Oleh: Merli Ummu Khila
(Pegiat Dakwah)
Sebut saja Walikota Surabaya Tri Rismaharini mengaku keberatan dengan aturan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) untuk pegawai negeri sipil (PNS) di daerah menggunakan Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD).
Risma menilai bahwa pembayaran THR PNS daerah menggunakan APBD cukup membebani, sebab jumlah THR yang harus dibayar tidaklah kecil."Kalau besar kan ya, bebani (APBD), berat ya. Masa pakai APBD," kata Risma seperti dikutip dari CNNTv, Jakarta, Selasa (5/6/2018).
Sebelumnya diketahui, berdasarkan Surat Menteri Dalam Negeri (Mendagri) kepada Gubernur Nomor 903/3386/SJ tanggal 30 Mei 2018, dan Surat Mendagri kepada Bupati/Walikota No. 903/3387/SJ tgl 30 Mei 2018 tentang pemberian THR dan gaji ke-13 yang bersumber dari APBD
Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Syarifuddin di Jakarta, Ahad (3/6), mengatakan, sumber anggaran untuk tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 bagi kepala daerah, anggota DPRD, dan pegawai negeri sipil (PNS) dapat disesuaikan, khususnya bagi daerah yang APBD-nya tidak mencukupi.
Terlihat sekali pemerintah seperti mendadak membuat program yang bisa jadi untuk Mengembalikan elektabilitas nya yang semakin turun dengan berusaha meraih simpati rakyat dengan menjanjikan THR bagi PNS padahal ketika seorang Presiden yang mengumumkan maka pesan yang tersampaikan di masyarakat bahwa akan ada THR yg berupa gaji pokok yang mereka akan terima dari pemerintah pusat.
Ketika ada kepala daerah yang merasa keberatan dengan pemakaian APBD untuk THR ini mengindikasikan bahwa program pemerintah tersebut belum matang sehingga ketika sudah waktunya THR dibagikan tetapi dana nya belum tersedia.
Ini menjadi salah satu contoh kecil bagaimana pemerintah tidak begitu serius mensejahterakan rakyat. Di tengah sedikit harapan PNS mendapat THR, menjelang Pembagian justru menjadi tidak jelas. Apa yang sebenarnya terjadi pada program ini?
Apa karena kurang komunikasi antara pemerintah pusat dengan daerah atau sebenarnya memang tidak ada dana nya?.
Miris sekali ketika ada kenaikan TDL( Tarif Dasar Listrik), BBM tidak ada pengumuman dari pemerintah tetapi ketika ada Pembagian THR seorang Presiden lansung pengumuman padahal kalau THR itu mau diambil dari APBD kenapa tidak kepala daerah saja yang mengumumkan, jika ada kepala daerah yang protes, ini menandakan bahwa program pemerintah tersebut dadakan.
Sejak pemerintah an saat ini seperti rakyat hanya di suguhkan dengan kehidupan yang semakin sulit . sudah seharusnya rakyat menanyakan Apa yang sudah negara berikan kepada kami? Karena ketika sudah memberikan kekayaan alam kami, pajak kami pada negara ini.
Rakyat hanya diberikan beban hutang negara, dan rakyat di paksa mandiri, entah itu kesehatan, pendidikan dan pangan. Tidak ada peran negara dalam pemenuhan kebutuhan rakyat, dan ini akan terus berlangsung selama pemerintah masih seperti ini, jika pun pemimpin berganti, selama system nya masih menghamba kepada barat maka permasalahan akan di selesai kan dengan tambal sulam .karena yang di perbaiki adalah masalah cabang, bukan pokok permasalahan nya.
Memperbaiki yang disini, robek disana. Karena pada hakikat nya semua permasalahan yang mengungkung negeri ini. Jika negara mau berubah, belajar lah dari sejarah dari masa lalu yaitu masa dimana kejayaan Islam yang agama dari mayoritas rakyat ini, khilafah itu bukan dongeng sebelum tidur.
Khilafah pernah berdiri selama 300 abad, tidak ada yang bisa menampikkan kegemilangan islam dimasa lalu. Tapi mengapa negara seperti alergi dengan istilah ini? Sedemikian kuat kah cengkraman pemikiran asing mencekoki para pemimpin negeri ini?[MO/sr]