Oleh : Dina Prananingrum
(Penggiat Revowriter Yogyakarta)
Mediaoposisi.com- Beberapa minggu terakhir ramai perdebatan tentang larangan berpolitik di masjid. Gerakan anti politisasi Masjid ini digagas oleh Sejuta Relawan Nasional Dukung Jokowi yang dikoordinatori oleh Sylver Matutina (Hidayatullah.com, 23/4).
Respon umat Islam pun beragam. Namun sebagian besar menolak. Terlepas dari pro kontra umat Islam terhadap program tersebut, sudahkah umat Islam di Indonesia melek politik?
Makna Politik Sebenarnya
Politik didalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyasah. Siyasah berasal dari kata sasa-yasusu_siyasatan yang artinya mengurus, mengatur kepentingan seseorang. Definisi politik ini juga diambil dari hadits-hadits yang menunjukkan aktivitas penguasa, kewajiban untuk mengoreksinya, serta pentingnya mengurus kepentingan kaum muslimin.
Rasulullah saw bersabda "Seseorang yang ditetapkan Allah (dalam kedudukan) mengurus kepentingan umat, dan dia tidak memberikan nasihat kepada mereka (umat), dia tidak akan mencium bau surga" (HR. Bukhari )
Sehingga politik dapat dimaknai mengatur urusan umat, baik dalam maupun luar negeri dengan hukum tertentu yakni syariat Islam. Dan negara sebagai institusi yang mengatur urusan tersebut secara praktis. Sedangkan umat mengoreksi, yakni melakukan muhasabah terhadap penguasa dalam melakukan tugasnya.
Realita Umat Islam
Sayangnya saat ini makna politik Islam sudah sangat jauh difahami oleh umat. Sejak Islam tidak memiliki penguasa yang mengurus urusan mereka dengan syariat Islam dalam institusi Khilafah. Sejak saat itulah sistem politik Islam tersingkir dan digantikan oleh sistem politik kufur yang diterapkan di negeri-negeri kaum muslimin.
Pemikiran politik umat mulai tersusupi dengan konsep pemikiran politik Barat yang dibangun diatas ideologi kapitalisme sekuler. Ideologi yang memisahkan agama dari kehidupan.
Umat mulai dijejali dengan konsep-konsep berfikir yang keliru dan menyesatkan. Kaum kapitalis sekuler menggambarkan kepada umat Islam bahwa politik tidak sejalan dengan agama. Politik itu pragmatis. Mustahil untuk mengubah kondisi yang sudah ada. Politik itu kotor. Bertentangan dengan keagungan Islam.
Jadilah politik sekedar dimaknai sebagai alat untuk mendapatkan kekuasaan. Politik hanya untuk bagi-bagi kekuasaan dan kontrol kekuasaan. Politik akhirnya diliputi kedustaan, tipu daya muslihat, dan penyesatan yang dilakukan oleh para politisi dan penguasa.
Politisi dan penguasa bersikap dzalim dan abai dalam mengurus rakyatnya. Tidak sesuai dengan syariat Islam. Hak-hak rakyat diabaikan. Rakyat tidak diperlakukan dengan baik. Menciptakan jarak yang sangat jauh antara rakyat dengan penguasa. Hubungan yang ada lebih seperti atasan dan bawahan. Bahkan lebih parah, rakyat seperti pengemis sementara penguasa seperti pedagang kaya raya.
Tak heran ditengah umat marak terjadi perebutan kekuasaan. Para politisi sibuk meraih kekuasaan. Mengerahkan strategi jitu demi menjaring suara terbanyak dalam pemilu. Tak hanya mengunjungi masjid, tapi juga pasar, pondok pesantren, panti asuhan, majelis ta'lim, dll dengan harapan bisa membeli suara umat demi kemenangan dalam pemilu.
Kondisi seperti ini memicu kaum sekuleris untuk menggencarkan propaganda ditengah kaum muslimin bahwa politik itu memang kotor. Sehingga kaum muslimin termasuk yang sebenarnya ikhlas memperjuangkan Islam semakin menjauh dari politik Islam. Anti dan ragu untuk mengambil peran dalam memperbaiki masyarakat dengan dasar hukum-hukum Islam. Juga takut menyampaikan koreksi kepada penguasa.
Saatnya Melek Politik
Dengan melihat realita umat saat ini, sudah selayaknya makna politik diluruskan kembali. Politik harus dikembalikan kepada maknanya yang mulia. Yakni mengatur, mengurusi umat. Sehingga setiap politisi harusnya mengatur, memperbaiki kondisi dan mengurusi urusan umat dengan hukum-hukum Islam. Dan memberi petunjuk Islam kepada umat.
Sementara untuk menjawab propaganda kaum kapitalis sekuler, harus dikatakan jika yang dimaksud adalah politik praktis dalam sistem demokrasi yang berasal dari pemikiran kufur maka benar politik itu kotor dan pragmatis.
Karena hanya diliputi nafsu kekuasaan, dan bersumber dari asas pemisahan agama dari kehidupan (fashludiin anil hayah) . Selama masih menggunakan sistem demokrasi, maka politik Islam tidak akan pernah terwujud. Politik Islam hanya dapat terwujud dalam sistem politik Islam yaitu sistem Khilafah. Sebagaimana yang dicontohkan oleh para Shahabat r.a.
Sudah saatnya kaum muslimin bangkit dari tidur panjangnya. Membuka mata lebar-lebar tentang kondisi umat saat ini yang masih dililit berbagai permasalahan. Tidak malah mengasingkan diri dari politik Islam. Melainkan berusaha menggunakan Islam untuk mengatur dan memelihara urusan umat. Berusaha menerapkan dan menegakkan ajaran Islam dalam segala aspek kehidupan. Itulah aktivitas politik terpenting saat ini.
Setiap muslim harus melek politik. Ia tidak diam bahkan cuek terhadap kondisi yang terjadi. Ia memiliki kesadaran politik yang tinggi. Terbukti dengan perhatiannya terhadap berbagai kepentingan dan persoalan yang menimpa umat dengan perhatian yang sempurna. Mengikuti setiap berita dari seluruh pelosok negeri dan penjuru dunia Islam. Kemudian menganalisa dengan mencari akar masalah dan solusinya berdasarkan hukum Islam.
Ia tidak takut untuk melakukan koreksi terhadap penguasa (muhasabah lil hukam) jika terbukti penguasa melakukan kedzaliman. Ia akan selalu berdiri paling depan jika ada kebijakan penguasa yang bertentangan dengan hukum-hukum Allah yaitu Syariat Islam.
Upaya Agar Umat Melek Politik
Melek politik tentu tidak bisa muncul begitu saja. Melainkan harus melewati proses berkesinambungan. Yakni dengan memahami tsaqofah Islam, hukum-hukum dan pemikiran politik Islam dengan menggalinya dari aqidah Islam. Sehingga terbentuklah pemikiran politik dan kesadaran politik.
Disini diperlukan kehadiran kelompok dakwah politik yang mampu membina umat. Kelompok dakwah ini memiliki peran yang amat penting. Kelompok ini yang akan menyerukan ketengah-tengah umat tentang hukum-hukum dan pemikiran Islam. Sampai umat tertunjuki kepada makna dan pemikiran politik.
Alhasil, dengan proses pembinaan politik secara terus menerus yang dilakukan oleh kelompok dakwah dan rutin mengikuti peristiwa-peristiwa politik yang terjadi, akan tercipta kesadaran politik dan kesadaran umat tentang misi dan tanggung jawab utamanya. Yakni mengemban syariat Islam kepada seluruh bangsa di dunia dan umat manusia. Dengan demikian tidak hanya kebangkitan umat yang terwujud, tapi juga kemuliaan dan kejayaan Islam yang menebarkan rahmat keseluruh alam.[MO]