bukan Demokrasi.
Saat itulah Islam Nusantara hadir. Jadi amunisi rezim Demokrasi untuk bertahan di tahta kekuasaan. Menghadang kebangkitan umat hingga berubah haluan. [MO/sr]