Oleh: Evy Sulvy W
(Mahasiswi Peduli Ummat)
Mediaoposisi.com- Baitul mal berasal dari dua kata bahasa Arab, yakni bayt dan al-mal. Bayt berarti “rumah,” sedangkan al-malberarti “harta’’. Dengan demikian, secara bahasa baitul mal berarti “rumah harta”. (www.khazanah.republika.co.id)
Pada masa kini, dikenal istilah baitul mal wat tamwil yang disingkat BMT. Ifham Sholihin mendefinisikannya sebagai lembaga keuangan non pemerintah yang berfungsi menerima dan menyalurkan dana umat. Dari situ muncul satu perbedaan mendasar mengenai konsep penerapan baitul mal, yakni keterlibatan negara dalam pengelolaannya. Pada masa khilafah, baitul mal merupakan sebuah lembaga pemerintah yang mengelola keuangan negara.
Dulu, baitul mal adalah departemen yang berurusan dengan pendapatan dan segala hal keekonomian negara. Pada masa Nabi Muhammad SAW, tidak ada baitul mal atau harta publik yang bersifat permanen, karena semua pendapatan yang diperoleh negara didistribusikan secara langsung. Tidak ada penggajian untuk para pekerjanya, tidak ada pengeluaran negara, dan baitul mal dalam tataran publik belum dirasa perlu.
Pun pada masa kekhalifahan Abu Bakar, pelembagaan baitul mal masih belum dirasa perlu. Sang khalifah menjadikan rumahnya sendiri untuk menyimpan uang atau harta kas negara, yang disimpannya dalam karung atau kantong. Namun, karena pendistribusian harta dilakukan secara langsung seperti pada masa Rasulullah, karung tersebut lebih sering kosong.
Dari situlah konsep awal baitul mal terbangun, yang menitik beratkan prinsip kesetaraan dan keadilan, serta kemaslahatan umat. Baitul mal baru berwujud fisik (tempat) pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab.
Jadi seharusnya, Baitul Maal itu sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dahulu Baitul Maal tidak pernah sampai menyimpan banyak harta, karena setelah terisi para pengurus Baitul Maal segera mendistribusikannya kepada masyarakat yang membutuhkan secara merata.. (Bersambung)[MO/sr]