-->

Beras Sachetan VS Solusi Pangan Islam

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen


Oleh: Arin RM, S.Si

Mediaoposisi.com-  Harga beras masih variatif di setiap daerah. Beras masih tinggi. Sebagai contoh, di dua pasar kota Cirebon, beras premium dijual Rp 9.000,-/kg dan beras premium berkisar antara Rp 11.000,- s/d Rp 12.000,-/kg (repubilka.co.id, 30/05/2018).

Tentu ukuran variatif di setiap daerah, namun persamaannya harga ini masih relatif mahal bagi sebagian masyarakat yang sedang berada dalam kelesuan ekonomi. Terlebih lagi harga beras ini spesial, tanpa tawar-tawaran. Fenomena ini sebenarnya terbaca oleh pemegang kebijakan terkait. Mendag pernah menyarakan menawar harga beras ketika mahal (finance.detik.com, 25/04/2018).

Yang terbaru kesadaran akan mahalnya kebutuhan pangan vital bagi sebagian besar masyarakat ini dijawab oleh Bulog dengan rencana meluncurkan terobosan beras sachet yang dibanderol dengan harga Rp. 2500,-/kemasan 200 gram (wartaekonomi.co.id, 24/05/2018). Sebenarnya ketersediaan beras selama Ramadan dan lebaran dinyatakan aman oleh Bulog, dengan jumlah 1,3 juta ton. Sebanyak 700.000 ton dari dalam negeri dan 633.000 ton beras impor (ekonomi.kompas.com, 25/05/2018).

Rencana peluncuran beras sachetan sejatinya dipandang sebagai langkah menyetabilkan harga pangan. Namun bisakah berbuah manis sesuai harapan? Jika hendak dibuat hitungan matematis, solusi ini sebenarnya kalah di kalkulator belanja harian. Mengapa bisa demikian? karena standar yang dipakai mematok harga adalah standar beras  premium, yang otomatis mahal.

Padahal mayoritas masyarakat masih berada pada taraf ekonomi menengah ke bawah, sehingga untuk urusan beras pun lazimnya membeli beras medium dengan harga di bawah Rp 12.500,-/kg. Hitungan ala ibu rumah tangga, jika satu sachet beras hanya cukup untuk 3 porsi, maka sehari dengan tiga kali makan diperlukan minimal 4 sachet untuk mencukupi kebutuhan pangan satu keluarga (standar Keluarga Berencana, -orang tua dengan dua anak-).

Ibu dengan prinsip hemat dan cermat tentunya akan lebih memilih membeli sekilo beras biasa atau medium. Lebih hemat.

Lebih dari sekedar urusan hemat, sebenarnya konsep memenuhi kebutuhan pangan dengan membebankan kepada rakyat menunjukkan bahwa ekonomi liberal dalam bidang pangan tengah diterapkan di negeri ini. Upaya berlepas tangan akan tanggung jawab pemenuhan jaminan pangan rakyat mulai terbaca. Rakyat dibiarkan berjibaku sendiri memenuhi hajat hidupnya.

Padahal negara lah yang harusnya berperan memenuhi terpenuhinya hak dasar kebutuhan primer dengan mudah dan murah, bahkan kalau bisa gratis. Tak cukup hanya berlaku sebagai regulator semata lalu menyerahkan pembayaran sepenuhnya mandiri oleh rakyat.

Sudah saatnya konsep liberalisasi pangan yang memasrahkan naik turunnya harga beras pada permintaan dan penawaran/mekanisme pasar untuk diakhiri. Sebab jika selamanya demikian, maka jalan menyetabilkan harga pangan akan selalu dijawab dengan menambah ketersediaan barang, meskipun harus dengan membuka kran impor dan kebijakan sachetan sekalipun. Padahal, upaya ini justru akan menimbulkan ketergantungan kepada negara lain menjadi semakin besar.

Jalan yang dapat ditempuh adalah dengan memperbaiki kebijakan politik pangan. Meniru solusi pangan Islam. Menyinergiskan antara bidang terkait seperti departemen pertanian, riset dan teknologi, tata ruang dan wilayah, perdagangan, dll. Jalur politik pertanian perlu dikuatkan untuk mampu tegak berswasembada pangan.

Konsep peningkatan produktivitas pangan melalui intensifikasi, ekstensifikasi, dan juga inovasi terbaru perlu di dukung dan difasilitasi. Badan riset dan teknologi perlu digandeng untuk terus melanggengkan inovasi pertanian, supaya dihasilkan panen berlimpah, berkualitas, dan dalam waktu yang singkat. Tugas tata ruang dan wilayah penting untuk memastikan ekstensifikasi berjalan di lingkungan aman dan cocok, berpotensi tinggi terhadap kemajuan hasil panen.

Jika perlu bagian ini berkoordinasi dengan dinas perhubungan untuk memudahkan akses jalan  dan transportasi pendukung pertanian. Selebihnya departemen perdagangan bertanggungjawab memastikan terserapnya hasli panen secara keseluruhan. Departemen ini harus bekerja keras memastikan distribusi pangan merata ke setiap lapisan masayarakat, agar tak ada lagi celah untuk meloloskan impor pangan.

Namun sayangnya kebijakan politik pangan di atas hanya terjadi tatkala sistem ekonomi Islam yang diterapkan. Dan tentunya wadah yang tepat bagi penerapan sistem ekonomi Islam ini bukan di bungkusan kapitalisme nan sekuler. Padahal dengan rapi dan sinergisnya elemen yang berperan dalam penjaminan ketersediaan pangan, maka harga beras mahal tak akan lagi ditemui.[MO/sr]




Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close